Selasa, 17 Januari 2012
aku kesepian
Para netters sekalian, aku ingin sekali menceritakan pengalaman hidup
masa laluku kepada anda semua, mungkin ada di antara anda yang dapat
mengobati perasaanku ini. Tetapi tolong jangan terobsesi dengan ceritaku
ini. Ceritaku ini berawal ketika di usiaku yang masih terbilang muda,
19 tahun, papaku waktu itu menjodohkan aku dengan seorang pemuda yang
usianya 10 tahun lebih tua dari aku dan katanya masih ada hubungan
saudara dengan keluarga mamaku. Memang usiaku saat itu sudah cukup
untuk berumah tangga dan wajahku juga tergolong lumayan, walaupun
badanku terlihat agak gemuk mungkin orang menyebutku bahenol, namun
kulitku putih, tidak seperti kebanyakan teman-temanku karena memang aku
dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang berdarah Cina-Sunda, papaku
Cina dan mamaku Sunda asli dari Bandung. Sehingga kadang banyak
pemuda-pemuda iseng yang mencoba merayuku. Bahkan banyak di antara
mereka yang bilang bahwa payudaraku besar dan padat berisi sehingga
banyak laki-laki yang selalu memperhatikan buah dadaku ini saja. Apalagi
bila aku memakai kaos yang agak ketat, pasti dadaku akan membumbung
tinggi dan mancung. Tetapi sampai aku duduk di kelas 3 SMA aku masih
belum memiliki pacar dan masih belum mengenal yang namanya cinta.
Sebenarnya dalam hatiku aku menolak untuk dijodohkan secepat ini, karena
sesungguhnya aku sendiri masih ingin melanjutkan sekolah sampai ke
perguruan tinggi. Namun apa daya aku sendiri tak dapat menentang
keinginan papa dan lagi memang kondisi ekonomi keluarga saat itu tidak
memungkinkan untuk terus melanjutkan sekolah sampai ke perguruan tinggi.
Karena ke-3 orang adikku yang semua laki-laki masih memerlukan biaya
yang cukup besar untuk dapat terus bersekolah. Sementara papa hanya
bekerja sebagai pegawai swasta biasa. Maka dengan berbagai bujukkan dari
keluarga terutama mamaku aku mengalah demi membahagiakan kedua
orangtuaku. Begitulah sampai hari pernikahan tiba, tidak ada hal-hal
serius yang menghalangi jalannya pernikahanku ini dengan pemuda yang
baru aku kenal kurang dari dua bulan sebelumnya. Selama proses
perkenalan kamipun tidak ada sesuatu hal yang serius yang kami bicarakan
tentang masa depan karena semua sudah diatur sebelumnya oleh keluarga
kedua belah pihak. Maka masa-masa perkenalan kami yang sangat singkat
itu hanya diisi dengan kunjungan-kunjungan rutin calon suamiku setiap
malam minggu. Itupun paling hanya satu atau dua jam saja dan biasanya
aku ditemani papa atau mama mengobrol mengenai keadaan keluarganya.
Setelah acara resepsi pernikahan selesai seperti biasanya kedua
pengantin yang berbahagia memasuki kamar pengantin untuk melaksanakan
kewajibannya. Yang disebut malam pengantin atau malam pertama tidak
terjadi pada malam itu, karena setelah berada dalam kamar aku hanya diam
dan tegang tidak tahu apa yang harus kulalukan. Maklum mungkin karena
masih terlalu lugunya aku pada waktu itu. Suamiku pada waktu itupun
rupanya belum terlalu "mahir" dengan apa yang disebut hubungan suami
istri, sehingga malam pertama kami lewatkan hanya dengan diraba-raba
oleh suami. Itupun kadang-kadang aku tolak karena pada waktu itu aku
sendiri sebenarnya merasa risih diraba-raba oleh lelaki. Apalagi oleh
lelaki yang "belum" aku cintai, karena memang aku tidak mencintai
suamiku. Pernikahan kami semata-mata atas perjodohan orang tua saja dan
bukan atas kehendakku sendiri. Barulah pada malam kedua suamiku mulai
melancarkan serangannya, ia mulai melepas bajuku satu per satu dan
mencumbu dengan menciumi kening hingga jari kaki. Mendapat serangan
seperti itu tentu saja sebagai seorang wanita yang sudah memasuki masa
pubertas akupun mulai bergairah walaupun tidak secara langsung aku
tunjukkan ke depan suamiku. Apalagi saat ia mulai menyentuh
bagian-bagian yang paling aku jaga sebelumnya, kepalaku bagaikan tak
terkendali bergerak ke kanan ke kiri menahan nikmat sejuta rasa yang
belum pernah kurasakan sebelumnya. Kemaluanku mulai mengeluarkan cairan
dan sampai membasahi rambut yang menutupi vaginaku. Suamiku semakin
bersemangat menciumi puting susu yang berwarna merah muda kecoklatan dan
tampak bulat mengeras mungkin karena pada saat itu aku pun sudah mulai
terangsang. Aku sudah tidak ingat lagi berapa kali ia menjilati
klitorisku pada malam itu, sampai aku tak kuasa menahan nikmatnya
permainan lidah suamiku menjilati klitoris dan aku pun orgasme dengan
menyemburkan cairan hangat dari dalam vaginaku ke mulutnya. Dengan
perasaan tidak sabar, kubuka dan kuangkat lebar kakiku sehingga akan
terlihat jelas oleh suamiku lubang vagina yang kemerahan dan basah ini.
Atas permintaan suami kupegang batang kemaluannya yang besar dan keras
luar biasa menurutku pada waktu itu. Perlahan-lahan kutuntun kepala
kemaluannya menyentuh lubang vaginaku yang sudah basah dan licin ini.
Rasa nikmat yang luar biasa kurasakan saat kepala penis suamiku
menggosok-gosok bibir vaginaku ini. Dengan sedikit mendorong pantatnya
suamiku berhasil menembus keperawananku, diikuti rintihanku yang
tertahan. Untuk pertama kalinya vaginaku ini dimasuki oleh penis
laki-laki dan anehnya tidak terasa sakit seperti yang seringkali aku
dengar dari teman-temanku yang baru menikah dan menceritakan pengalaman
malam pertama mereka. Memang ada sedikit rasa sakit yang menyayat pada
saat kepala penis itu mulai menyusup perlahan masuk ke dalam vaginaku
ini, tetapi mungkin karena pada waktu itu aku pun sangat bergairah
sekali sehingga aku sudah tidak perduli lagi dengan rasa sakitnya.
Apalagi saat suamiku mulai menggosok-gosokkan batang penisnya itu di
dalam vaginaku, mataku terpejam dan kepalaku hanya menengadah ke atas,
menahan rasa geli dan nikmat yang tidak dapat aku ceritakan di sini.
Sementara kedua tanganku memegang tepian ranjang yang berada di atas
kepalaku. Semakin lama goyangan pinggul suamiku semakin cepat diikuti
dengan desahan nafasnya yang memburu membuat nafsuku makin menggebu.
Sesekali terdengar suara decak air atau becek dari lubang vaginaku yang
sedang digesek-gesek dengan batang penis suamiku yang besar, yang
membuatku semakin cepat mencapai orgasme yang kedua. Sementara suami
masih terus berpacu untuk mencapai puncak kenikmatannya, aku sudah dua
kali orgasme dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sampai akhirnya
suamiku pun menahan desahannya sambil menyemburkan cairan yang hangat
dan kental dari kepala penisnya di dalam lubang vaginaku ini.
Belakangan baru aku ketahui cairan itu yang disebut dengan sperma,
maklum dulu aku tergolong gadis yang kurang gaul jadi untuk hal-hal atau
istilah-istilah seperti itu aku tidak pernah tahu. Cairan sperma
suamiku pun mengalir keluar dari mulut vaginaku membasahi sprei dan
bercampur dengan darah keperawananku. Kami berdua terkulai lemas, namun
masih sempat tanganku meraba-raba bibir vagina untuk memuaskan hasrat
dan gairahku yang masih tersisa. Dengan menggosok-gosok klitoris yang
masih basah, licin dan lembut oleh sperma suamiku, aku pun mencapai
orgasme untuk yang ketiga kalinya. Luar biasa memang sensasi yang aku
rasakan pada saat malam pengantin itu, dan hal seperti yang aku
ceritakan di atas terus berlanjut hampir setiap malam selama beberapa
bulan. Dan setiap kali kami melakukannya aku selalu merasa tidak pernah
puas dengan suami yang hanya mampu melakukannya sekali. Aku
membutuhkannya lebih dari sekali dan selalu menginginkannya setiap hari.
Entah apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku sehingga aku tidak
pernah bisa membendung gejolak nafsuku. Padahal sebelum aku menikah
tidak pernah kurasakan hal ini apalagi sampai menginginkannya terus
menerus. Mungkinkah aku termasuk dalam golongan yang namanya hypersex
itu? Setelah 2 tahun kami menikah aku bercerai dengan suamiku, karena
semakin hari suamiku semakin jarang ada di rumah, karena memang
sehari-harinya ia bekerja sebagai manajer marketing di sebuah perusahaan
swasta sehingga sering sekali ia keluar kota dengan alasan urusan
kantor. Dan tidak lama terdengar berita bahwa ia memiliki istri
simpanan. Yang lebih menyakitkan sehingga aku minta diceraikan adalah
istri simpanannya itu adalah bekas pacarnya yang dulu, ternyata selama
ini dia pun menikah denganku karena dipaksa oleh orang tuanya dan bukan
karena rasa cinta. Tak rela berbagi suami dengan wanita lain, akhirnya
aku resmi diceraikan suamiku. Sakit memang hati ini seperti diiris-iris
mendengar pengakuan suami tentang istri simpanannya itu, dengan terus
terang dia mengatakan bahwa dia lebih mencintai istri simpanannya yang
sebetulnya memang bekas pacarnya. Apalagi katanya istri simpanan suamiku
itu selalu dapat membuat dirinya bahagia di atas ranjang, tidak seperti
diriku ini yang selalu hanya minta dipuaskan tetapi tidak bisa
memuaskan keinginan suamiku, begitu katanya. Lima tahun sudah aku hidup
menjanda, dan kini aku tinggal sendiri dengan mengontrak sebuah rumah
di pinggiran kota Jakarta. Beruntung aku mendapat pekerjaan yang agak
lumayan di sebuah perusahaan swasta sehingga aku dapat menghidupi diriku
sendiri. Belakangan ini setiap malam aku tidak dapat tidur dengan
nyenyak, sering aku baru bisa tertidur pulas di atas jam 03.00 pagi.
Mungkin dikarenakan pikiranku yang sering ngelantur belakangan ini.
Sering aku melamun dan membayangkan saat-saat indah bersama suamiku
dulu. Terkadang sering pula aku membayangkan diriku bermesraan dengan
seorang teman kerjaku, sehingga setiap malam hanya onani saja yang dapat
kulakukan. Tidak ada keberanian untuk menceritakan hal ini kepada orang
lain apalagi pada teman-teman kerjaku, bisa-bisa aku diberi julukkan
yang tidak baik di kantor. Hanya dengan tanganku ini kuelus-elus bibir
vaginaku setiap malam sambil membayangkan bercumbu dengan seorang
laki-laki, terkadang juga kumasukkan jari telunjukku agar aku dapat
lebih merasakan kenikmatan yang pernah kualami dulu. Para netters
sekalian, aku memberanikan diri menceritakan hal seperti di atas kepada
Anda semua mungkin karena didorong oleh perasaan yang sangat tak
tertahankan lagi saat ini. Dan mungkin ada di antara anda yang dapat
membantu dan mungkin akan menjadi jodohku kelak. Aku harap Anda tidak
hanya terobsesi dengan ceritaku di atas. TAMAT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar