Selasa, 17 Januari 2012
tetanggaku
Kurasa tidak perlu aku ceritakan tentang nama dan asalku, serta
tempat dan alamatku sekarang. Usiaku sekarang sudah mendekati empat
puluh tahun, kalau dipikir-pikir seharusnya aku sudah punya anak, karena
aku sudah menikah hampir lima belas tahun lamanya. Walaupun aku tidak
begitu ganteng, aku cukup beruntung karena mendapat isteri yang
menurutku sangat cantik. Bahkan dapat dikatakan dia yang tercantik di
lingkunganku, yang biasanya menimbulkan kecemburuan para tetanggaku.
Isteriku bernama Resty. Ada satu kebiasaanku yang mungkin jarang orang
lain miliki, yaitu keinginan sex yang tinggi. Mungkin para pembaca tidak
percaya, kadang-kadang pada siang hari selagi ada tamu pun sering saya
mengajak isteri saya sebentar ke kamar untuk melakukan hal itu. Yang
anehnya, ternyata isteriku pun sangat menikmatinya. Walaupun demikian
saya tidak pernah berniat jajan untuk mengimbangi kegilaanku pada sex.
Mungkin karena belum punya anak, isteriku pun selalu siap setiap saat.
Kegilaan ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah siapa yang
mulai, kami sangat akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel,
sehingga cepat akrab dengan mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya
kira-kira sebaya denganku. Hanya isterinya, woow busyet.., selain masih
muda juga cantik dan yang membuatku gila adalah bodynya yang wah, juga
kulitnya sangat putih mulus. Mereka pun sama seperti kami, belum
mempunyai anak. Mereka pindah ke sini karena tugas baru suaminya yang
ditempatkan perusahaannya yang baru membuka cabang di kota tempatku. Aku
dan isteriku biasa memanggil mereka Mas Agus dan Mbak Rini. Selebihnya
saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh dibilang kami seperti
saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang terkadang di
teras rumahnya atau sebaliknya. Pada suatu malam, saya seperti biasanya
berkunjung ke rumahnya, setelah ngobrol panjang lebar, Agus menawariku
nonton VCD blue yang katanya baru dipinjamnya dari temannya. Aku pun
tidak menolak karena selain belum jauh malam kegiatan lainnya pun tidak
ada. Seperti biasanya, film blue tentu ceritanya itu-itu saja. Yang
membuatku kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut nonton bersama kami.
"Waduh, gimana ini Gus..? Nggak enak nih..!" "Nggak apa-apalah Mas, toh
itu tontonan kok, nggak bisa dipegang. Kalau Mas nggak keberatan, Mbak
Res diajak sekalian." katanya menyebut isteriku. Aku tersinggung juga
waktu itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa salahnya? Akhirnya aku pamit
sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal sendirian di rumah.
"Gila kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama tetangga..?" kata
isteriku ketika kuajak. Akhirnya aku malu juga sama isteriku, kuputuskan
untuk tidak kembali lagi ke rumah Agus. Mendingan langsung tidur saja
supaya besok cepat bangun. Paginya aku tidak bertemu Agus, karena sudah
lebih dahulu berangkat. Di teras rumahnya aku hanya melihat isterinya
sedang minum teh. Ketika aku lewat, dia menanyaiku tentang yang tadi
malam. Aku bilang Resty tidak mau kuajak sehingga aku langsung saja
tidur. Mataku jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir
transparan menampakkan lekuk tubuhnya yang sejak dulu menggodaku. Tapi
ah.., mereka kan tetanggaku. Tapi dasar memang pikiranku sudah tidak
beres, kutunda keberangkatanku ke kantor, aku kembali ke rumah menemui
isteriku. Seperti biasanya kalau sudah begini aku langsung menarik
isteriku ke tempat tidur. Mungkin karena sudah biasa Resty tidak banyak
protes. Yang luar biasa adalah pagi ini aku benar-benar gila. Aku
bergulat dengan isteriku seperti kesetanan. Kemaluan Resty kujilati
sampai tuntas, bahkan kusedot sampai isteriku menjerit. Edan, kok aku
sampai segila ini ya, padahal hari masih pagi.Tapi hal itu tidak
terpikirkan olehku lagi. Isteriku sampai terengah-engah menikmati apa
yang kulakukan terhadapnya. Resty langsung memegang kemaluanku dan
mengulumnya, entah kenikmatan apa yang kurasakan saat itu. Sungguh,
tidak dapat kuceritakan. "Mas.., sekarang Mas..!" pinta isteriku
memelas. Akhirnya aku mendekatkan kemaluanku ke lubang kemaluan Resty.
Dan tempat tidur kami pun ikut bergoyang. Setelah kami berdua sama-sama
tergolek, tiba-tiba isteriku bertanya, "Kok Mas tiba-tiba nafsu banget
sih..?" Aku diam saja karena malu mengatakan bahwa sebenarnya Rini lah
yang menaikkan tensiku pagi ini. Sorenya Agus datang ke rumahku,
"Sepertinya Mas punya kelainan sepertiku ya..?" tanyanya setelah kami
berbasa-basi. "Maksudmu apa Gus..?" tanyaku heran. "Isteriku tadi
cerita, katanya tadi pagi dia melihat Mas dan Mbak Resty bergulat
setelah ngobrol dengannya." Loh, aku heran, dari mana Rini nampak kami
melakukannya? Oh iya, baru kusadari ternyata jendela kamar kami saling
berhadapan. Agus langsung menambahkan, "Nggak usah malu Mas, saya juga
maniak Mas." katanya tanpa malu-malu. "Begini saja Mas," tanpa harus
memahami perasaanku, Agus langsung melanjutkan, "Aku punya ide, gimana
kalau nanti malam kita bikin acara..?" "Acara apa Gus..?" tanyaku
penasaran. "Nanti malam kita bikin pesta di rumahmu, gimana..?" "Pesta
apaan..? Gila kamu." "Pokoknya tenang aja Mas, kamu cuman nyediain makan
dan musiknya aja Mas, nanti minumannya saya yang nyediain. Kita
berempat aja, sekedar refresing ajalah Mas, kan Mas belum pernah
mencobanya..?" Malamnya, menjelang pukul 20.00, Agus bersama isterinya
sudah ada di rumahku. Sambil makan dan minum, kami ngobrol tentang masa
muda kami. Ternyata ada persamaan di antara kami, yaitu menyukai dan
cenderung maniak pada sex. Diiringi musik yang disetel oleh isteriku,
ada perasaan yang agak aneh kurasakan. Aku tidak dapat menjelaskan
perasaan apa ini, mungkin pengaruh minuman yang dibawakan Agus dari
rumahnya. Tiba-tiba saja nafsuku bangkit, aku mendekati isteriku dan
menariknya ke pangkuanku. Musik yang tidak begitu kencang terasa seperti
menyelimuti pendengaranku. Kulihat Agus juga menarik isterinya dan
menciumi bibirnya. Aku semakin terangsang, Resty juga semakin bergairah.
Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Tidak berapa lama
Resty sudah telanjang bulat, entah kapan aku menelanjanginya. Sesaat aku
merasa bersalah, kenapa aku melakukan hal ini di depan orang lain,
tetapi kemudian hal itu tidak terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah
nafsuku sudah menggelegak mengalahkan pikiran normalku. Kuperhatikan
Agus perlahan-lahan mendudukkan Rini di meja yang ada di depan kami,
mengangkat rok yang dikenakan isterinya, kemudian membukanya dengan cara
mengangkatnya ke atas. Aku semakin tidak karuan memikirkan kenapa hal
ini dapat terjadi di dalam rumahku. Tetapi itu hanya sepintas,
berikutnya aku sudah menikmati permainan itu. Rini juga tinggal hanya
mengenakan BH dan celana dalamnya saja, dan masih duduk di atas meja
dengan lutut tertekuk dan terbuka menantang. Perlahan-lahan Agus
membuka BH Rini, tampak dua bukit putih mulus menantang menyembul
setelah penutupnya terbuka. "Kegilaan apa lagi ini..?" batinku.
Seolah-olah Agus mengerti, karena selalu saya perhatikan menawarkan
bergantian denganku. Kulihat isteriku yang masih terbaring di sofa
dengan mulut terbuka menantang dengan nafas tersengal menahan nafsu yang
menggelora, seolah-olah tidak keberatan bila posisiku digantikan oleh
Agus. Kemudian kudekati Rini yang kini tinggal hanya mengenakan celana
dalam. Dengan badan yang sedikit gemetar karena memang ini pengalaman
pertamaku melakukannya dengan orang lain, kuraba pahanya yang putih
mulus dengan lembut. Sementara Agus kulihat semakin beringas menciumi
sekujur tubuh Resty yang biasanya aku lah yang melakukannya.
Perlahan-lahan jari-jemariku mendekati daerah kemaluan Rini. Kuelus
bagian itu, walau masih tertutup celana dalam, tetapi aroma khas
kemaluan wanita sudah terasa, dan bagian tersebut sudah mulai basah.
Perlahan-lahan kulepas celana dalamnya dengan hati-hati sambil
merebahkan badannya di atas meja. Nampak bulu-bulu yang belum begitu
panjang menghiasi bagian yang berada di antara kedua paha Rini ini.
"Peluklah aku Mas, tolonglah Mas..!" erang Rini seolah sudah siap untuk
melakukannya. Tetapi aku tidak melakukannya. Aku ingin memberikan
kenikmatan yang betul-betul kenikmatan kepadanya malam ini. Kutatapi
seluruh bagian tubuh Rini yang memang betul-betul sempurna. Biasanya aku
hanya dapat melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan terhalang pakaian.
Berbeda kini bukan hanya melihat, tapi dapat menikmati. Sungguh, ini
suatu yang tidak pernah terduga olehku. Seperti ingin melahapnya saja.
Kemudian kujilati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan kiriku meraba
kemaluannya yang ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu tebal.
Bagian ini terasa sangat lembut sekali, mulut kemaluannya sudah mulai
basah. Perlahan kumasukkan jari telunjukku ke dalam. "Sshh.., akh..!"
Rini menggelinjang nikmat. Kuteruskan melakukannya, kini lebih dalam dan
menggunakan dua jari, Rini mendesis. Kini mulutku menuju dua bukit
menonjol di dada Rini, kuhisap bagian putingnya, tubuh Rini bergetar
panas. Tiba-tiba tangannya meraih kemaluanku, menggenggam dengan kedua
telapaknya seolah takut lepas. Posisi Rini sekarang berbaring miring,
sementara aku berlutut, sehingga kemaluanku tepat ke mulutnya. Perlahan
dia mulai menjilati kemaluanku. Gantian badanku sekarang yang bergetar
hebat. Rini memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. Ya ampun, hampir
aku tidak sanggup menikmatinya. Luar biasa enaknya, sungguh..! Belum
pernah kurasakan seperti ini. Sementara di atas Sofa Agus dan isteriku
seperti membentuk angka 69. Resty ada di bawah sambil mengulum kemaluan
Agus, sementara Agus menjilati kemaluan Resty. Napas kami berempat
saling berkejaran, seolah-olah melakukan perjalanan panjang yang
melelahkan. Bunyi Music yang entah sudah beberapa lagu seolah menambah
semangat kami. Kini tiga jari kumasukkan ke dalam kemaluan Rini, dia
melenguh hebat hingga kemaluanku terlepas dari mulutnya. Gantian aku
sekarang yang menciumi kemaluannya. Kepalaku seperti terjepit di antara
kedua belah pahanya yang mulus. Kujulurkan lidahku sepanjang-panjangnya
dan kumasukkan ke dalam kemaluannya sambil kupermainkan di dalamnya.
Aroma dan rasanya semakin memuncakkan nafsuku. Sekarang Rini
terengah-engah dan kemudian menjerit tertahan meminta supaya aku segera
memasukkan kemaluanku ke lubangnya. Cepat-cepat kurengkuh kedua pahanya
dan menariknya ke bibir meja, kutekuk lututnya dan kubuka pahanya
lebar-lebar supaya aku dapat memasukkan kemaluanku sambil berjongkok.
Perlahan-lahan kuarahkan senjataku menuju lubang milik Rini. Ketika
kepala kemaluanku memasuki lubang itu, Rini mendesis, "Ssshh.., aahhk..,
aduh enaknya..! Terus Mas, masukkan lagi akhh..!" Dengan pasti
kumasukkan lebih dalam sambil sesekali menarik sedikit dan mendorongnya
lagi. Ada kenikmatan luar biasa yang kurasakan ketika aku melakukannya.
Mungkin karena selama ini aku hanya melakukannya dengan isteriku, kali
ini ada sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Tanganku
sekarang sudah meremas payudara Rini dengan lembut sambil mengusapnya.
Mulut Rini pun seperti megap-megap kenikmatan, segera kulumat bibir itu
hingga Rini nyaris tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap
sekuat-kuatnya hingga Rini berontak. Pelukanku semakin kuperketat,
seolah-olah tidak akan lepas lagi. Keringat sudah membasahi seluruh
tubuh kami. Agus dan isteriku tidak kuperhatikan lagi. Yang kurasakan
sekarang adalah sebuah petualangan yang belum pernah kulalui sebelumnya.
Pantatku masih naik turun di antara kedua paha Rini. Luar biasa
kemaluan Rini ini, seperti ada penyedot saja di dalamnya. Kemaluanku
seolah tertarik ke dalam. Dinding-dindingnya seperti lingkaran magnet
saja. Mata Rini merem melek menikmati permainan ini. Erangannya tidak
pernah putus, sementara helaan napasnya memburu terengah-engah.Posisi
sekarang berubah, Rini sekarang membungkuk menghadap meja sambil
memegang kedua sisi meja yang tadi tempat dia berbaring, sementara saya
dari belakangnya dengan berdiri memasukkan kemaluanku. Hal ini cukup
sulit, karena selain ukuran kemaluanku lumayan besar, lubang kemaluan
Rini juga semakin ketat karena membungkuk. Kukangkangkan kaki Rini
dengan cara melebarkan jarak antara kedua kakinya. Perlahan kucoba
memasukkan senjataku. Kali ini berhasil, tapi Rini melenguh nyaring,
perlahan-lahan kudorong kemaluanku sambil sesekali menariknya. Lubangnya
terasa sempit sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan milik Rini
membasahi lubang dan kemaluanku hingga terasa nikmat sekarang. Kembali
kudorong senjataku dan kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah,
pantatku maju mundur beraturan. Sepertinya Rini pun menikmati gaya ini.
Buah dada Rini bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti irama yang
berasal dari pantatku. Kuremas buah dada itu, kulihat Rini sudah tidak
kuasa menahan sesuatu yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin
panjang. Kecepatan pun kutambah, goyangan pinggul Rini semakin kuat.
Tubuhku terasa semakin panas. Ada sesuatu yang terdorong dari dalam yang
tidak kuasa aku menahannya. Sepertinya menjalar menuju kemaluanku. Aku
masih berusaha menahannya. Segera aku mencabut kemaluanku dan membopong
tubuh Rini ke tempat yang lebih luas dan menyuruh Rini telentang di
bentangan karpet. Secepatnya aku menindihnya sambil menekuk kedua
kakinya sampai kedua ujung lututnya menempel ke perut, sehingga kini
tampak kemaluan Rini menyembul mendongak ke atas menantangku. Segera
kumasukkan senjataku kembali ke dalam lubang kemaluan Rini. Pantatku
kembali naik turun berirama, tapi kali ini lebih kencang seperti akan
mencapai finis saja. Suara yang terdengar dari mulut Rini semakin tidak
karuan, seolah menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya.
Tiba-tiba Rini memelukku sekuat-kuatnya. Goyanganku pun semakin menjadi.
Aku pun berteriak sejadinya, terasa ada sesuatu keluar dari kemaluanku.
Rini menggigit leherku sekuat-kuatnya, segera kurebut bibirnya dan
menggigitnya sekuatnya, Rini menjerit kesakitan sambil bergetar hebat.
Mulutku terasa asin, ternyata bibir Rini berdarah, tapi seolah kami
tidak memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan berguling-guling di
lantai. Di atas sofa Agus dan isteriku ternyata juga sudah mencapai
puncaknya. Kulihat Resty tersenyum puas. Sementara Rini tidak mau
melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluannya, kedua ujung tumit kakinya
masih menekan kedua pantatku. Tidak kusadari seluruh cairan yang keluar
dari kemaluanku masuk ke liang milik Rini. Kulihat Rini tidak
memperdulikannya. Perlahan-lahan otot-ototku mengendur, dan akhirnya
kemaluanku terlepas dari kemaluan Rini. Rini tersenyum puas, walau
kelelahan aku pun merasakan kenikmatan tiada tara. Resty juga tersenyum,
hanya nampak malu-malu. Kemudian memunguti pakaiannya dan menuju kamar
mandi. Hingga saat ini peristiwa itu masih jelas dalam ingatanku. Agus
dan Rini sekarang sudah pindah dan kembali ke Jakarta. Sesekali kami
masih berhubungan lewat telepon. Mungkin aku tidak akan pernah melupakan
peristiwa itu. Pernah suatu waktu Rini berkunjung ke rumah kami,
kebetulan aku tidak ada di rumah. Dia hanya ketemu dengan isteriku.
Seandainya saja.. TAMAT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar