Selasa, 17 Januari 2012
ongkos nilai
Dengan langkah ragu-ragu aku mendekati ruang dosen di mana Pak Hr
berada.“Winda…”, sebuah suara memanggil.“Hei Ratna!”.“Ngapain kau
cari-cari dosen killer itu?”, Ratna itu bertanya heran.“Tau nih, aku mau
minta ujian susulan, sudah dua kali aku minta diundur terus, kenapa
ya?”.“Idih jahat banget!”.“Makanya, aku takut nanti di raport merah,
mata kuliah dia kan penting!, tauk nih, bentar ya aku masuk
dulu!”.“He-eh deh, sampai nanti!” Ratna berlalu.Dengan memberanikan diri
aku mengetuk pintu.“Masuk…!”, Sebuah suara yang amat ditakutinya
menyilakannya masuk.“Selamat siang pak!”.“Selamat siang, kamu siapa?”,
tanyanya tanpa meninggalkan pekerjaan yang sedang dikerjakannya.“Saya
Winda…!”.“Aku..? Oh, yang mau minta ujian lagi itu ya?”.“Iya benar
pak.”“Saya tidak ada waktu, nanti hari Mminggu saja kamu datang ke rumah
saya, ini kartu nama saya”, Katanya acuh tak acuh sambil menyerahkan
kartu namanya.“Ada lagi?” tanya dosen itu.“Tidak pak, selamat
siang!”“Selamat siang!”.Dengan lemas aku beranjak keluar dari ruangan
itu. Kesal sekali rasanya, sudah belajar sampai larut malam, sampai di
sini harus kembali lagi hari Minggu, huh! Mungkin hanya akulah yang hari
Minggu masih berjalan sambil membawa tas hendak kuliah. Hari ini aku
harus memenuhi ujian susulan di rumah Pak Hr, dosen berengsek itu.Rumah
Pak Hr terletak di sebuah perumahan elite, di atas sebuah bukit, agak
jauh dari rumah-rumah lainnya. Belum sempat memijit Bel pintu sudah
terbuka, Seraut wajah yang sudah mulai tua tetapi tetap segar
muncul.“Ehh…! Winda, ayo masuk!”, sapa orang itu yang tak lain adalah
pak Hr sendiri.“Permisi pak! Ibu mana?”, tanyaku berbasa-basi.“Ibu
sedang pergi dengan anak-anak ke rumah neneknya!”, sahut pak Hr
ramah.“Sebentar ya…”, katanya lagi sambil masuk ke dalam ruangan.Tumben
tidak sepeti biasanya ketika mengajar di kelas, dosen ini terkenal
paling killer.Rumah Pak Hr tertata rapi. Dinding ruang tamunya bercat
putih. Di sudut ruangan terdapat seperangkat lemari kaca temapat
tersimpan berbagai barang hiasan porselin. Di tengahnya ada hamparan
permadani berbulu, dan kursi sofa kelas satu.“Gimana sudah siap?”, tanya
pak Hr mengejutkan aku dari lamunannya.“Eh sudah pak!”“Sebenarnya…,
sebenarnya Winda tidak perlu mengikuti ulang susulan kalau…,
kalau…!”“Kalau apa pak?”, aku bertanya tak mengerti. Belum habis
bicaranya, Pak Hr sudah menuburuk tubuhku.“Pak…, apa-apaan ini?”,
tanyaku kaget sambil meronta mencoba melepaskan diri.“Jangan
berpura-pura Winda sayang, aku membutuhkannya dan kau membutuhkan nilai
bukan, kau akan kululuskan asalkan mau melayani aku!”, sahut lelaki itu
sambil berusaha menciumi bibirku.Serentak Bulu kudukku berdiri. Geli,
jijik…, namun detah dari mana asalnya perasaan hasrat menggebu-gebu juga
kembali menyerangku. Ingin rasanya membiarkan lelaki tua ini berlaku
semaunya atas diriku. Harus kuakui memang, walaupun dia lebih pantas
jadi bapakku, namun sebenarnya lelaki tua ini sering membuatku
berdebar-debar juga kalau sedang mengajar. Tapi aku tetap berusaha
meronta-ronta, untuk menaikkan harga diriku di mata Pak Hr.“Lepaskan…,
Pak jangan hhmmpppff…!”, kata-kataku tidak terselesaikan karena terburu
bibirku tersumbat mulut pak Hr.Aku meronta dan berhasil melepaskan diri.
Aku bangkit dan berlari menghindar. Namun entah mengapa aku justru
berlari masuk ke sebuah kamar tidur. Kurapatkan tubuhku di sudut ruangan
sambil mengatur kembali nafasku yang terengah-engah, entah mengapa
birahiku sedemikian cepat naik. Seluruh wajahku terasa panas, kedua
kakikupun terasa gemetar.Pak Hr seperti diberi kesempatan emas. Ia
berjalan memasuki kamar dan mengunci pintunya. Lalu dengan perlahan ia
mendekatiku. Tubuhku bergetar hebat manakala lelaki tua itu mengulurkan
tangannya untuk merengkuh diriku. Dengan sekali tarik aku jatuh ke
pelukan Pak Hr, bibirku segera tersumbat bibir laki-laki tua itu. Terasa
lidahnya yang kasap bermain menyapu telak di dalam mulutku. Perasaanku
bercampur aduk jadi satu, benci, jijik bercampur dengan rasa ingin
dicumbui yang semakin kuat hingga akhirnya akupun merasa sudah kepalang
basah, hati kecilku juga menginginkannya. Terbayang olehku saat-saat aku
dicumbui seperti itu oleh Aldy, entah sedang di mana dia sekarang. aku
tidak menolak lagi. bahkan kini malah membalas dengan hangat.Merasa
mendapat angin kini tangan Pak Hr bahkan makin berani menelusup di balik
blouse yang aku pakai, tidak berhenti di situ, terus menelup ke balik
beha yang aku pakai.Jantungku berdegup kencang ketika tangan laki-laki
itu meremas-remas gundukan daging kenyal yang ada di dadaku dengan
gemas. Terasa benar, telapak tangannya yang kasap di permukaan buah
dadaku, ditingkahi dengan jari-jarinya yang nakal mepermainkan puting
susuku. Gemas sekali nampaknya dia. Tangannya makin lama makin kasar
bergerak di dadaku ke kanan dan ke kiri.Setelah puas, dengan tidak
sabaran tangannya mulai melucuti pakaian yang aku pakai satu demi satu
hingga berceceran di lantai. Hingga akhirnya aku hanya memakai secarik
G-string saja. Bergegas pula Pak Hr melucuti kaos oblong dan sarungnya.
Di baliknya menyembul batang penis laki-laki itu yang telah menegang,
sebesar lengan Bayi.Tak terasa aku menjerit ngeri, aku belum pernah
melihat alat vital lelaki sebesar itu. Aku sedikit ngeri. Bisa jebol
milikku dimasuki benda itu. Namun aku tak dapat menyembunyikan
kekagumanku. Seolah ada pesona tersendiri hingga pandangan mataku terus
tertuju ke benda itu. Pak Hr berjalan mendekatiku, tangannya meraih
kunciran rambutku dan menariknya hingga ikatannya lepas dan rambutku
bebas tergerai sampai ke punggung.“Kau Cantik sekali Winda…”, gumam pak
Hr mengagumi kecantikanku.Aku hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar
pujian itu.Dengan lembut Pak Hr mendorong tubuhku sampai terduduk di
pinggir kasur. Lalu ia menarik G-string, kain terakhir yang menutupi
tubuhku dan dibuangnya ke lantai. Kini kami berdua telah telanjang
bulat. Tanpa melepaskan kedua belah kakiku, bahkan dengan gemas ia
mementangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar
memandang daerah di sekitar selangkanganku. Nafas laki-laki itu demikian
memburu.Tak lama kemudian Pak membenamkan kepalanya di situ. Mulut dan
lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kemaluanku yang tertutup
rambut lebat itu. Aku memejamkan mata, oohh, indahnya, aku sungguh
menikmatinya, sampai-sampai tubuhku dibuat menggelinjang-gelinjang
kegelian.“Pak…!”, rintihku memelas.“Pak…, aku tak tahan lagi…!”, aku
memelas sambil menggigit bibir. Sungguh aku tak tahan lagi mengalamai
siksaan birahi yang dilancarkan Pak Hr. Namun rupanya lelaki tua itu
tidak peduli, bahkan senang melihat aku dalam keadaan demikian. Ini
terlihat dari gerakan tangannya yang kini bahkan terjulur ke atas
meremas-remas payudaraku, tetapi tidak menyudahi perbuatannya. Padahal
aku sudah kewalahan dan telah sangat basah kuyup.“Paakk…, aakkhh…!”, aku
mengerang keras, kakinya menjepit kepala Pak Hr melampiaskan derita
birahiku, kujambak rambut Pak Hr keras-keras. Kini aku tak peduli lagi
bahwa lelaki itu adalah dosen yang aku hormati. Sungguh lihai laki-laki
ini membangkitkan gairahku. aku yakin dengan nafsunya yang sebesar itu
dia tentu sangat berpengalaman dalam hal ini, bahkan sangat mungkin
sudah puluhan atau ratusan mahasiswi yang sudah digaulinya. Tapi apa
peduliku?Tiba-tiba Pak Hr melepaskan diri, lalu ia berdiri di depanku
yang masih terduduk di tepi ranjang dengan bagian bawah perutnya persis
berada di depan wajahku. aku sudah tahu apa yang dia mau, namun tanpa
sempat melakukannya sendiri, tangannya telah meraih kepalaku untuk
dibawa mendekati kejantanannya yang aduh mak.., Sungguh besar itu.Tanpa
melawan sama sekali aku membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu kukulum
sekalian alat vital Pak Hr ke dalam mulutku hingga membuat lelaki itu
melek merem keenakan. Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit
batangnya saja ke dalam mulutku. Itupun sudah terasa penuh. Aku hampir
sesak nafas dibuatnya. Aku pun bekerja keras, menghisap, mengulum serta
mempermainkan batang itu keluar masuk ke dalam mulutku. Terasa benar
kepala itu bergetar hebat setiap kali lidahku menyapu kepalanya.Beberapa
saat kemudian Pak Hr melepaskan diri, ia membaringkan aku di tempat
tidur dan menyusul berbaring di sisiku, kaki kiriku diangkat disilangkan
di pinggangnya. Lalu Ia berusaha memasuki tubuhku belakang. Ketika itu
pula kepala penis Pak Hr yang besar itu menggesek clitoris di liang
senggamaku hingga aku merintih kenikmatan. Ia terus berusaha menekankan
miliknya ke dalam milikku yang memang sudah sangat basah. Pelahan-lahan
benda itu meluncur masuk ke dalam milikku.Dan ketika dengan kasar dia
tiba-tiba menekankan miliknya seluruhnya amblas ke dalam diriku aku tak
kuasa menahan diri untuk tidak memekik. Perasaan luar biasa bercampur
sedikit pedih menguasai diriku, hingga badanku mengejang beberapa
detik.Pak Hr cukup mengerti keadaan diriku, ketika dia selesai masuk
seluruhnya dia memberi kesempatan padaku untuk menguasai diri beberapa
saat. Sebelum kemudian dia mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan
kemudian makin lama makin cepat.Aku sungguh tak kuasa untuk tidak
merintih setiap Pak Hr menggerakkan tubuhnya, gesekan demi gesekan di
dinding dalam liang senggamaku sungguh membuatku lupa ingatan. Pak Hr
menyetubuhi aku dengan cara itu. Sementara bibirnya tak hentinya melumat
bibir, tengkuk dan leherku, tangannya selalu meremas-remas payudaraku.
Aku dapat merasakan puting susuku mulai mengeras, runcing dan kaku.Aku
bisa melihat bagaimana batang penis lelaki itu keluar masuk ke dalam
liang kemaluanku. Aku selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk ke
dalam. Milikku hampir tidak dapat menampung ukuran Pak Hr yang super
itu, dan ini makin membuat Pak Hr tergila-gila.Tidak sampai di situ,
beberapa menit kemudian Pak Hr membalik tubuhku hingga menungging di
hadapannya. Ia ingin pakai doggy style rupanya. Tangan lelaki itu kini
lebih leluasa meremas-remas kedua belah payudara aku yang kini
menggantung berat ke bawah. Sebagai seorang wanita aku memiliki daya
tahan alami dalam bersetubuh. Tapi bahkan kini aku kewalahan menghadapi
Pak Hr. Laki-laki itu benar-benar luar biasa tenaganya. Sudah hampir
setengah jam ia bertahan. Aku yang kini duduk mengangkangi tubuhnya
hampir kehabisan nafas.Kupacu terus goyangan pinggulku, karena aku
merasa sebentar lagi aku akan memperolehnya. Terus…, terus…, aku tak
peduli lagi dengan gerakanku yang brutal ataupun suaraku yang
kadang-kadang memekik menahan rasa luar biasa itu. Dan ketika klimaks
itu sampai, aku tak peduli lagi…, aku memekik keras sambil menjambak
rambutnya. Dunia serasa berputar. Sekujur tubuhku mengejang. Sungguh
hebat rasa yang kurasakan kali ini. Sungguh ironi memang, aku
mendapatkan kenikmatan seperti ini bukan dengan orang yang aku sukai.
Tapi masa bodohlah.Berkali-kali kuusap keringat yang membasahi dahiku.
Pak Hr kemudian kembali mengambil inisiatif. kini gantian Pak Hr yang
menindihi tubuhku. Ia memacu keras untuk mencapai klimaks. Desah
nafasnya mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goyangan
pinggulnya pun semakin cepat dan kasar. Peluhnya sudah penuh membasahi
sekujur tubuhnya dan tubuhku. Sementara kami terus berpacu. Sungguh
hebat laki-laki ini. Walaupun sudah berumur tapi masih bertahan segitu
lama. Bahkan mengalahkan semua cowok-cowok yang pernah tidur denganku,
walaupun mereka rata-rata sebaya denganku.Namun beberapa saat kemudian,
Pak Hr mulai menggeram sambil mengeretakkan giginya. Tubuh lelaki tua
itu bergetar hebat di atas tubuhku. Penisnya menyemburkan cairan kental
yang hangat ke dalam liang kemaluanku dengan derasnya.Beberapa saat
kemudian, perlahan-lahan kami memisahkan diri. Kami terbaring kelelahan
di atas kasur itu. Nafasku yang tinggal satu-satu bercampur dengan bunyi
nafasnya yang berat. Kami masing-masing terdiam mengumpulkan tenaga
kami yang sudah tercerai berai.Aku sendiri terpejam sambil mencoba
merasakan kenikmatan yang baru saja aku alami di sekujur tubuhku ini.
Terasa benar ada cairan kental yang hangat perlahan-lahan meluncur masuk
ke dalam liang vaginaku. Hangat dan sedikit gatal menggelitik.Bagian
bawah tubuhku itu terasa benar-benar banjir, basah kuyub. Aku
menggerakkan tanganku untuk menyeka bibir bawahku itu dan tanganku pun
langsung dipenuhi dengan cairan kental berwarna putih susu yang
berlepotan di sana.“Bukan main Winda, ternyata kau pun seperti kuda
liar!” kata Pak Hr penuh kepuasan. Aku yang berbaring menelungkup di
atas kasur hanya tersenyum lemah. aku sungguh sangat kelelahan,
kupejamkan mataku untuk sejenak beristirahat. Persetan dengan tubuhku
yang masih telanjang bulat.Pak Hr kemudian bangkit berdiri, ia menyulut
sebatang rokok. Lalu lelaki tua itu mulai mengenakan kembali pakaiannya.
Aku pun dengan malas bangkit dan mengumpulkan pakaiannya yang
berserakan di lantai.Sambil berpakaian ia bertanya, “Bagaimana dengan
ujian saya pak?”.“Minggu depan kamu dapat mengambil hasilnya”, sahut
laki-laki itu pendek.“Kenapa tidak besok pagi saja?”, protes aku tak
puas.“Aku masih ingin bertemu kamu, selama seminggu ini aku minta agar
kau tidak tidur dengan lelaki lain kecuali aku!”, jawab Pak Hr.Aku
sedikit terkejut dengan jawabannya itu. Tapi akupun segera dapat
menguasai keadaanku. Rupanya dia belum puas dengan pelayanan
habis-habisanku barusan.“Aku tidak bisa janji!”, sahutku seenaknya
sambil bangkit berdiri dan keluar dari kamar mencari kamar mandi. Pak Hr
hanya mampu terbengong mendengar jawabanku yang seenaknya itu.Aku
sedang berjalan santai meninggalkan rumah pak Hr, ini pertemuanku yang
ketiga dengan laki-laki itu demi menebus nilai ujianku yang selalu
jeblok jika ujian dengan dia. Mungkin malah sengaja dibuat jeblok biar
dia bisa main denganku. Dasar…, namun harus kuakui, dia laki-laki hebat,
daya tahannya sungguh luar biasa jika dibandingkan dengan usianya yang
hapir mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi hingga sore hari ini
dia masih sanggup menggarapku tiga kali, sekali di ruang tengah begitu
aku datang, dan dua kali di kamar tidur. Aku sempat terlelap sesudahnya
beberapa jam sebelum membersihkan diri dan pulang. Berutung kali ini,
aku bisa memaksanya menandatangani berkas ujian susulanku.“Masih ada
mata kuliah Pengantar Berorganisasi dan Kepemimpinan”, katanya sambil
membubuhkan nilai A di berkas ujianku.“Selama bapak masih bisa memberiku
nilai A”, kataku pendek.“Segeralah mendaftar, kuliah akan dimulai
minggu depan!”.“Terima kasih pak!” kataku sambil tak lupa memberikan
senyum semanis mungkin.“Winda!” teriakan seseorang mengejutkan
lamunanku. Aku menoleh ke arah sumber suara tadi yang aku perkirakan
berasal dari dalam mobil yang berjalan perlahan menghampiriku. Seseorang
membuka pintu mobil itu, wajah yang sangat aku benci muncul dari balik
pintu Mitsubishi Galant keluaran tahun terakhir itu.“Masuklah
Winda…”.“Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan sendiri koq!”, Aku masih
mencoba menolak dengan halus.“Ayolah, masa kau tega menolak ajakanku,
padahal dengan pak Hr saja kau mau!”.Aku tertegun sesaat, Bagai disambar
petir di siang bolong.“Da…,Darimana kau tahu?”.“Nah, jadi benar kan…,
padahal aku tadi hanya menduga-duga!”“Sialan!”, Aku mengumpat di dalam
hati, harusnya tadi aku bersikap lebih tenang, aku memang selalu nervous
kalau ketemu cowok satu ini, rasanya ingin buru-buru pergi dari
hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya yang memang seram itu.Seperti
tipikal orang Indonesia bagian daerah paling timur, cowok ini hitam
tinggi besar dengan postur sedikit gemuk, janggut dan cambang yang tidak
pernah dirapikan dengan rambut keritingnya yang dipelihara panjang
ditambah dengan caranya memakai kemeja yang tidak pernah dikancingkan
dengan benar sehingga memamerkan dadanya yang penuh bulu. Dengan
asesoris kalung, gelang dan cincin emas, arloji rolex yang dihiasi
berlian…, cukup menunjukkan bahwa dia ini orang yang memang punya duit.
Namun, aku menjadi muak dengan penampilan seperti itu.Dino memang salah
satu jawara di kampus, anak buahnya banyak dan dengan kekuatan uang
serta gaya jawara seperti itu membuat dia menjadi salah satu momok yang
paling menakutkan di lingkungan kampus. Dia itu mahasiswa lama, dan
mungkin bahkan tidak pernah lulus, namun tidak ada orang yang berani
mengusik keberadaannya di kamus, bahkan dari kalangan akademik
sekalipun.“Gimana? Masih tidak mau masuk?”, tanya dia setengah
mendesak.Aku tertegun sesaat, belum mau masuk. Aku memang sangat tidak
menyukai laki-laki ini, Tetapi kelihatannya aku tidak punya pilihan
lain, bisa-bisa semua orang tahu apa yang kuperbuat dengan pak Hr, dan
aku sungguh-sungguh ingin menjaga rahasia ini, terutama terhadap Erwin,
tunanganku. Namun saat ini aku benar benar terdesak dan ingin segera
membiarkan masalah ini berlalu dariku. Makanya tanpa pikir panjang aku
mengiyakan saja ajakannya.Dino tertawa penuh kemenangan, ia lalu
berbicara dengan orang yang berada di sebelahnya supaya berpindah ke jok
belakang. Aku membanting pantatku ke kursi mobil depan, dan pemuda itu
langsung menancap gas. Sambil nyengir kuda. Kesenangan.“Ke mana kita?”,
tanyaku hambar.“Lho? Mestinya aku yang harus tanya, kau mau ke mana?”,
tanya Dino pura-pura heran.“Sudahlah Dino, tak usah berpura-pura lagi,
kau mau apa?”, Suaraku sudah sedemikian pasrahnya. Aku sudah tidak mau
berpikir panjang lagi untuk meminta dia menutup-nutupi perbuatanku.
Orang yang duduk di belakangku tertawa.“Rupanya dia cukup mengerti apa
kemauanmu Dino!”, Dia berkomentar.“Ah, diam kau Maki!” Rupanya orang itu
namanya Maki, orang dengan penampilan hampir mirip dengan Dino kecuali
rambutnya yang dipotong crew-cut.“Bagaimana kalau ke rumahku saja? Aku
sangat merindukanmu Winda!”, pancing Dino.“Sesukamulah…!”, Aku tahu
benar memang itu yang diinginkannya.Dino tertawa penuh kemenangan.Ia
melarikan mobilnya makin kencang ke arah sebuah kompleks perumahan. Lalu
mobil yang ditumpangi mereka memasuki pekarangan sebuah rumah yang
cukup besar. Di pekarangan itu sudah ada 2 buah mobil lain, satu
Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota Great Corolla namun keduanya
kelihatan diparkir sekenanya tak beraturan.Interior depan rumah itu
sederhana saja. Cuma satu stel sofa, sebuah rak perabotan pecah belah.
Tak lebih. Dindingnya polos. Demikian juga tempok ruang tengah. Terasa
betapa luas dan kosongnya ruangan tengah itu, meski sebuah bar dengan
rak minuman beraneka ragam terdapat di sudut ruangan, menghadap ke taman
samping. Sebuah stereo set terpasang di ujung bar. Tampaknya baru saja
dimatikan dengan tergesa-gesa. Pitanya sebagian tergantung keluar.Dari
pintu samping kemudian muncul empat orang pemuda dan seorang gadis, yang
jelas-jelas masih menggunakan seragam SMU. Mereka semua mengeluarkan
suara setengah berbisik. Keempat orang laki-laki itu, tiga orang
sepertinya sesuku dengan Dino atau sebangsanya, sedangkan yang satu lagi
seperti bule dengan rambutnya yang gondrong. Sementara si gadis
berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang hitam
lurus dan panjang tergerai sampai ke pinggang, ia memakai bandana lebar
di kepalanya dengan poni tebal menutupi dahinya. Wajahnya yang oval dan
bermata sipit menandakan bahwa ia keturunan Cina atau sebangsanya. Harus
kuakui dia memang cantik, seperti bintang film drama Mandarin. Berbeda
dengan penampilan ketiga laki-laki itu, gadis ini kelihatannya bukan
merupakan gerombolan mereka, dilihat dari tampangnya yang masih lugu. Ia
masih mengenakan seragam sebuah sekolah Katolik yang langsung bisa aku
kenali karena memang khas. Namun entah mengapa dia bisa bergaul dengan
orang-orang ini.Dino bertepuk tangan. Kemudian memperkenalkan diriku
dengan mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal orang sebangsa Dino, Tito
berbadan tambun dan yang bule namanya Marchell, sementara gadis SMU itu
bernama Shelly. Mereka semua yang laki-laki memandang diriku dengan mata
“lapar” membuat aku tanpa sadar menyilangkan tangan di depan dadaku,
seolah-olah mereka bisa melihat tubuhku di balik pakaian yang aku
kenakan ini.Tampak tak sabaran Dino menarik diriku ke loteng. Langsung
menuju sebuah kamar yang ada di ujung. Kamar itu tidak berdaun pintu,
sebenarnya lebih tepat disebut ruang penyangga antara teras dengan
kamar-kamar yang lain Sebab di salah satu ujungnya merupakan pintu
tembusan ke ruang lain.Di sana ada sebuah kasur yang terhampar begitu
saja di lantai kamar. Dengan sprei yang sudah acak-acakan. Di sudut
terdapat dua buah kursi sofa besar dan sebuah meja kaca yang mungil. Di
bawahnya berserakan majalah-majalah yang cover depannya saja bisa
membuat orang merinding. Bergambar perempuan-perempuan telanjang.Aku
sadar bahkan sangat sadar, apa yang dimaui Dino di kamar ini. Aku
beranjak ke jendela. Menutup gordynnya hingga ruangan itu kelihatan
sedikit gelap. Namun tak lama, karena kemudian Dino menyalakan lampu.
Aku berputar membelakangi Dino, dan mulai melucuti pakaian yang aku
kenakan. Dari blouse, kemudian rok bawahanku kubiarkan meluncur bebas ke
mata kakiku. Kemudian aku memutar balik badanku berbalik menghadap
Dino.Betapa terkejutnya aku ketika aku berbalik, ternyata di hadapanku
kini tidak hanya ada Dino, namun Maki juga sedang berdiri di situ sambil
cengengesan. Dengan gerakan reflek, aku menyambar blouseku untuk
menutupi tubuhku yang setengah telanjang. Melihat keterkejutanku, kedua
laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak.“Ayolah Winda, Toh engkau
juga sudah sering memperlihatkan tubuh telanjangmu kepada beberapa
laki-laki lain?”.“Kurang ajar kau Dino!” Aku mengumpat sekenanya.Wajah
laki-laki itu berubah seketika, dari tertawa terbahak-bahak menjadi
serius, sangat serius. Dengan tatapan yang sangat tajam dia berujar,
“Apakah engkau punya pilihan lain? Ayolah, lakukan saja dan sesudah
selesai kita boleh melupakan kejadian ini.”Aku tertegun, melayani dua
orang sekaligus belum pernah aku lakukan sebelumnya. Apalagi orang-orang
yang bertampang seram seperti ini. Tapi seperti yang dia bilang, aku
tak punya pilihan lain. Seribu satu pertimbangan berkecamuk di kepalaku
hingga membuat aku pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai gemetaran, terasa
sekali lututku lemas sepertinya aku sudah kehabisan tenaga karena
digilir mereka berdua, padahal mereka sama sekali belum
memulainya.Akhirnya, dengan sangat berat aku menggerakkan kedua tangan
ke arah punggungku di mana aku bisa meraih kaitan BH yang aku pakai.
Baju yang tadi aku pakai untuk menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya
terjatuh ke lantai. Dengan sekali sentakan halus BH-ku telah terlepas
dan meluncur bebas dan sebelum terjatuh ke lantai kulemparkan benda itu
ke arah Dino yang kemudian ditangkapnya dengan tangkas. Ia mencium
bagian dalam mangkuk bra-ku dengan penuh perasaan.“Harum!”, katanya.Lalu
ia seperti mencari-cari sesuatu dari benda itu, dan ketika ditemukannya
ia berhenti.“36B!”, katanya pendek.Rupanya ia pingin tahu berapa ukuran
dadaku ini.“BH-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi isinya!”,
katanya seraya memberikan BH itu kepada Maki sehingga laki-laki itu juga
ikut-ikutan menciumi benda itu. Namun demikian mata mereka tak pernah
lepas menatap belahan payudaraku yang kini tidak tertutup apa-apa
lagi.Aku kini hanya berdiri menunggu, dan tanpa diminta Dino melangkah
mendekatiku. Ia meraih kepalaku. Tangannya meraih kunciran rambut dan
melepaskannya hingga rambutku kini tergerai bebas sampai ke
punggung.“Nah, dengan begini kau kelihatan lebih cantik!”Ia terus
berjalan memutari tubuhku dan memelukku dari belakang. Ia sibakkan
rambutku dan memindahkannya ke depan lewat pundak sebelah kiriku,
sehingga bagian punggung sampai ke tengkukku bebas tanpa penghalang.
Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke tengkuk belakangku. Lidahnya menjelajah
di sekitar leher, tengkuk kemudian naik ke kuping dan menggelitik di
sana. Kedua belah tangannya yang kekar dan berbulu yang tadi memeluk
pinggangku kini mulai merayap naik dan mulai meremas-remas kedua belah
payudaraku dengan gemas. Aku masih menanggapinya dengan dingin dengan
tidak bereaksi sama sekali selain memejamkan mataku.Dino rupanya tidak
begitu suka aku bersikap pasif, dengan kasar ia menarik wajahku hingga
bibirnya bisa melumat bibirku. Aku hanya berdiam diri saja tak
memberikan reaksi. Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha
masuk ke dalam mulutku, dan ketika berhasil lidahnya bergerak bebas
menjilati lidahku hingga secara tak sengaja lidahkupun
meronta-ronta.Sambil memejamkan mata aku mencoba untuk menikmati
perasaan itu dengan utuh. Tak ada gunanya aku menolak, hal itu akan
membuatku lebih menderita lagi. Dengan kuluman lidah seperti itu,
ditingkahi dengan remasan-remasan telapak tangannya di payudaraku sambil
sekali-sekali ibu jari dan telunjuknya memilin-milin puting susuku,
pertahananku akhirnya bobol juga. Memang, aku sudah sangat terbiasa dan
sangat terbuai dengan permaian seperti ini hingga dengan mudahnya Dino
mulai membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aku mulai memberanikan
menggerakkan tangan meremas kepala Dino yang berada di belakangku.
Sementara dengan ekor mataku aku melihat Maki beranjak berjalan menuju
sofa dan duduk di sana, sambil pandangan matanya tidak pernah lepas dari
kami berdua.Mungkin karena merasa sudah menguasai diriku, ciuman Dino
terus merambat turun ke leherku, menghisapnya hingga aku menggelinjang.
Lalu merosot lagi menelusup di balik ketiak dan merayap ke depan sampai
akhirnya hinggap di salah satu pucuk bukit di dadaku, Dengan satu
remasan yang gemas hingga membuat puting susuku melejit Dino untuk
mengulumnya. Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu bergerak
memutari seluruh daerah puting susuku sebelum mulutnya mengenyot habis
puting susuku itu. Ia menghisapnya dengan gemas sampai pipinya
kempot.Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan disengat listrik, terasa geli
yang luar biasa bercampur sedikit nyeri di bagian itu. Aku
menggelinjang, melenguh apalagi ketika puting susuku digigit-gigit
perlahan oleh Dino. Buah anggur yang ranum itu dipermainkan pula dengan
lidah Dino yang kasap. Dipilin-pilinnya kesana kemari. Dikecupinya, dan
disedotnya kuat-kuat sampai putingnya menempel pada telaknya. Aku
merintih. Tanganku refleks meremas dan menarik kepalanya sehingga
semakin membenam di kedua gunung kembarku yang putih dan padat. Aku
sungguh tak tahu mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa
aku justeru tenggelam dalam permaianan itu? Semula aku hanya merasa
terpaksa demi menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi kemudian nyatanya,
permainan yang Dino mainkan begitu dalam. Dan aneh sekali, Tanpa sadar
aku mulai mengikuti permainan yang dipimpin dengan cemerlang oleh
Dino.“Winda…”, “Ya?”, “Kau suka aku perlakukan seperti ini?”. Aku hanya
mengangguk. Dan memejamkan matanya. membiarkan payudaraku terus
diremas-remas dan puting susunya dipilin perlahan. Aku menggeliat,
merasakan nikmat yang luar biasa. Puting susu yang mungil itu hanya
sebentar saja sudah berubah membengkak, keras dan mencuat semakin
runcing.“Hsss…, ah!”, Aku mendesah saat merasakan jari-jari tangan
lelaki itu mulai menyusup ke balik celana dalamku dan merayap mencari
liang yang ada di selangkanganku. Dan ketika menemukannya Jari-jari
tangan itu mula-mula mengusap-usap permukaannya, terus mengusap-usap dan
ketika sudah terasa basah jarinya mulai merayap masuk untuk kemudian
menyentuh dinding-dinding dalam liang itu.Dalam posisi masih berdiri
berhadapan, sambil terus mencumbui payudaraku, Dino meneruskan aksinya
di dalam liang gelap yang sudah basah itu. Makin lama makin dalam. Aku
sendiri semakin menggelinjang tak karuan, kedua buah jari yang ada di
dalam liang vaginaku itu bergerak-gerak dengan liar. Bahkan
kadang-kadang mencoba merenggangkan liang vaginaku hingga menganga. Dan
yang membuat aku tambah gila, ia menggerak-gerakkan jarinya keluar masuk
ke dalam liang vaginaku seolah-olah sedang menyetubuhiku. Aku tak kuasa
untuk menahan diri.“Nggghh…!”, mulutku mulai meracau. Aku sungguh
kewalahan dibuatnya hingga lututku terasa lemas hingga akhirnya akupun
tak kuasa menahan tubuhku hingga merosot bersimpuh di lantai. Aku
mencoba untuk mengatur nafasku yang terengah-engah. Aku sungguh tidak
memperhatikan lagi yang kutahu kini tiba-tiba saja Dino telah berdiri
telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang tinggi besar, hitam dan
penuh bulu itu dengan angkuhnya berdiri mengangkang persis di depanku
sehingga wajahku persis menghadap ke bagian selangkangannya. Disitu, aku
melihat batang kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya. Besar
panjang kehitaman dengan bulu hitam yang lebat di daerah
pangkalnya.Dengan sekali rengkuh, ia meraih kepalaku untuk ditarik
mendekati daerah di bawah perutnya itu. Aku tahu apa yang dimauinya,
bahkan sangat tahu ini adalah perbuatan yang sangat disukai para lelaki.
Di mana ketika aku melakukan oral seks terhadap kelaminnya.Maka, dengan
kepalang basah, kulakukan apa yang harus kulakukan. Benda itu telah
masuk ke dalam mulutku dan menjadi permainan lidahku yang berputar
mengitari ujung kepalanya yang bagaikan sebuah topi baja itu. Lalu
berhenti ketika menemukan lubang yang berada persis di ujungnya. Lalu
dengan segala kemampuanku aku mulai mengelomoh batang itu sambil
kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat sehingga pemiliknya bergetar hebat
menahan rasa yang tak tertahankan.Pada saat itu aku sempat melirik ke
arah sofa di mana Maki berada, dan ternyata laki-laki ini sudah mulai
terbawa nafsu menyaksikan perbuatan kami berdua. Buktinya, ia telah
mengeluarkan batang kejantanannya dan mengocoknya naik turun sambil
berkali-kali menelan ludah. Konsentrasiku buyar ketika Dino menarik
kepalaku hingga menjauh dari selangkangannya. Ia lalu menarik tubuhku
hingga telentang di atas kasur yang terhampar di situ. Lalu dengan cepat
ia melucuti celana dalamku dan dibuangnya jauh-jauh seakan-akan ia
takut aku akan memakainya kembali.Untuk beberapa detik mata Dino nanar
memandang bagian bawah tubuhku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi. Si
Makipun sampai berdiri mendekat ke arah kami berdua seakan ia tidak puas
memandang kami dari kejauhan.Namun beberapa detik kemudian, Dino mulai
merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Paha kiriku diangkatnya
dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu dengan tangannya yang sebelah lagi
memegangi batang kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir
vaginaku yang sudah sangat basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga
aku menggelinjang dan memejamkan mata.Sedetik kemudian, aku merasakan
ada benda lonjong yang mulai menyeruak ke dalam liang vaginaku. Aku
menahan nafas ketika terasa ada benda asing mulai menyeruak di situ.
Seperti biasanya, aku tak kuasa untuk menahan jeritanku pada saat
pertama kali ada kejantanan laki-laki menyeruak masuk ke dalam liang
vaginaku.Dengan perlahan namun pasti, kejantanan Dino meluncur masuk
semakin dalam. Dan ketika sudah masuk setengahnya ia bahkan memasukkan
sisanya dengan satu sentakan kasar hingga aku benar-benar berteriak
karena terasa nyeri. Dan setelah itu, tanpa memberiku kesempatan untuk
membiasakan diri dulu, Dino sudah bergoyang mencari kepuasannya
sendiri.Dino menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar
menghunjam-hunjam ke dalam tubuhku hingga aku memekik keras setiap kali
kejantanan Dino menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur
nikmat yang tak terkira. Ada sensasi aneh yang baru pertama kali
kurasakan di mana di sela-sela rasa ngilu itu aku juga merasakan rasa
nikmat yang tak terkira. Namun aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi
hingga aku sampai menangis menggebu-gebu, sakit keluhku setiap kali
Dino menghunjam, tapi aku semakin mempererat pelukanku, Pedih, tapi aku
juga tak bersedia Dino menyudahi perlakuannya terhadap diriku.Aku
semakin merintih. Air mataku meleleh keluar. kami terus bergulat dalam
posisi demikian. Sampai tiba-tiba ada rasa nikmat yang luar biasa di
sekujur tubuhku. Aku telah orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang
yang aku benci. Tubuhku mengejang selama beberapa puluh detik. Sebelum
melemas. Namun Dino rupanya belum selesai. Ia kini membalikkan tubuhku
hingga kini aku bertumpu pada kedua telapak tangan dan kedua lututku. Ia
ingin meneruskannya dengan doggy style. Aku hanya pasrah saja.Kini ia
menyetubuhiku dari belakang. Tangannya kini dengan leluasa
berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudaraku
yang menggelantung berat ke bawah. Kini Dino bahkan lebih memperhebat
serangannya. Ia bisa dengan leluasa menggoyangkan tubuhnya dengan cepat
dan semakin kasar.Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah duduk
mengangkang di depanku. Laki-laki ini juga telah telanjang bulat. Ia
menyodorkan batang penisnya ke dalam mulutku, tangannya meraih kepalaku
dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke
dalam mulutku.Kini aku melayani dua orang sekaligus. Dino yang sedang
menyetubuhiku dari belakang. Dan Maki yang sedang memaksaku melakukan
oral seks terhadap dirinya. Dino kadang-kadang malah menyorongkan
kepalanya ke depan untuk menikmati payudaraku. Aku mengerang pelan
setiap kali ia menghisap puting susuku. Dengan dua orang yang
mengeroyokku aku sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa.
Malahan aku merasa sangat terangsang dengan posisi seperti ini.Mereka
menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan penis pada tubuh
mereka yang berada di arah lainnya semakin menghunjam. Kadang-kadang
aku hampir tersedak. Maki yang tampaknya mengerti kesulitanku mengalah
dan hanya diam saja. Dino yang mengatur segala gerakan.Perlahan-lahan
kenikmatan yang tidak terlukiskan menjalar di sekujur tubuhku. Perasaan
tidak berdaya saat bermain seks ternyata mengakibatkan diriku melambung
di luar batas yang pernah kuperkirakan sebelumnya. Dan kembali tubuhku
mengejang, deras dan tanpa henti. Aku mengalami orgasme yang datang
dengan beruntun seperti tak berkesudahan.Tidak lama kemudian Dino
mengalami orgasme. Batang penisnya menyemprotkan air mani dengan deras
ke dalam liang vaginaku. Benda itu menyentak-nyentak dengan hebat,
seolah-olah ingin menjebol dinding vaginaku. Aku bisa merasakan air mani
yang disemprotkannya banyak sekali, hingga sebagian meluap keluar
meleleh di salah satu pahaku. Sesudah itu mereka berganti tempat. Maki
mengambil alih perlakuan Dino. Masih dalam posisi doggy style. Batang
kejantanannya dengan mulus meluncur masuk dalam sekali sampai menyentuh
bibir rahimku. Ia bisa mudah melakukannya karena memang liang vaginaku
sudah sangat licin dilumasi cairan yang keluar dari dalamnya dan sudah
bercampur dengan air mani Dino yang sangat banyak. Permainan
dilanjutkan. Aku kini tinggal melayani Maki seorang, karena Dino dengan
nafas yang tersengal-sengal telah duduk telentang di atas sofa yang tadi
diduduki Maki untuk mengumpulkan tenaga. Aku mengeluh pendek setiap
kali Maki mendorong masuk miliknya. Maki terus memacu gerakkannya.
Semakin lama semakin keras dan kasar hingga membuat aku merintih dan
mengaduh tak berkesudahan.Pada saat itu masuk Bram dan Tito bersamaan ke
dalam ruangan. Tanpa basa-basi, mereka pun langsung melucuti pakaiannya
hingga telanjang bulat. Lalu mereka duduk di lantai dan menonton adegan
mesum yang sedang terjadi antara aku dan Maki. Bram nampak kelihatan
tidak sabaran Tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Maki terus memacu
menggebu-gebu. Laki-laki itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku
yang menggelantung berat ke bawah.Sesaat kemudian tubuhku dibalikkan
kembali telentang di atas kasur dan pada saat itu Bram dengan tangkas
menyodorkan batang kejantanannya ke dalam mulutku. Aku sudah setengah
sadar ketika Tito menggantikan Maki menggeluti tubuhku. Keadaanku sudah
sedemikian acak-acakan. Rambut yang kusut masai. Tubuhku sudah bersimpah
peluh. Tidak hanya keringat yang keluar dari tubuhku sendiri, tapi juga
cucuran keringat dari para laki-laki yang bergantian menggauliku. Aku
kini hanya telentang pasrah ditindihi tubuh gemuk Tito yang
bergoyang-goyang di atasnya.Laki-laki gemuk itu mengangkangkan kedua
belah pahaku lebar-lebar sambil terus menghunjam-hunjamkan miliknya ke
dalam milikku. Sementara Bram tak pernah memberiku kesempatan yang cukup
untuk bernafas. Ia terus saja menjejal-jejalkan miliknya ke dalam
mulutku. Aku sendiri sudah tidak bisa mengotrol diriku lagi. Guncangan
demi guncangan yang diakibatkan oleh gerakan Titolah yang membuat Bram
makin terangsang. Bukan lagi kuluman dan jilatan yang harusnya aku
lakukan dengan lidah dan mulutku.Dan ketika Tito melenguh panjang, ia
mencapai orgasmenya dengan meremas kedua belah payudaraku kuat-kuat
hingga aku berteriak mengaduh kesakitan. Lalu beberapa saat kemudian ia
dengan nafasnya yang tersengal-sengal memisahkan diri dari diriku. Dan
pada saat hampir bersamaan Bram juga mengerang keras. Batang
kejantanannya yang masih berada di dalam mulutku bergerak liar dan
menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat. Aku meronta, ingin
mengeluarkan banda itu dari dalam mulutku, namun tangan Bram yang kokoh
tetap menahan kepalaku dan aku tak kuasa meronta lagi karena memang
tenagaku sudah hampir habis. Cairan kental yang hangat itu akhirnya
tertelan olehku. Banyak sekali. Bahkan sampai meluap keluar membasahi
daerah sekitar bibirku sampai meleleh ke leher. Aku tak bisa berbuat
apa-apa, selain dengan cepat mencoba menelan semua yang ada supaya tidak
terlalu terasa di dalam mulutku. Aku memejamkan mata erat-erat, tubuhku
mengejang melampiaskan rasa yang tidak karuan, geli, jijik, namun ada
sensasi aneh yang luar biasa juga di dalam diriku. Sungguh sangat erotis
merasakan siksa birahi semacam ini hingga akupun akhirnya orgasme
panjang untuk ke sekian kalinya.Dengan ekor mataku aku kembali melihat
seseorang masuk ke ruangan yang ternyata si bule dan orang itu juga
mulai membuka celananya. Aku menggigit bibir, dan mulai menangis
terisak-isak. Aku hanya bisa memejamkan mata ketika Marchell mulai
menindihi tubuhku. Pasrah.Tidak lama kemudian setelah orang terakhir
melaksanakan hasratnya pada diriku mereka keluar. aku merasa seluruh
tubuhku luluh lantak. Setelah berhasil mengumpulkan cukup tenaga
kembali, dengan terhuyung-huyung, aku bangkit dari tempat tidur,
mengenakan pakaianku seadanya dan pergi mencari kamar mandi.Aku
berpapasan dengan Dino yang muncul dari dalam sebuah ruangan yang
pintunya terbuka. Lelaki itu sedang sibuk mengancingkan retsluiting
celananya. Masih sempat terlihat dari luar di dalam kamar itu, di atas
tempat tidur tubuh Shelly yang telanjang sedang ditindihi oleh tubuh
Maki yang bergerak-gerak cepat. Memacu naik turun. Gadis itu
menggelinjang-gelinjang setiap kali Maki bergerak naik turun. Rupanya
anak itu bernasib sama seperti diriku.“Di mana aku bisa menemukan kamar
mandi?” tanyaku pada Dino.Tanpa menjawab, ia hanya menunjukkan tangannya
ke sebuah pintu. Tanpa basa-basi lagi aku segera beranjak menuju pintu
itu.Di sana aku mandi berendam air panas sambil mengangis. Aku tidak
tahu saya sudah terjerumus ke dalam apa kini. Yang membuat aku benci
kepada diriku sendiri, walaupun aku merasa sedih, kesal, marah bercampur
menjadi satu, namun demikian setiap kali teringat kejadian barusan,
langsung saja selangkanganku basah lagi.Aku berendam di sana sangat
lama, mungkin lebih dari satu jam lamanya. Setelah terasa kepenatan
tubuhku agak berkurang aku menyudahi mandiku. Dengan berjalan
tertatih-tatih aku melangkah keluar kamar mandi dan berjalan mencari
pintu keluar. Sudah hampir jam sebelas malam ketika aku keluar dari
rumah itu.Sampai di dalam rumah, Aku langsung ngeloyor masuk ke kamar.
Aku tak peduli dengan kakakku yang terheran-heran melihat tingkah lakuku
yang tidak biasa, aku tak menyapanya karena memang sudah tidak ada
keinginan untuk berbicara lagi malam ini. Aku tumpahkan segala perasaan
campur aduk itu, kekesalan, dan sakit hati dengan menangis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar