Tersadarlah Vani bahwa hari itu dia memakai pakaian yang sangat sexy.
T-shirt putih lengan pendek dengan belahan rendah bertuliskan WANT
THESE?, sehingga tokednya yang berukuran 36C seolah hendak melompat
keluar, akibat hari itu Vani menggunakan BH ukuran 36B (sengaja, biar
lebih nongol). Apalagi kulit Vani memang putih mulus. Di tambah rok
jeans mini yang digunakannya saat itu, mempertontonkan kaki jenjang
& paha mulusnya karena Vani memang cukup tinggi, 173cm.
”Buset,
baru sadar gue kalo hari ini gue pake uniform sexy gue demi ngadepin
ujiannya si Hutabarat, biar dia gak konsen”, pikir Vani.
Biasanya
Vani bila naik angkot menggunakan pakaian t-shirt atau kemeja yang
lebih tertutup dan celana panjang jeans, demi menghindari tatapan dan
ulah usil cowok-cowok di jalan. Siang tadi Vani ke kampus datang numpang
mobil temannya, Angel. Tapi si Angel sudah pulang duluan karena
kuliahnya lebih sedikit.
Vani tambah salah tingkah karena
cowok-cowok di halte tersebut mulai agak berani ngliatin belahan
tokednya yang nongol lebih dekat lagi. ”Najis, berani amat sih nih
cowok-cowok mlototin toked gw”, membatin lagi si Vani. Vani menggunakan
bukunya untuk menutupi dadanya, tapi mereka malah mengalihkan pandangan
mesumnya ke pantat Vani yang memang bulat sekal dan menonjol.
Makin
salah tingkahlah si Vani. Mau balik ke kampus, pasti sudah gelap dan
orang sudah pada pulang. Mau tetap di halte nungguin angkot, gerah
suasananya. Apalagi kalo naik bus yang pasti penuh sesak jam segini,
Vani tidak kebayang tangan-tangan usil yang akan cari-cari kesempatan
untuk menjamahi tubuhnya. Sudah kepikiran untuk naik taxi, tapi uang
tidak ada. Jam segini di kos juga kosong, mau pinjam uang sama siapa
bingung. Vani coba alternatif terakhir dengan menelpon Albert cowoknya
atau si Angel atau Dessy teman2nya yang punya mobil, eh sialnya HP
mereka pada off. ”Buset, sial banget sih gue hari ini.”
Mulailah
celetukan mesum cowok-cowok di halte dimulai ”Neng, susunya mau jatuh
tuh, abang pegangin ya. Kasihan, pasti eneng keberatan hehe”. Pias!
Memerahlah muka Vani. Dipelototin si tukang ojek yang berani komentar,
eh dianya malah balas makin pelototin toked si Vani. Makin jengahlah si
Vani.
Tiba-tiba sebuah sedan BMW hitam berhenti tepat di
depan Vani. Jendelanya terbuka, dan nongolah seraut wajah hitam manis
berambut cepak sambil menyeringai, si Ethan. Cowok fakultas Ekonomi satu
tahun di atas Vani, berkulit hitam, tinggi besar, hampir 180cm.”Van,
jualan lo disini? Hehe”.Vani membalas”Sialan lo, gue ga ada tumpangan
neh, terpaksa tunggu bus. Than, anter gue ya” pinta Vani.
Vani
sebenarnya enggan ikut bersama si Ethan karena dia terkenal suka main
cewek. Tapi, dilihat dari kondisi sekarang, paling baik memang naik
mobil si Ethan. Tapi si Ethan malah bilang ”Wah sory Van, gue harus
pergi jemput nyokap gue. Arahnya beda sama kosan elo”. ”Than, please
anter gue ya. Ntar gw traktir deh lo” rajuk Vani. Sambil nyengir mesum
Ethan berucap ”Wah kalo ada bayarannya sih gue bisa pertimbangin”. ”Iya
deh, ntar gue bayar” Vani asal ucap, yang penting bisa pergi segera
dari halte tersebut. ”Hehe sip” kata Ethan sambil membuka pintu untuk
Vani. Vani masuk ke dalam mobil Ethan, diiringi oleh pandangan sebel
para cowok-cowok di halte yang kehilangan santapan rohani.Mobil Ethan
mulai menembus kemacetan ibu kota.
”Buset dah lo Van,
sexy amat hari ini”.Kata Vani ”Gue sengaja pake uniform andalan gue,
karena hari ini ada ujian lisannya si Hutabarat, Akuntasi Biaya. Biar
dia ga konsen, n kasi gw nilai bagus hehe”.”Gila lo, gue biarin bentar
lagi, lo udh dient*tin sama tu abang-abang di halte haha” balas
Ethan.“Sial, enak aja lo ngomong Than” maki Vani.
Sambil
mengerling ke Vani, Ethan berucap “Van, bayaran tumpangan ini, bayar
sekarang aja ya”. ”Eh, gue bawa duit cuma dikit Than. Kapan2 deh gue
bayarin bensin lo” balas Vani. “Sapa yang minta diduitin bensin, Non”
jawab Ethan. “Trus lo mau apa? Traktir makan” tanya Vani bingung. “Ga.
Ga perlu keluar duit kok. Tenang aja” ucap Ethan misterius. Semakin
bingung si Vani. Sambil menggerak-gerakan tangan kirinya si Ethan
berkata ”Cukup lo puasin tangan kiri gue ini dengan megangin toked lo.
Nepsong banget gue liatnya”. Seringai mesum Ethan menghiasi wajahnya.
Seperti disambar petir Vani kaget dan berteriak ”BANGSAT LO THAN. LO
PIKIR GUE CEWE APAAN!!”. Pandangan tajam Vani pada wajah Ethan yang
tetap cengar-cengir. “Yah terserah lo. Cuma sekenyot dua kenyot doang.
Apa lo gue turunin disini” kata Ethan. Pada saat itu mereka telah
sampai di daerah yang gelap dan banyak gubuk gelandangan. Vani jelas
ogah. “Bisa makin runyam kalo gue turun disini. Bisa2 gue digangbang”
Vani bergidik sambil melihat sekitarnya. ”Ya biarlah si Ethan bisa
seneng-seneng bentar nggranyangi toked gue. Itung-itung amal. Kampret
juga si Ethan ini”. Akhirnya Vani ngomong ”Ya udah, cuma pegang susu
gue doang kan. Jangan lama-lama” Vani ketus. ”Ga kok Van, cuma sampe
kos lo doang” kata Ethan penuh kemenangan. ”Sialan, itu sih bisa
setengah jam sendiri. Ya udhlah, biar cepet beres nih urusan sialan”
pikir Vani.
Tangan kiri Ethan langsung terjulur meraih
toked Vani sebelah kanan bagian atas yang menonjol dari balik
t-shirtnya. Vani merasakan jari-jari kasar Ethan dikulit tokednya mulai
membelai-belai pelan. Darah Vani agak berdesir ketika merasakan
belaian itu mulai disertai remasan-remasan lembut pada toked kanan
bagian atasnya. Sambil tetap menyetir, Ethan sesekali melirik ke
sebelah menikmati muka Vani yang menegang karena sebal tokednya
diremas-remas. Ethan sengaja jalanin mobil agak pelan, sementara Vani
tidak sadar kalau laju mobil tidak secepat sebelumnya, karena konsen ke
tangan Ethan yang mulai meremas-remas aktif secara bergiliran kedua
bongkahan tokednya.
Nafas Vani mulai agak memburu, tapi
Vani masih bisa mengontrol pengaruh remasan-remasan tokednya pada
nafsunya ”Enak aja kalo gue sampe terangsang gara-gara ini” pikir Vani.
Tapi Ethan lebih jago lagi, tiba-tiba jari-jarinya menyelusup kedalam
t-shirt Vani, bahkan langsung masuk kedalam BH-nya yg satu ukuran lebih
kecil. Toked Vani yang sebelah kanan terasa begitu penuh di telapak
tangan Ethan yang sebenarnya lebar juga. ”Ahh...!” Vani terpekik kaget
karena manuver Ethan. ”Hehe buset toked lo Van, gede banget. Kenyal
lagi. Enak banget ngeremesinnya. Tangan gue aja ga cukup neh hehe” ujar
Ethan penuh nafsu.
Ethan melanjutkan gerakannya dengan
menarik tangan kirinya beserta toked Vani keluar dari BH-nya. Toked
sebelah kanan Vani kini nongol keluar dari wadahnya dan terekspos full.
”Wuah..buset gedenya. Pentilnya juga gede neh. Sering diisep ya Van”
kata Ethan vulgar. ”Bangsat lo Than. Kok sampe gini segala” protes Vani
berusaha mengembalikan tokednya kedalam BH-nya. Tangan Vani langsung
ditahan oleh Ethan ”Eh, inget janji lo. Gue boleh ngremesin toked lo.
Mo didalam BH kek, di luar kek, terserah gue”. Sambil cemberut Vani
menurunkan tangannya. Penuh kemenangan, Ethan kembali menggarap toked
Vani yang kini keluar semuanya.
Remasan-remasan lembut di
pangkal toked, dilanjutkan dengan belaian memutar disekitar puting,
membuat Vani semakin kehilangan kendali. Nafasnya mulai memburu lagi.
Apalagi Ethan mulai memelintir-melintir puting Vani yang besar dan
berwarna pink. Gerakan memilin-milin puting oleh jari-jari Ethan yang
kasar memberikan sensasi geli dan nikmat yang mulai menjalari toked
Vani. Perasaan nikmat itu mulai muncul juga disekitar selangkangan.
Perasaan geli dan getaran-getara nikmat mulai menjalar dari bawah puser
menuju ujung selangkangan Vani. ”Ngehek nih cowok. Puting gue itu
tempat paling sensitif gue. Harus bisa nahan!” membatin si Vani.
Tapi
puting Vani yang mulai menegang dan membesar tidak bisa menipu Ethan
yang berpengalaman. ”Hehe mulai horny juga nih lonte. Rasain lo” pikir
Ethan kesenangan. Karena berusaha menahan gairah yang semakin memuncak,
Vani tidak sadar kalau Ethan sudah mengeluarkan kedua bongkah tokednya.
Tangan kiri Ethan semakin ganas meremas-remas toked dan memilin-milih
kedua puting Vani. Ucapan-ucapan mesum pun mulai mengalir dari Ethan
“Nikmatin aja Van, remasan-remasan gue. Puting lo aja udh mulai ngaceng
tuh. Ga usah ditahan birahi lo. Biarin aja mengalir. memek lo pasti
udah mulai basah sekarang”. Vani sebal mendengar ucapan-ucapan vulgar
Ethan, tapi pada saat yang sama ucapan-ucapan tersebut seperti
menghipnotis Vani untuk mengikuti libidonya yang semakin memuncak. Vani
juga mulai merasakan bahwa celana dalamnya mulai lembab.
“Sial..memek
gue mulai gatel. Gue biarin keluar dulu kali, biar gue bisa jadi agak
tenangan. Jadi habis itu, gue bisa nanganin birahi gue walopun si Ethan
masih ngremesin toked gue” pikir Vani yang mulai susah menahan
birahinya. Berpikir seperti itu, Vani melonggarkan pertahanannya,
membiarkan rasa gatal yang mulai menjalari memeknya menguat. Efeknya
langsung terasa. Semakin Ethan mengobok-ngobok tokednya, rasa gatal di
memek Vani semakin memuncak. “BUSETT. Cuma diremes-remes toked gue, gue
udah mo keluar”. Vani menggigit bibir bawahnya agar tidak mendesah,
ketika kenikmatan semakin menggila di bibir memeknya. Ethan yang sudah
memperhatikan dari tadi bahwa Vani terbawa oleh birahinya, semakin
semangat menggarap toked Vani.
Ketika melihat urat leher
Vani menegang tanda menahan rasa yang akan meledak di bawahnya, jari
telunjuk dan jempol Ethan menjepit kedua puting Vani dan menarik agak
keras kedepan. Rasa sakit mendadak di putingnya, membawa efek besar pada
rasa gatal yang memuncak di memiaw Vani. Kedua tangan Vani meremas jok
kuat-kuat, dan keluar lenguhan tertahan Vani “Hmmmffhhhhhhh….”. Pada
saat itu, memek Vani langsung banjir oleh cairan pejunya. Pantat Vani
mengangkat dan tergoyang-goyang tidak kuat menahan arus orgasmenya.
“Oh..oh..hmmffhh” Vani masih berusaha menahan agar suaranya tidak keluar
semua, tapi sia-sia saja. Karena Ethan sudah melihat bagaimana Vani
orgasme, keenakan karena tokednya dipermainkan. “Hahaha dasar lonte lo
Van. Sok ga suka. Tapi keluarnya sampe kelonjotan gitu” Ngakak Ethan
penuh kemenangan.
Nafas Vani masih tidak beraturan, dan
agak terbungkuk-bungkuk karena nikmatnya gelombang orgasme barusan.
“Kampret lo Than” maki Vani perlahan. “Lo boleh seneng sekarang. Tapi
berikut ga bakalan gue keluar lagi. Gue udah ga horny lagi” tambah Vani
yang berpikir setelah dipuasin sekali maka libidonya akan turun. Tapi,
ternyata inilah kesalahan terbesarnya. Beberapa saat setelah memeknya
merasakan orgasme sekali, sekarang malah semakin berkedut-kedut, makin
gatal rasanya ingin digesek-gesek. ”Lho, kok memek gue makin gatel.
Berkedut-kedut lagi. Aduuuh..gue pengen memek gue dikontolin
sekaraangg..siaall..” sesal Vani dalam hati. Ethan seperti tahu apa yang
berkecamuk dalam diri (dan memek) Vani. Walaupun Vani bilang dia tidak
horny lagi, tapi nafasnya yang memburu dan putingnya yang semakin
ngaceng mengatakan lain. Ethan menghentikan mobilnya mendadak di pinggir
jalan bersemak yang memang sangat sepi, dan tangannya langsung
bergerak ke setelan kursi Vani.
Tangan satunya langsung
menekan kursi Vani agar tertidur. Vani yang masih memakai seatbealt,
langsung ikut terlentang bersama kursi. ”EEHHH...APA-APAAN LO THAN??”
Teriak Vani. Tidak peduli teriakan Vani, tangan kiri Ethan langsung
meremas toked Vani lagi, sedang tangan kanannya langsung meremas memek
Vani. ”OOUUHHHH..........!!” lenguh Vani keras, karena tidak menyangka
memeknya yang semakin gatel dan berkedut-kedut keras akan langsung
merasakan gesekan, bahkan remasan. Akibatnya, Vani langsung orgasme
untuk kedua kalinya. Ethan tidak tinggal diam, ketika badan Vani masih
mengejang-ngejang, jari-jarinya menggesek-gesek permukaan celana dalam
Vani kuat-kuat. Akibatnya, gelombang orgasme Vani terjadi terus-menerus.
”Oouuuhh...Aghhhh...Ouhhhhhhhh
hh Ethaannnnn...!! Teriak Vani makin keras karena kenikmatan mendadak
yang menyerang seluruh selangkangan dan tubuhnya. Kedua tangan Vani
semakin kuat meremas jok, mata memejam erat dan urat-urat leher menonjol
akibat kenikmatan yang melandanya. Ketika gelombang orgasme mulai
berlalu, Vani mulai membuka matanya dan mengatur pernafasannya. Rasanya
jengah banget karena keluar begitu hebatnya di depan si Ethan. ”Aseem,
napa gue keluar sampe kaya gitu sih. Bikin tengsin aja. Tapi, emang
enak banget. Udah semingguan gue ga ngentot” batin Vani.
Saat
Vani masih enjoy rasa nikmat yang masih tersisa, Ethan sudah bergerak
di atas Vani, mengangkat t-shirt Vani serta menurunkan BH-nya kekecilan
sehingga toked Vani yang bulat besar terpampang jelas di depan hidung
Ethan. Tersenyum puas dan napsu banget Ethan berucap ”Gilaa..toked lo
Van. Gede banget, mengkal lagi. Harus gue puas-puasin ngenyotinnya ni
malem”. Ethan langsung menyergap kedua toked Vani yang putingnya masih
mengacung tegak. Mulutnya mengenyot toked yang sebelah kanan, sambil
tangan kanannya meremas-remas & memilin-milin puting yang sebelah
kiri. Diisap-isap, lidah Ethan juga piawai menjilat-jilat dan memainkan
kedua puting Vani. Gigitan-gigitan kecil dipadu remasan-remasan gemas
jemari Ethan, membuat Vani terpekik ”Ehhgghh ahh.. ahh.. Ehhtanhnn..
kahtanya.. kahtanya cuma pegang-pegang..kok.. kok sekarangg.. loh
ngeyotin tohked guehh...ahh..ahh..” kata Vani sambil tersengal-sengal
nahan birahi yang naik lagi akibat rangsangan intensif di kedua
tokednya. Ethan sudah tidak ambil pusing ”Hajar bleh. Kapan lagi gue
bisa nikmatin toked kaya gini bagusnya”.
Sekarang
kedua tangan Ethan menekan kedua toked Vani ketengah, sehingga kedua
putingnya saling mendekat. Kedua puting Vani langsung dikenyot, dihisap
& dimainin oleh lidah Ethan. Sensasinya luar biasa, Vani semakin
terhanyut oleh birahinya. Desahan pelan tertahan mulai keluar dari
bibir ranum Vani. Lidah Ethan mulai turun menyusuri perut Vani yang
putih rata, berputar-putar sejenak di pusernya. Tangan kanan Ethan
aktif membelai-belai dan meremas paha bagian dalam Vani. ”Aah..ah..
emhh.. emh..Than.. lo ngapahin sihh..” keluh Vani tak jelas. Dengan
sigap Ethan menyingkap rok mini Vani tinggi-tinggi. Memperlihatkan mini
panty La Senza Vani berwarna merah. Agak transparan, dibantu cahaya
lampu jalan samar-samar memperlihatkan isinya yang menggembung montok.
Jembi Vani yang tipis terlihat hanya diatas saja, dengan alur jembi ke
arah pusernya. ”Buseett..sexxyy bangett.. bikin konak gue ampir ga
ketahan.” syukur Ethan dalam hati.
Tanpa babibu lagi
jari-jari Ethan langsung menekan belahan memiek Vani, dan Ethan
langsung mengetahui betapa horny-nya Vani ”Wah Van, memek lo udah becek
banget neh. Panty lo aja ampe njeplak gini hehe”. Vani cuma bisa
menggeleng-geleng lemah, sambil tetap menggigit bibir bawahnya, karena
jemari Ethan menenekan dan menggesek-gesek memeknya dari atas panty.
”Thaan..than..singkirinn tangan lo doong....emh..emh..” keluh Vani
perlahan, tapi matanya memejam dan gelengannya semakin cepat. ”Wah,
harus cepat gw beri teknik lidah gue neh, biar si Vani makin konak hehe”
pikir Ethan napsu.
Cepat Ethan ambil posisi di depan
selangkangan Vani yang terbuka. Kursi Vani dimundurkan agar beri ruang
cukup untuk manuver barunya. Paha Vani dibuka semakin lebar, dan Vani
nurut saja. Jemari Ethan meraup panty mungil Vani, dan membejeknya jadi
bentuk seperti seutas tali sehingga masuk kedalam belahan memek Vani.
Ethan mulai menggesek-gesekkan panty Vani ke belahan memiawnya dengan
gerakan naik turun dan kiri kanan yang semakin cepat. ”Aah..
aahh...ehmm..ehhmm.. uuh.. hapaan itu Etthann ahh...” desah Vani
keenakan, karena gesekan panty tersebut menggesek-gesek bibir dalam
memeknya sekaligus clitorisnya. Ethan juga semakin konak melihat memek
Vani yang terpampang jelas.Dua gundukan tembem seperti bakpau, mulus
tanpa ada jembi di sekelilingnya, cuma ada dibagian atasnya saja.
”Van,
memek lo ternyata mantap & montok banget. Pasti enak kalo gue
makan neh. Apalagi sampe gue genjot nanti hehe” ujar Ethan penuh nafsu.
Panty Vani dipinggirkan sehingga lidah Ethan dengan mudah mulai
menjilati bibir memiaw Vani. Tapi sebentar saja Ethan tidak betah
dengan panty yang mengesek pipinya. Langsung diangkatnya pantat Vani,
dan dipelorotkan panty-nya.
Kini antara Ethan dan memek
Vani yang tembem dan mulus, sudah tidak ada penghalang apa-apa lagi.
Ethan langsung menyosorkan mulutnya untuk mulai melumat bakpao montok
itu. Tapi, Vani yang tiba-tiba memperoleh kesadarannya, karena ada jeda
sesaat ketika Ethan melepaskan pantynya, berusaha menahan kepala Ethan
dengan kedua tanggannya. ”Gila lo Than, mo ngapain lo?? Jangan kurang
ajar ya. Bukan gini perjanjian kita!” ujar Vani agak keras. Tapi kedua
tangan Vani dengan mudah disingkirkan oleh tangan kiri Ethan, dan tanpa
dapat dicegah lagi mulut Ethan langsung mencaplok memek Vani. Ethan
melumatnya dengan gemas, sambil sekali lidah menyapu-nyapu clitoris dan
menusuk-nusuk kedalam memiaw. Bunyi kecipakan ludah dan peju Vani
terdengar jelas. Konak Vani yang sempat turun, langsung naik lagi ke
voltase tinggi. Kepala Vani mengangkat dan dari bibirnya yang sexy
keluar lenguhan agak keras.
”Ouuuffhhh....eeahh...ah. .ah lo apain mehmmek gue Thann..” erang Vani nyaris setengah sadar.
Rasa
gatal yang hebat menyeruak dari sekitar selangkangannya menuju
bibir-bibir memeknya. Rasa gatal itu mendapatkan pemuasannya dari
lumatan bibir, jilatan lidah dan gigitan kecil Ethan. Tapi, semakin
Ethan beringas mengobok-obok memek Vani dengan mulut, dibantu dengan
ketiga jarinya yang mengocok lubang memek Vani, rasa gatal nikmat itu
malah semakin hebat. Vani sudah tidak dapat membendung konaknya sehingga
desahan dan erangannya sudah berubah menjadi lenguhan.
” OUUHHHHG..... HMMPPHH... ARRGGHH.. HAHHH.. OUHHH..”.
Kepala
Vani menggeleng ke kiri dan kanan dengan hebatnya. Kedua tangannya
menekan kepala Ethan semakin dalam ke selangkangannya. Pantatnya naik
turun tidak kuat menahan rangsangan yang langsung menyentuh titik
tersensitif Vani. Rasa ogah & jaim sudah hilang sama sekali. Yang
ada hanya kebutuhan untuk dipuaskan.
”ETHAANN...GILLAA... HOUUUHHH.. ENAAKK.... THANN...AHHH” Vani semakin keenakan.
Ethan
yang sedang mengobok-obok memek Vani semakin semangat karena memek
Vani sudah betul-betul banjir. Peju dan cairan pelumas Vani membanjir
di mulut dan jok mobil Ethan. Jempol kiri Ethan menggesek-gesek
clitoris Vani, sedang jari-jari Ethan mengocok-ngocok lubang memek dan
G-spot Vani dengan cepat. ”Heh, ternyata lo lonte juga ya Van. Mulut lo
bilang nggak-nggak mulu. Tapi memek lo banjir kaya gini. Becek banget”
kata Ethan dengan semangat sambil tetap ngocok memiaw Vani.
Dalam
beberapa kocokan saja Vani sudah mulai merasakan bahwa gelombang
orgasme sudah diujung memeknya. Ketika Ethan melihat mata Vani yang
mulai merem melek, otot-otot tangan mulai mengejang sambil meremas jok
mobil kuat-kuat dan pantat Vani yang mulai mengangkat, Ethan tau bahwa
Vani akan sampai klimaksnya. Langsung saja Ethan menghentikan seluruh
aktivitasnya di wilayah selangkangan Vani. Vani jelas saja langsung
blingsatan ” Ah..ah napa brentii...” sambil tangannya mencoba mengocok
memeknya sendiri. Ethan dengan tanggap menangkap tangan Vani, dan
berujar ”Lo mau dituntasin?”. Vani merajuk ”Hiyah.. Than.. gue udah
konak banggett nih. Pleasee.. kocokin lagi gue ya”. “Kalo gitu lo
nungging sekarang” kata Ethan sambil menidurkan kursi sopir agar lebih
lapang lagi dan ada pijakan buat Vani nungging. “Napa harus nungging
Than” Vani masih merajuk dan tangannya masih berusaha untuk menjamah
memeknya sendiri. “Ayo, jangan bantah lagi” kata Ethan sambil mengangkat
pantat Vani agar segera menungging.
Vani dengan patuh
menaruh kedua tangannya di jok belakang, dengan kedua lutut berada di
jok depan yang sudah ditidurkan. Posisi yang sangat merangsang Ethan,
demi melihat bongkahan pantat yang bulat, dan memek tembem yang nongol
mesum di bawahnya.
Cepat Ethan melepas sabuk dan celana
panjangnya, lalu meloloskan celana dalamnya. Langsung saja kontol hitam
berurat sepanjang 17cm dan berdiameter 4.5cm itu melompat tegak
mengacung, mengangguk-ngangguk siap untuk bertempur. Vani yang mendengar
suara-suara melepas celana di belakangnya, menengok dan langsung kaget
melihat kontol Ethan sudah teracung dengan gagahnya.
”Buset,
gede juga tu kontol, hampir sama dg punya Albert” pikir Vani
reflek.”Eh, lo mo ngontolin gue Than. Enak aja!” teriak Vani dan mencoba
untuk membalik badan.
Tapi Ethan lebih cepat lagi
langsung menindih punggung Vani, sehingga Vani harus bertelekan lagi
dengan kedua sikunya ke jok belakang. Ethan menggerakkan maju mundur
pantatnya sehingga kontolnya yang ngaceng, menggesek-gesek bibir memek
Vani. ”Sshh...Than...mmhh.. jangan macem-macem lo ya!” ujar Vani masih
berupaya galak, tidak mau dikentot oleh Ethan.
Kedua
tangan Ethan meraih kedua toked besar Vani yang menggantung dan
meremas-remasnya dengan ganas. Sambil menciumi dan menggigit tengkuk
Vani, Ethan berkata ”Udah deh, lo ga usah sok ga doyan kontol gitu. Kan
lo yang mau dituntasin. Ini gue tuntasin sekalian dengan kontol gue.
Lebih mantep timbang cuma jari & lidah hehe”. Remasan & pilinan
di kedua toket dan serbuan di tengkuk dan telinga membuat gairah Vani
mulai naik lagi. Nafas Vani mulai memburu. Tapi Vani masih mencoba untuk
bertahan. Namun, gesekan kontol yang makin intense di bibir memek
Vani, betul-betul membuat pertahanan Vani makin goyah. Kepalanya mulai
terasa ringan, dan rasa gatal kembali menyerang memeknya dengan hebat.
”Hmffh...shh...awas
lo Than kalo sampe hhemm.. sampe berani masukin kontol lo, lo bakal
gue..hmff..gue....OUUHHHHH” omongan Vani terputus lenguhannya, karena
tiba-tiba Ethan mengarahkan pal-kon nya ke lubang memek Vani yang sudah
basah kuyup dan langsung mendorongnya masuk, hingga kepala kontol Ethan
yang besar kaya jamur merah amblas dalam memek tembem Vani, sehingga
ada peju Vani yang muncrat keluar.
”Hah..hah...shhh...brengs
ek lo Ethannn. kontol lo...kontol lo...itu mo masuk ke memek guee...”
erang Vani kebingungan, antara gengsi dan birahi. Ethan diam saja, tapi
memajukan lagi pantatnya sehingga tongkolnya yang besar masuk sekitar 2
cm lagi, tapi kemudian ditarik perlahan keluar lagi sambil membawa
cairan pelumas memek Vani. Sekarang pantat Ethan maju mundur perlahan,
mengocok memiaw Vani tapi tidak dalam-dalam, hanya dengan pal-konnya
aja. Tapi, hal ini malah membuat Vani blingsatan, keenakan.
”HMFPHH....HEEMMFFHH...SS
HH AAHH...Ethannn kontol lo... kontol lo... ngocokin memek
guee....hhmmmff”. Rasa gatal yang mengumpul di memek Vani, serasa
digaruk-garuk dengan enaknya. Vani yang semula tidak mau dikontolin,
jadi kepengen dikocok terus oleh kontol Ethan.
Kata Ethan
”Jadi mau lo gimana? Gue stop neh”. Ethan langsung mencabut kontolnya,
dan hanya menggesek-gesekkan di bibir memek Vani. ”Ethaan...pleasee..
kentot gue. Masukin kontol lo ke memek gue. Gue udah ga tahan
gatelnya..gue pengen dikenttooott!!!” rengek Vani sambil
menggoyang-goyangkua pinggulnya, berusaha memundurkan pantatnya agar
kontol Ethan yang dibibir memeknya bisa masuk lagi.
”Hahahaha
sudah gue duga, elo emang lonte horny Van. Dari tampang & body elo
aja gue tau, kalo elo itu haus tongkol” tawa Ethan penuh kemenangan.
”Ayo buka paha lebih lebar lagi” perintah Ethan. Vani langsung
menurutinya, membuka pahanya lebih lebar sehingga memeknya makin
terpampang. Ethan tanpa tedeng aling-aling langsung menusukkan
kontolnya kuat-kuat ke memek Vani. Dan...BLESHH...seluruh tongkol hitam
itu ditelan oleh memek montok Vani. Air peju Vani terciprat keluar
akibat tekanan tiba-tiba benda tumpul besar.
”AUUGGHHHH............!!! ” pekik Vani yang kaget dan kesakitan.
”Hehehe
gimana rasa kontol gue Van” kekeh Ethan yang sedang menikmati hangat
dan basahnya memek Vani. Vani masih shock dan agak tersengal-sengal
berusaha menyesuaikan diri dengan benda besar yang sekarang menyesaki
liang memeknya. ”Buseet..tebel banget nih kontol, memek gue penuh
banget, keganjel. Mo buka paha lebih lebar lagi udah ga bisa.. mhhmff”
erang Vani dalam hati. Karena Vani diam saja, hanya nafasnya saja yang
terdengar memburu.
Ethan mulai menarik keluar kontolnya
sampai setengahnya, kemudian mendorongnya masuk lagi. Demikian terus
menerus dengan ritme yang tepat. ”Hehh..heh...mmm legit banget memek lo
Vannn..” desah Ethan keenakan ngentotin memek Vani yang peret tapi
basah itu. Hanya butuh tiga kocokan, Vani mulai didera rasa konak dan
kenikmatan yang luar biasa. Menjalari seluruh tangan, pundak, tokednya,
sampai selangkangan dan seluruh memeknya. Rasa gatal yang sangat
digemari oleh Vani seperti mengumpul dan menjadi berkali lipat gatalnya
di memeke Vani. Vani sudah tidak mendesah lagi, tapi melenguh dengan
hebat. Hilang sudah gengsi, tinggal rasa konak yang dahsyat.
”UUHHHHH.....UHHH......OUUHHGG
GG... ENNAAKKNYAA...”.”OH GODD..memek GUE...memek GUE..”Vani
terbata-bata disela lenguhannya yang memenuhi mobil..”memek GUE..GATELLL
BANGETT....KENTTOOTTT GUE TTHANN...ARGGHH...”
Lenguhan
Vani semakin keras dan omongan vulgar keluar semua dari bibir sexy-nya.
Kepalan tangan Vani menggegam keras, kepalanya menggeleng semakin
cepat, pinggulnya bergerak heboh berusaha menikmati seluruh kontol
Ethan. Ethan pun terbawa napsunya yang sudah diubun-ubun. Tangannya
meremas-remas toked Vani tanpa henti dengan kasarnya, dan Ethan sudah
tidak menciumi pundak & tengkuk Vani, melainkan menggigitnya
meninggalkan bekas-bekas merah. Pantatnya bergerak maju mundur dengan
ritme yang berantakan, cepat lalu perlahan, kemudian cepat lagi, membuat
kontol Ethan mengocok memek Vani seperti kesetanan.
Bunyi
pejuh Vani yang semakin membanjir menambah nafsu mereka berdua semakin
menggila. SLEPP..SLEPP..SLEPP..PLAK..PLA K...suara kontol yang keluar
masuk memek dan benturan pantat Vani dengan pangkal kontol Ethan
terdengar di sela-sela lenguhan Vani & Ethan. Tak sampai 10 menit
Vani merasakan aliran darah seluruh tubuhnya mengalir ke memeknya. Rasa
gatal sepertinya meruncing dan semakin memuncak di tempat-tempat yang
dikocok oleh tongkol Ethan.
”GUEE KELUAARRRR
THANNN......OUUUHHHHHHHHH....A HHHHHHH...” teriak Vani melampiaskan rasa
nikmat yang tiba-tiba meledak dari memeknya. Ethan merasakan semburan
hangat pada tongkolnya dari dalam memek Vani. Karena Ethan tetap
mengocokkan kontolnya, bahkan lebih cepat ketika Vani mencapai
klimaksnya, Vani bukan saja dilanda satu orgasme, melainkan beberapa
orgasme sekaligus bertubi-tubi.
”OAHHH...OHHH....UUUHH..KOK..K
OK.. KLUAR TERUSSS NIIIHHH...” erang Vani dalam klimaksnya yang
berkali-kali sekaligus. Hal ini membuat Vani berada dalam kondisi extacy
dalam 30 detik lamanya. Badan Vani berkelonjotan, air pejunya muncrat
keluar dari dalam memeknya. ”Gilaa..enak bener than... gue sampe keluar
berkali-kali” ujar Vani agak bergetar karena Ethan masih dengan
nafsunya mompain memek Vani. ”Hehehe demen banget liat lo keluar kaya
gitu Van. Betul-betul nafsuin. Tapi ini baru setengah jalan. Gue bikin
lo lebih kelonjotan lagi. Gue kentot lo sampai peju lo keluar semua”
kata Ethan.
Vani hanya bisa merutuk dalam hati, karena
memang dia merasa keenakan dientot Ethan dengan cara sekasar itu.
Kemudian Ethan membalik tubuh Vani agar terlentang dan bersandar di jok
belakang. Kedua kaki Vani diangkat dan mengangkang lebar sehingga
Ethan bisa dengan jelas melihat memek Vani yang chubby itu berleleran
dengan peju Vani. ”Than, udahan dulu ya. Gue lemes banget” Vani
terengah-engah minta time-out. Tapi bukan Ethan namanya kalo nurutin
kemauan si cewek. Bagi Ethan, si cewek harus digenjot terus sampai
betul-betul lemes, baru disitu si cewek dapat klimaksnya yang paling
hebat. Tidak pedulian rengekan Vani, Ethan langsung mengarahkan
kontolnya ke memek Vani yang menganga, dan langsung BLEESHH..!! Dengan
mudahnya memek Vani menelan kontol Ethan.
”Hmmffpp..sshiitt..”
Vani cuma bisa mengumpat perlahan karena tiba-tiba saja (lagi) kontol
Ethan sudah amblas kedalam memeknya. Ethan langsung menggenjot Vani
dengan kecepatan tinggi. SLLEPP...SLEEPP... SLLEPPP...SLEPP.... kontol
Ethan keluar masuk memek Vani dengan cepat. Vani yang sudah lemes dan
kehabisa energy, tiba-tiba mulai merasakan sensasi horny lagi. ”Oh
shit..gue kok horny lagi. Lagi-lagi memek gue minta digaruk shhhh..”
mengumpat Vani dalam hati. Ethan yang kini berhadapan dengan Vani, bisa
melihat perubahan mimik muka Vani yang dari lemes dan ogah-ogahan,
menjadi mimik orang keenakan dan horny abis. ”Hehehe gue kata juga apa.
Elo memang harus dikentot terus, dasar memek lonte” ujar Ethan sambil
terus memompa memek Vani. Kedua tangan Ethan kini bertelekan di toked
Vani, dan meremasnya seperti meremas balon.
”AAHH...AHH...AHH..EEMMPPHH...
.EKKHH....” erang Vani yang merem melek keenakan dientot. Kali ini
tidak sampai 5 menit, seluruh otot tubuh Vani sudah mengejang. Kedua
tangan Vani memeluk dan mencakar punggung Ethan kuat-kuat. Lenguhan yang
keluar dari mulut Vani semakin keras.
”HOUUUHH....HOOOHH....UUUGGHHH
...ENNAAKKKKK..TERUSSS THANN.... GENJOTTT TERUSS.... GUE AMPIIRR
NEEHHH........”.”Woe, lonte, lo udah mo keluar lagi? Tunggu gue napa”
damprat Ethan tapi tetapi malah mempercepat genjotannya. Tanpa dapat
dihalangi lagi, memek Vani kembali berkedut-kedut keras dan
meremas-remas kontol Ethan yang berada didalamnya. Diiringi pekikan
keras, Vani mencapai klimaksnya yang kesekian.
”AAGGGHHHHHHHHHHHHH........... .........GUE KLUUAARRR ........”.
Vani
merasakan gelombang kenikmatan yang luar biasa itu lagi, dan seluruh
tulangnya serasa diloloskan. ”Hhhh.....enak bangetttttt. Lemes banget
gue” membatin si Vani. Melihat Vani yang sudah keluar lagi, kali si
Ethan agak kesal karena dia sebenernya juga sudah hampir keluar. Tapi
kalo si cewek sudah nggak binal lagi, si Ethan merasa kurang puas.
”Sialan, lo Van. Main keluar aja lo. Kalo gitu gue entot diluar aja lo.
Di sini sempit banget”.
Maka Ethan langsung membuka
pintu mobil, keluar dan menarik Vani keluar. ”Eh..eh.. apa-apaan ni
Than. Gue mo dibawa kemana?” tanya Vani lemes. “Kaki gue lemes banget
Than, susah banget berdiri” tambah Vani. Ethan langsung bopong Vani
keluar dari mobil. Langsung dibawa kedepan mobil. Lantas badan Vani
ditenkurapkan di kap depan BMW-nya.
Posisinya betul-betul
merangsang. Pinggang ke atas tengkuran di kap mobil, dengan kedua
tangan terpentang. Kedua kaki Vani yang lemes menjejak tanah, dibuka
lebar-lebar pahanya oleh Ethan. Vani jengah sekali karena kini dia
bugil di tempat terbuka. Siapa saja bisa melihat mereka. ”Than, balik
dalam lagi aja yuk” ujar Vani sambil berupaya berdiri. Tapi dengan
kuatnya tangan Ethan menahan punggung Vani agar tetap tengkurap di kap
mobil, sehinggu pantatnya tetap nungging. ”Kan gue udah bilang, gue
bakal kentotin lo sampai habis peju lo Van” ujar Ethan yang nafsunya
makin berkobar melihat posisi Vani.
Hawa dingin malam
malah membuat Ethan merasa energinya kembali lagi. Kedua tangan Ethan
meremas bongkahan semok pantat Vani, dan membukanya sehingga memek Vani
yang masih berleleran peju ikut membuka. Ethan langsung melesakkan
kontolnya dalam-dalam ke memek Vani. ”AHHHH...” pekik Vani tertahan.
Kali
ini Ethan betul-betul seperti kesetanan. Tidak ada gigi 1, atau 2,
bahkan 3. Langsung ke gigi 4 dan 5. Genjotan maju mundurnya
dilakukannya sangat cepat, dan ketika menusukkan tongkolnya dilakukan
dengan penuh tenaga. PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK..bunyi pantat Vani yang
beradu dengan badan Ethan semakin keras terdengar. ”GILAA...ENAKKK
BANGET NIH memekKK.....” Ethan mengerang keenakan.
Tangannya
mencengkram pantat Vani kuat-kuat, dan kepala Ethan mendongak ke atas,
keenakan. Vani yang mula-mula kesakitan, mulai terangsang lagi. Entah
karena kocokan Ethan, atau karena sensasi ngentot di areal terbuka
seperti ini. Perasaan seperti dilihat orang, membuat memek Vani
berkedut-kedut dan gatel lagi. Maka lenguhannya pun kembali terdengar.
”OUUHHH....HHHMMFFPPPPP....OHH H..UOOHH...ENAK..ENAK..ENAAKKK ....” Vani meceracau.
Mendengar
lenguhan Vani, Ethan tambah nafsu lagi ”Ooo.. lo demen ya dikentot
kasar gini ya Van..Gue tambahin lagi kalo gitu” kata Ethan dengan nafas
memburu. Jari-jari Ethan tetap mencengkram bongkahan montok pantat
Vani, tapi bedanya kedua jari jempolnya dilesakkan kedalam lubang
pantatnya. Dan digerakkan berputar-putar didalamnya. Lubang pantat Vani
adalah juga merupakan titik sensitif bagi Vani, sehingga mendatangkan
sensasi baru lagi. Apalagi 2 jari jempol yang langsung
mengobok-oboknya. Vani makin blingsatan dan makin heboh lenguhannya.
”GILAA LO THAN...UUHHHHHH.. UHH..UHH.. OUUUUUUHHHHHHH.....!
Vani
sudah tidak bisa berkata-kata lagi, cuma lenguhan yang kluar dari
mulutnya. Ethan tidak sadar bahwa setelah hampir 10 menit mengocok Vani
dari belakang, Vani sudah dua kali keluar lagi. Vani yang sudah agak
lewat sensasi orgasmenya, mulai menyadari bahwa gerakan Ethan mulai
tidak beraturan dan tongkolnya jadi membesar. ”Oh shit, Ethan mo keluar.
Pasti dia pengen nyemprot dalam memek gue. Harus gue cegah” pikir Vani
panik. Tapi, pikiran tinggal pikiran. Badan Vani tidak mau diajak
kerja sama. Mulutnya meneriakkan ”THAAN, JANGAN NGECRET
DIDALLAMM....PLEASEE!!!". Tapi Ethan yang memang sudah berniat
menyemprotkan pejunya dalam memek Vani, malah semakin semakin semangat
menggenjot dalam-dalam memek Vani. Vani sendiri karena memeknya semakin
disesaki oleh kontol Ethan yang membesar karena hendak ngecret, jadi
terangsang lagi dan langsung hendak ngecret juga.
Maka,
ketika Ethan mencapai klimaksnya, tangannya mencengkram pantat Vani
kuat-kuat, dan kontolnya ditekan dalam-dalam dalam memek Vani, Ethan
meraung keras. "HMMUUUUAHHHHH....AAHHHH” cairan peju hangat Ethan
menyemprot berkali-kali dalam liang memek Vani. Vani pun bereteriak
keras ” OUUUAAHHHH....GUE KELUARRRRR....” dan pejunya pun ikut muncrat
lagi.
Kedua mahluk lain jenis itu berkelonjotan menikmati
setiap tetes peju yang mereka keluarkan. Cairan peju Ethan dan Vani
berleleran keluar dari sela-sela jepitan kontol & memek Vani. Banyak
sekali cairan yang keluar meleleh dari memek Vani turun ke pahanya.
Ethan
puas sekali bisa menembakkan pejunya dalam memek cewek sesexy Vani.
Apalagi si Vani ikutan keluar juga. ”Komplet dah” pikir Ethan. Karena
lemas, Ethan ikut tengkurap, menindih tubuh Vani di atas kap mobil.
kontolnya yang mulai mengecil, masih dibiarkan di dalam memek Vani.
Sedang Vani sendiri, masih memejamkan mata menikmati setiap sensasi
extasy kenikmatan orgasme yang masih menjalarinya seluruh tubuhnya.
Belum pernah ia ngentot sampai keluar lebih dari 4 kali seperti ini.
Apalagi sebelumnya dia sempat menolak. Rasa tengsin dan malu mulai
menjalar lagi, setelah gelombang kenikmatan orgasmenya memudar.
Ethan
yang masih menindihnya berkata ”Hehehe enak kan. Gue demen banget
ngentot sama lo Van. Betul-betul binal & liar. Memek lo ga ada
matinya, nyemprot peju mulu” kata Ethan seenaknya. Vani cuma bisa diam
dan ngedumel dalam hati. ”Udah, bangun lo. Anter gue pulang sekarang.
Berlebih banget nih gue bayarnya” ujar Vani ketus. ”Heheh ok..ok gue
udah dapet apa yang gue mau. Sekarang gue anter lo pulang” balas Ethan.
Ethan
pun bangun dari punggung Vani dan beranjak ke pintu mobil dan mulai
memakai pakaian dan celananya. Tapi kemudian dia heran, kok si Vani
masih tengkurapan aja di kap mobil. ”Hei, katanya mo pulang. Kok masih
tengkurapan aja” tanya Ethan. Vani tidak menjawab, hanya terdenger
dengusan nafas saja. Ketika Ethan menghampiri, terlihatlah betapa
merahnya muka Vani, karena menahan malu. ”Than, bantuin gue bangun dong.
Kaki gue lemes banget. Selangkangan gue rasanya kaya masih ada yang
ngganjel” ujar Vani malu-malu. ”Hahaha...KO juga lo ya, cewe paling
bahenol di kampus” tawa Ethan membahana. Bertambahlah merahlah muka si
Vani. Ketika mau bopong Vani, tiba-tiba pikiran mesum Ethan keluar lagi.
Dikeluarkanlah HP-nya yang berkamera. Ethan ambil beberapa shot posisi
Vani yang mesum banget itu plus dua close up memek Vani yang
berleleran peju.
Karena Vani memejamkan mata untuk
mengatur nafas, dia tidak sadar akan tindakan Ethan. Akhirnya Ethan
kasihan juga, tubuh Vani dibopong masuk kedalam mobil. Bahkan dibantuin
memakai pakaian dan roknya lagi. Tapi ketika Vani meminta panty-nya,
Ethan berkata ”Ini buat gue aja. Kenang-kenangan. Lo ga usah pake aja.
Memek lo butuh udara segar kelihatannya, habis tadi gue sumpalin pake
kontol gue terus”. ”Sial lo Than. Ya udah, ambil dah sana” ketus Vani.
Vani
langsung tertidur di kursi mobil. Baru terbagun ketika mobil Ethan
sudah sampai di depan pagar kos-kosan Vani. ”Lo bisa jalan ga Van? Kalo
masih lemes, gue papah deh masuk ke kamar lo. Itung-itung ucapan
terima kasih sudah mau ngentot ama gue malam ini hehe” kata Ethan
nakal. Vani tidak bisa menolak tawaran itu, karena memang dia masih
merasa lemas dikedua kakinya. Maka Ethan pun memapah Vani berjalan
menuju kosnya.
Kamar Vani ada di lantai 2. Kamar-kamar di
lantai 1 sudah pada tertutup semua. Tidak ada penghuninya yang
nongkrong di luar. Diam-diam Vani merasa lega. Apa kata orang kalo dia
pulang dipapah seperti ini. Kalo ga dibilang lagi mabok, bisa dibilang
yang enggak-enggak lainnya. Tapi sialnya, ketika dilantai 2 mereka
berpapasan dengan si Mirna yang baru dari kamar mandi. Mirna yang
selama ini jealous dengan kesexy-an Vani, perhatiin Vani dari ujung
rambut sampai ujung kaki.
Tiba-tiba si Mirna ketawa sinis
”Napa lo Van”. ”Sedikit mabok Mir” jawab Vani sekenanya. ”Mabok apa
lo? Mabok peju kelihatannya” kata Mirna nyelekit sambil mandangi paha
Vani. Reflek Vani nengok kebawah, betapa kagetnya Vani, karena dia baru
sadar tadi belum bersihin leleran peju Ethan dan pejunya sendiri.
Lelehan peju mengalir dari dalam memek Vani, sampai lututnya. Cukup
banyak, sehingga kelihatan jelas.
PIASS! Muka Vani
langsung memerah. Vani langsung berpaling, sedang Mirna terkekeh
senang.”Kalo elo kelihatannya malah kekurangan peju neh. Mana ada cowo
yang ikhlas kasi pejunya ke cewe kerempeng kayo elo?” tiba-tiba Ethan
nyeletuk pedes. Muka Mirna berubah dari merah, kuning sampai jadi
ungu.”Heh, gue juga punya cowok yang mau ngentot sama gue tanpa gue
minta” balas Mirna ketus.”Nah, berarti kan lo bedua sama, sama-sama
butuh kontol & pejunya. Napa saling hina. Urus aja urusan lo
masing-masing, dan kenikmatan lo masing-masing. Ga usah saling sindir”
tandas Ethan.
Mirna langsung terdiam, dan ngloyor masuk
dalam kamarnya. Vani sedikit terkejut, ga nyangka kalo si bejat Ethan
bisa ngomong cerdas seperti itu. Betul-betul penyelamatnya. Setelah
ditidurkan di ranjangnya Ethan pamit ”Gue cao dulu ya Van. Thanks buat
malam ini. Betul-betul sex yang hebat. Baru kali ini gue ngrasain. Kalo
lo pengen, call gue aja ya. kontoll gue selalu siap melayani hehe”.
”Enak aja. Ini pertama dan terakhir Than. Kapok gue naik mobil lo” balas
Vani pedas.
Ethan cuma tartawa saja, lalu berbalik
menutup pintu dan pergi. Sebenarnya Vani merasakan hal yang sama dengan
Ethan, betul-betul sex yang luar biasa malam ini. Vani ragu-ragu, bila
Ethan ngajak lagi, emang dia bakal langsung nolak. Kok ga yakin ya?
Sialan maki Vani pada diri sendiri. Sekarang gue butuh tidur. Dalam
sekejap Vani langsung terlelap, tanpa berganti pakaian.
Selasa, 17 Januari 2012
2 lawan 1
Aku adalah gadis berusia 19 tahun. kawan-kawan mengatakan aku cantik,
tinggi 170, kulit putih dengan rambut lurus sebahu. Aku termasuk
populer diantara kawan-kawan, pokoknya ‘gaul abis’. Namun demikian aku
masih mampu menjaga kesucianku sampai.. Suatu saat aku dan enamorang
kawan Susi (19), Andra (20), Kelvin (22), Vito (22), Toni (23) dan Andri
(20). menghabiskan liburan dengan menginap di villa keluarga Andri di
Puncak.
Susi walaupun tidak terlalu tinggi (160) memiliki tubuh padat dengan kulit putih, sangat sexy apalagi dengan ukuran payudara 36b-nya, Susi telah berpacaran cukup lama dengan Kelvin. Diantara kami bertiga Andra yang paling cantik, tubuhnya sangat proporsi tidak heran kalau sang pacar, Vito, sangat tergila-gila dengannya. Sementara aku, Andri dan Toni masih ‘jomblo’. Andri yang berdarah India sebenarnya suka sama aku, dia lumayan ganteng hanya saja bulu-bulu dadanya yang lebat terkadang membuat aku ngeri, karenanya aku hanya menganggap dia tidak lebih dari sekedar teman.
Acara ke Puncak kami mulai dengan ‘hang-out’ disalah satu kafe terkenal di kota kami. Larut malam baru tiba di Puncak dan langsung menyerbu kamar tidur, kami semua tidur dikamar lantai atas. Udara dingin membuatku terbangun dan menyadari hanya Susi yang ada sementara Andra entah kemana. Rasa haus membuatku beranjak menuju dapur untuk mengambil minum. Sewaktu melewati kamar belakang dilantai bawah, telingaku menangkap suaraorang yang sedang bercakap-cakap. Kuintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, ternyata Vito dan Andra. Niat menegur mereka aku urungkan, karena kulihat mereka sedang berciuman, awalnya kecupan-kecupan lembut yang kemudian berubah menjadi lumatan-lumatan. Keingintahuan akan kelanjutan adegan itu menahan langkahku menuju dapur.
Adegan ciuman itu bertambah ‘panas’ mereka saling memagut dan berguling-gulingan, lidah Vito menjalar bagai bagai ular ketelinga dan leher sementara tangannya menyusup kedalam t-shirt meremas-remas payudara yang menyebabkan Andra mendesah-desah, suaranya desahannya terdengar sangat sensual. Disibakkannya t-shirt Andra dan lidahnya menjalar dan meliuk-liuk di putingnya, menghisap dan meremas-remas payudara Andra. Setelah itu tangannya mulai merayap kebawah, mengelus-elus bagian sensitif yang tertutup g-string. Vito berusaha membuka penutup terakhir itu, tapi sepertinya Andra keberatan. Lamat-lamat kudengan pembicaraan mereka. “Jangan To” tolak Andra. “Kenapa sayang” tanya Vito. “Aku belum pernah.. gituan” “Makanya dicoba sayang” bujuk Vito. “Takut To” Andra beralasan. “Ngga apa-apa kok” lanjut Vito membujuk “Tapi To” “Gini deh”, potong Vito, “Aku cium aja, kalau kamu ngga suka kita berhenti” “Janji ya To” sahut Andra ingin meyakinkan. “Janji” Vito meyakinkan Andra.
Vito tidak membuang-buang waktu, ia membuka t-shirt dan celana pendeknya dan kembali menikmati bukit kenikmatan Andra yang indah itu, perlahan mulutnya merayap makin kebawah.. kebawah.. dan kebawah. Ia mengecup-ngecup gundukan diantara paha sekaligus menarik turung-string Andra. Dengan hati-hati Vito membuka kedua paha Andra dan mulai mengecup kewanitaannya disertai jilatan-jilatan. Tubuh Andra bergetar merasakan lidah Vito. “Agghh.. To.. oohh.. enakk.. Too” Mendengar desahan Andra, Vito semakin menjadi-jadi, ia bahkan menghisap-hisap kewanitaan Andra dan meremas-remas payudaranya dengan liar. Hentakan-hentakan birahi sepertinya telah menguasai Andra, tubuhnya menggelinjang keras disertai desahan dan erangan yang tidak berkeputusan, tangannya mengusap-usap dan menarik-narik rambut Vito, seakan tidak ingin melepaskan kenikmatan yang ia rasakan.
Andra semakin membuka lebar kedua kakinya agar memudahkan mulut Vito melahap kewanitaannya. Kepalanya mengeleng kekiri-kekanan, tangannya menggapai-gapai, semua yang diraih dicengramnya kuat-kuat. Andra sudah tenggelam dan setiap detik belalu semakin dalam ia menuju ke dasar lautan birahi. Vito tahu persis apa yang harus dilakukan selanjutnya, ia membuka CDnya dan merangkak naik keatas tubuh Andra. Mereka bergumul dalam ketelanjangan yang berbalut birahi. Sesekali Vito di atas sesekali dibawah disertai gerakan erotis pinggulnya, Andra tidak tinggal diam ia melakukan juga yang sama. Kemaluanmereka saling beradu, menggesek, dan menekan-nekan. Melihat itu semua membuat degup jantung berdetak kencang dan bagian-bagian sensitif di tubuhku mengeras.. Aku mulai terjangkit virus birahi mereka.
Vito kemudian mengangkat tubuhnya yang ditopang satu tangan, sementara tangan lain memegang kejantannya. Vito mengarahkan kejantanannya keselah-selah paha Anggie. “Jangan To, katanya cuma cium aja” sergah Andra. “Rileks An” bujuk Vito, sambil mengosok-gosok ujung penisnya di kewanitaan Andra. “Tapi.. To.. oohh.. aahh” protes Andra tenggelam dalam desahannya sendiri. “Nikmatin aja An” “Ehh.. akkhh.. mpphh” Andra semakin mendesah “Gitu An.. rileks.. nanti lebih enak lagi” “He eh To.. eesshh” “Enak An..?” “Ehh.. enaakk To” Aku benar-benar ternganga dibuatnya. Seumur hidup belum pernah aku melihat milik pria yang sebenarnya, apalagi adegan ‘live’ seperti itu.
Tidak ada lagi protes apalagi penolakan hanya desahan kenikmatan Andra yang terdengar. “Aku masukin ya An” pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Vito langsung menekan pinggulnya, ujung kejantanannya tenggelam dalam kewanitaan Andra. “Aakhh.. To.. eengghh” erang Andra cukup keras, membuat bulu-bulu ditubuhku meremang mendengarnya. Vito lebih merunduk lagi dengan sikut menahan badan, perlahan pinggulnya bergerak turun naik serta mulutnya dengan rakus melumat payudara Andra. “Teruss.. Too.. enak banget.. ohh.. isep yang kerass sayangg” Andra meracau. “Aku suka sekali payudara kamu An.. mmhh” “Aku juga suka kamu isep To.. ahh” Andra menyorongkan dadanya membuat Vito bertambah mudah melumatnya. Bukan hanya Andra yang terayun-ayun gelombang birahi, aku yang melihat semua itu turut hanyut dibuatnya. Tanpa sadar aku mulai meremas-remas payudara dan memainkan putingku sendiri, membuat mataku terpejam-pejam merasakan nikmatnya.
Vito tahu Andra sudah pada situasi ‘point of no return’, ia merebahkan badannya menindih Andra dan memeluknya seraya melumat mulut, leher dan telinga Andra dan.. kulihat Vito menekan pinggulnya, dapat kubayangkan bagaimana kejantanannya melesak masuk ke dalam rongga kenikmatan Andra. “Auuwww.. To.. sakiitt” jerit Andra. “Stop.. stop To” “Rileks An.. supaya enak nanti” bujuk Vito, sambil terus menekan lebih dalam lagi. “Sakit To.. pleasee.. jangan diterusin” Terlambat.. seluruh kejantanan Vito telah terbenam di dalam rongga kenikmatan Andra. Beberapa saat Vito tidak bergerak, ia mengecup-ngecup leher, pundak dan akhirnya payudara Andra kembali jadi bulan-bulanan lidah dan mulutnya. Perlakuan Vito membuat birahi Andra terusik kembali, ia mulai melenguh dan mendesah-desah, lama kelamaan semakin menjadi-jadi. Bagian belakang tubuh Vito yang mulai dari punggung, pinggang sampai buah pantatnya tak luput dari remasan-remasan tangan Andra.
Vito memahami sekali keadaan Andra, pinggulnya mulai digerakan memutar perlahan sekali tapi mulutnya bertambah ganas melahap gundukan daging Andra yang dihiasi puting kecil kemerah-merahan. “Uhh.. ohh.. To” desah kenikmatan Andra, kakinya dibuka lebih melebar lagi. Vito tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dipercepat ritme gerakan pinggulnya. “Agghh.. ohh.. terus Too” Andra meracau merasakan kejantanan Vito yang berputar-putar di kewanitaannya, kepalanya tengadah dengan mata terpejam, pinggulnya turut bergoyang. Merasakan gerakannya mendapat respon Vito tidak ragu lagi untuk menarik-memasukan batang kemaluannya. “Aaauugghh.. sshh.. Too.. ohh.. Too” Andra tak kuasa lagi menahan luapan kenikmatan yang keluar begitu saya dari mulutnya.
Pinggul Vito yang turun naik dan kaki Andra yang terbuka lebar membuat darahku berdesir, menimbulkan denyut-denyut di bagian sensitifku, kumasukan tangan kiri kebalik celana pendek dan CD. Tubuhku bergetar begitu jari-jemariku meraba-raba kewanitaanku. “Ssshh.. sshh” desisku tertahan manakala jari tengahku menyentuh bibir kemaluanku yang sudah basah, sesaat ‘life show’ Vito dan Andra terlupakan. Kesadaranku kembali begitu mendengar pekikan Andra. “Adduuhh.. Too.. nikmat sekalii” Andra terbuai dalam birahinya yang menggebu-gebu. “Nikmati An.. nikmati sepuas-puasnya” “Ssshh.. ahh.. ohh.. ennaak Too” “Punya kamu enaakk sekalii An.. uugghh” “Ohh.. Too.. aku sayang kamu.. sshh” desah Andra seraya memeluk, pujian Vito rupanya membuat Andra lebih agresif, pantatnya bergoyang mengikuti irama hentakan-hentakan turun-naik pantat Vito. “Enaak An.. terus goyang.. uhh.. eenngghh” merasakan goyangan Andra Vito semakin mempercepat hujaman-hujaman kejantanannya. “Ahh.. aahh.. Too.. teruss.. sayaang” pekik Andra. Semakin liar keduanya bergumul, keringat kenikmatan membanjir menyelimuti tubuh mereka. “Too.. tekan sayangg.. uuhh.. aku mau ke.. kelu.. aarrghh” erang Andra. Vito menekan pantatnya dalam-dalam dan tubuh keduanya pun mengejang. Gema erangan kenikmatan mereka memenuhi seantero kamar dan kemudian keduanya.. terkulai lemas.
Dikamar aku gelisah mengingat-ingat kejadian yang baru saja kulihat, bayang-bayang Vito menyetubuhi Andra begitu menguasai pikiranku. Tak kuasa aku menahan tanganku untuk kembali mengusap-usap seluruh bagian sensitif di tubuhku namun keberadaan Susi sangat mengganggu, menjelang ayam berkokok barulah mataku terpejam. Dalam mimpi adegan itu muncul kembali hanya saja bukan Andra yang sedang disetubuhi Vito tetapi diriku.
Jam 10.00 pagi harinya kami jalan-jalan menghirup udara puncak, sekalian membeli makanan dan cemilan sementara Susi dan Kelvin menunggu villa. Belum lagi 15 menit meninggalkan villa perutku tiba-tiba mulas, aku mencoba untuk bertahan, tidak berhasil, bergegas aku kembali ke villa.
Selesai dari kamar mandi aku mencari Susi dan Kelvin, rupanya mereka sedang di ruang TV dalam keadaan.. bugil. Lagi-lagi aku mendapat suguhan ‘live show’ yang spektakuler. Tubuh Susi setengah melonjor di sofa dengan kaki menapak kelantai, Kelvin berlutut dilantai dengan badan berada diantara kedua kaki Susi, Mulutnya mengulum-ngulum kewanitaan Susi, tak lama kemudian Kelvin meletakan kedua tungkai kaki Susi dibahunya dan kembali menyantap ’segitiga venus’ yang semakin terpampang dimukanya. Tak ayal lagi Susi berkelojotan diperlakukan seperti itu.
“Ssshh.. sshh.. aahh” desis Susi. “Oohh.. Kel.. nikmat sekalii.. sayang” “Gigit.. Kel.. pleasee.. gigitt” “Auuwww.. pelan sayang gigitnyaa” Melengkapi kenikmatan yang sedang melanda dirinya satu tangan Susi mencengkram kepala Kelvin, tangan lainnya meremas-remas payudara 36b-nya sendiri serta memilin putingnya.
Beberapa saat kemudian mereka berganti posisi, Susi yang berlutut di lantai, mulutnya mengulum kejantanan Kelvin, kepalanya turun naik, tangannya mengocok-ngocok batang kenikmatan itu, sekali-kali dijilatnya bagai menikmati es krim. Setiap gerakan kepala Susi sepertinya memberikan sensasi yang luar biasa bagi Kelvin. “Aaahh.. aauugghh.. teruss sayangg” desah Kelvin. “Ohh.. sayangg.. enakk sekalii” Suara desahan dan erangan membuat Susi tambah bernafsu melumat kejantanan Kelvin. “Ohh.. Susii.. ngga tahann.. masukin sayangg” pinta Kelvin.
Susi menyudahi lumatannya dan beranjak keatas, berlutut disofa dengan pinggul Kelvin berada diantara pahanya, tangannya menggapai batang kenikmatan Kelvin, diarahkan kemulut kewanitaannya dan dibenamkan. “Aaagghh” keduanya melenguh panjang merasakan kenikmatan gesekan pada bagian sensitif mereka masing-masing. Dengan kedua tangan berpangku pada pahanya Susi mulai menggerakan pinggulnya mundur maju, karuan saja Kelvin mengeliat-geliat merasakan batangnya diurut-urut oleh kewanitaan Susi. Sebaliknya, milik Kelvin yang menegang keras dirasakan oleh Susi mengoyak-ngoyak dinding dan lorong kenikmatannya. Suara desahan, desisan dan lenguhan saling bersaut manakala kedua insan itu sedang dirasuk kenikmatan duniawi.
Tontonan itu membuat aku tidak dapat menahan keinginanku untuk meraba-raba2 sekujur tubuhku, rasa gatal begitu merasuk kedalam kemaluanku. Kutinggalkan ‘live show’ bergegas menuju kamar, kulampiaskan birahiku dengan mengesek-gesekan bantal di kewanitaanku. Merasa tidak puas kusingkap rok miniku, kuselipkan tanganku kedalam CD-ku membelai-belai bulu-bulu tipis di permukaan kewanitaanku dan.. akhirnya menyentuh klitorisku. “Aaahh.. sshh.. eehh” desahku merasakan nikmatnya elusan-elusanku sendiri, jariku merayap tak terkendali ke bibir kemaluanku, membuka belahannya dan bermain-main ditempat yang mulai basah dengan cairan pelancar, manakala kenikmatan semakin membalut diriku tiba-tiba pintu terbuka.. Susi! masih dengan pakaian kusut menerobos masuk, untung aku masih memeluk bantal, sehingga kegiatan tanganku tidak terlihat olehnya. “Ehh Ver.. kok ada disini, bukannya tadi ikut yang lain?” sapa Susi terkejut. “Iya Si.. balik lagi.. perut mules” “Aku suruh Kelvin beli obat ya” “Ngga usah Si.. udah baikan kok” “Yakin Ver?” “Iya ngga apa-apa kok” jawabku meyakinkan Susi yang kemudian kembali ke ruang tengah setelah mengambil yang dibutuhkannya. Sirna sudah birahiku karena rasa kaget.
Malam harinya selesai makan kami semua berkumpul diruang tengah, Andri langsung memutar VCD X-2. Adegan demi adegan di film mempengaruhi kami, terutama kawan-kawan pria, mereka kelihatan gelisah. Film masih setengah main Susi dan Kelvin menghilang, tak lama kemudian disusul oleh Andra dan Vito. Tinggal aku, Toni dan Andri, kami duduk dilantai bersandar pada sofa, aku di tengah. Melihat adegan film yang bertambah panas membuat birahiku terusik. Rasa gatal menyeruak dikewanitaanku mengelitik sekujur tubuh dan setiap detik berlalu semakin memuncak saja, aku jadi salah tingkah. Toni yang pertama melihat kegelisahanku. “Kenapa Ver, gelisah banget horny ya” tegurnya bercanda. “Ngga lagi, ngaco kamu Ton” sanggahku. “Kalau horny bilang aja Ver.. hehehe.. kan ada kita-kita” Andri menimpali. “Rese’ nih berdua, nonton aja tuh” sanggahku lagi menahan malu.
Toni tidak begitu saja menerima sanggahanku, diantara kami ia paling tinggi jam terbangnya sudah tentu ia tahu persis apa yang sedang aku rasakan. Toni tidak menyia-nyiakannya, bahuku dipeluknya seperti biasa ia lakukan, seakan tanpa tendensi apa-apa. “Santai Ver, kalau horny enjoy aja, gak usah malu.. itu artinya kamu normal” bisik Toni sambil meremas pundakku. Remasan dan terpaan nafas Toni saat berbisik menyebabkan semua bulu-bulu di tubuhku meremang, tanpa terasa tanganku meremas ujung rok. Toni menarik tanganku meletakan dipahanya ditekan sambil diremasnya, tak ayal lagi tanganku jadi meremas pahanya. “Remas aja paha aku Ver daripada rok” bisik Toni lagi. Kalau sedang bercanda jangankan paha, pantatnya yang ‘geboy’ saja kadang aku remas tanpa rasa apapun, kali ini merasakan paha Toni dalam remasanku membuat darahku berdesir keras. “Ngga usah malu Ver, santai aja” lanjutnya lagi. Entah karena bujukannya atau aku sendiri yang menginginkan, tidak jelas, yang pasti tanganku tidak beranjak dari pahanya dan setiap ada adegan yang ‘wow’ kuremas pahanya. Merasa mendapat angin, Toni melepaskan rangkulannya dan memindahkan tangannya di atas pahaku, awalnya masih dekat dengkul lama kelamaan makin naik, setiap gerakan tangannya membuatku merinding.
Entah bagaimana mulainya tanpa kusadari tangan Toni sudah berada dipaha dalamku, tangannya mengelus-elus dengan halus, ingin menepis, tapi, rasa geli-geli enak yang timbul begitu kuatnya, membuatku membiarkan kenakalan tangan Toni yang semakin menjadi-jadi. “Ver gue suka deh liat leher sama pundak kamu” bisik Toni seraya mengecup pundakku. Aku yang sudah terbuai elusannya karuan saja tambah menjadi-jadi dengan kecupannya itu. “Jangan Ton” namun aku berusaha menolak. “Kenapa Ver, cuma pundak aja kan” tanpa perduli penolakanku Toni tetap saja mengecup, bahkan semakin naik keleher, disini aku tidak lagi berusaha ‘jaim’. “Ton.. ahh” desahku tak tertahan lagi. “Enjoy aja Ver” bisik Toni lagi, sambil mengecup dan menjilat daun telingaku. “Ohh Ton” aku sudah tidak mampu lagi menahan, semua rasa yang terpendam sejak melihat ‘live show’ dan film, perlahan merayapi lagi tubuhku. Aku hanya mampu tengadah merasakan kenikmatan mulut Toni di leher dan telingaku. Andri yang sedari tadi asik nonton melihatku seperti itu tidak tinggal diam, ia pun mulai turut melakukan hal yang sama. Pundak, leher dan telinga sebelah kiriku jadi sasaran mulutnya.
Melihat aku sudah pasrah mereka semakin agresif. Tangan Toni semakin naik hingga akhirnya menyentuh kewanitaanku yang masih terbalut CD. Elusan-elusan di kewanitaanku, remasan Andri di payudaraku dan kehangatan mulut mereka dileherku membuat magma birahiku menggelegak sejadi-jadinya. “Agghh.. Tonn.. Drii.. ohh.. sshh” desahanku bertambah keras. Andri menyingkap tang-top dan braku bukit kenyal 34b-ku menyembul, langsung dilahapnya dengan rakus. Toni juga beraksi memasukan tangannya kedalam CD meraba-raba kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan pelicin. Aku jadi tak terkendali dengan serangan mereka tubuhku bergelinjang keras.
“Emmhh.. aahh.. ohh.. aagghh” desahanku berganti menjadi erangan-erangan. Mereka melucuti seluruh penutup tubuhku, tubuh polosku dibaringkan dilantai beralas karpet dan mereka pun kembali menjarahnya. Andri melumat bibirku dengan bernafsu lidahnya menerobos kedalam rongga mulutku, lidah kami saling beraut, mengait dan menghisap dengan liarnya. Sementara Toni menjilat-jilat pahaku lama kelamaan semakin naik.. naik.. dan akhirnya sampai di kewanitaanku, lidahnya bergerak-gerak liar di klitorisku, bersamaan dengan itu Andri pun sudah melumat payudaraku, putingku yang kemerah-merahan jadi bulan-bulanan bibir dan lidahnya.
Diperlakukan seperti itu membuatku kehilangan kesadaran, tubuhku bagai terbang diawang- awang, terlena dibawah kenikmatan hisapan-hisapan mereka. Bahkan aku mulai berani punggung Andri kuremas-remas, kujambak rambutnya dan merengek-rengek meminta mereka untuk tidak berhenti melakukannya. “Aaahh.. Tonn.. Drii.. teruss.. sshh.. enakk sekalii” “Nikmatin Ver.. nanti bakal lebih lagi” bisik Andri seraya menjilat dalam-dalam telingaku. Mendengar kata ‘lebih lagi’ aku seperti tersihir, menjadi hiperaktif pinggul kuangkat-angkat, ingin Toni melakukan lebih dari sekedar menjilat, ia memahami, disantapnya kewanitaanku dengan menyedot-nyedot gundukan daging yang semakin basah oleh ludahnya dan cairanku. Tidak berapa lama kemudian aku merasakan kenikmatan itu semakin memuncak, tubuhku menegang, kupeluk Andri-yang sedang menikmati puting susu-dengan kuatnya. “Aaagghh.. Tonn.. Drii.. akuu.. oohh” jeritku keras, dan merasakan hentak-hentakan kenikmatan didalam kewanitaanku. Tubuhku melemas.. lungai.
Toni dan Andri menyudahi ‘hidangan’ pembukanya, dibiarkan tubuhku beristirahat dalam kepolosan, sambil memejamkan mata kuingat-ingat apa yang baru saja kualami. Permainan Andri di payudara dan Toni di kewanitaanku yang menyebarkan kenikmatan yang belum pernah kualami sebelumnya, dan hal itu telah kembali menimbulkan getar-getar birahi diseluruh tubuhku. Aku semakin tenggelam saja dalam bayang-bayang yang menghanyutkan, dan tiba-tiba kurasakan hembusan nafas ditelingaku dan rasa tidak asing lagi.. hangat basah.. Ahh.. bibir dan lidah Andri mulai lagi, tapi kali ini tubuhku seperti di gelitiki ribuan semut, ternyata Andri sudah polos dan bulu-bulu lebat di tangan dan dadanya menggelitiki tubuhku. Begitupun Toni sudah bugil, ia membuka kedua pahaku lebar-lebar dengan kepala sudah berada diantaranya.
Mataku terpejam, aku sadar betul apa yang akan terjadi, kali ini mereka akan menjadikan tubuhku sebagai ‘hidangan’ utama. Ada rasa kuatir dan takut tapi juga menantikan kelanjutannya dengan berdebar. Begitu kurasakan mulut Toni yang berpengalaman mulai beraksi.. hilang sudah rasa kekuatiran dan ketakutanku. Gairahku bangkit merasakan lidah Toni menjalar dibibir kemaluanku, ditambah lagi Andri yang dengan lahapnya menghisap-hisap putingku membuat tubuhku mengeliat-geliat merasakan geli dan nikmat dikedua titik sensitif tubuhku.
“Aaahh.. Tonn.. Drii.. nngghh.. aaghh” rintihku tak tertahankan lagi. Toni kemudian mengganjal pinggulku dengan bantal sofa sehingga pantatku menjadi terangkat, lalu kembali lidahnya bermain dikemaluanku. Kali ini ujung lidahnya sampai masuk kedalam liang kenikmatanku, bergerak-gerak liar diantara kemaluan dan anus, seluruh tubuhku bagai tersengat aliran listrik aku hilang kendali. Aku merintih, mendesah bahkan menjerit-jerit merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Lalu kurasakan sesuatu yang hangat keras berada dibibirku.. kejantanan Andri! Aku mengeleng-gelengkan kepala menolak keinginannya, tapi Andri tidak menggubrisnya ia malah manahan kepalaku dengan tangannya agar tidak bergerak.
“Jilat.. Ver” perintahnya tegas. Aku tidak lagi bisa menolak, kujilat batangnya yang besar dan sudah keras membatu itu, Andri mendesah-desah merasakan jilatanku. “Aaahh.. Verr.. jilat terus.. nngghh” desah Andri. “Jilat kepalanya Ver” aku menuruti permintaannya yang tak mungkin kutolak. Lama kelamaan aku mulai terbiasa dan dapat merasakan juga enaknya menjilat-jilat batang penis itu, lidahku berputar dikepala kemaluannya membuat Andri mendesis desis. “Ssshh.. nikmat sekali Verr.. isep sayangg.. isep” pintanya diselah-selah desisannya.
Aku tak tahu harus berbuat bagaimana, kuikuti saja apa yg pernah kulihat di film, kepala kejantanannya pertama-tama kumasukan kedalam mulut, Andri meringis. “Jangan pake gigi Ver.. isep aja” protesnya, kucoba lagi, kali ini Andri mendesis nikmat. “Ya.. gitu sayang.. sshh.. enak.. Ver” Melihat Andri saat itu membuatku turut larut dalam kenikmatannya, apalagi ketika sebagian kejantanannya melesak masuk menyentuh langit-langit mulutku, belum lagi kenakalan lidah Toni yang tiada henti-hentinya menggerayangi setiap sudut kemaluanku. Aku semakin terombang-ambing dalam gelombang samudra birahi yang melanda tubuhku, aku bahkan tidak malu lagi mengocok-ngocok kejantanan Andri yang separuhnya berada dalam mulutku.
Beberapa saat kemudian Andri mempercepat gerakan pinggulnya dan menekan lebih dalam batang kemaluannya, tanganku tak mampu menahan laju masuknya kedalam mulutku. Aku menjadi gelagapan, ku geleng-gelengkan kepalaku hendak melepaskan benda panjang itu tapi malah berakibat sebaliknya, gelengan kepalaku membuat kemaluannya seperti dikocok-kocok. Andri bertambah beringas mengeluar-masukan batangnya dan.. “Aaagghh.. nikmatt.. Verr.. aku.. kkeelluaarr” jerit Andri, air maninya menyembur-nyembur keras didalam mulutku membuatku tersedak, sebagian meluncur ke tenggorokanku sebagian lagi tercecer keluar dari mulutku.
Aku sampai terbatuk-batuk dan meludah-ludah membuang sisa yang masih ada dimulutku. Toni tidak kuhiraukan aku langsung duduk bersandar menutup dadaku dengan bantal sofa. “Gila Andri.. kira-kira dong” celetukku sambil bersungut-sungut. “Sorry Ver.. ngga tahan.. abis isepan kamu enak banget” jawab Andri dengan tersenyum. “Udah Ver jangan marah, kamu masih baru nanti lama lama juga bakal suka” sela Toni seraya mengambilkan aku minum dan membersihkan sisa air mani dari mulutku. Toni benar, aku sebenarnya tadi menikmati sekali, apalagi melihat mimik Andri saat akan keluar hanya saja semburannya yang membuatku kaget. Toni membujuk dan memelukku dengan lembut sehingga kekesalanku segera surut. Dikecupnya keningku, hidungku dan bibirku. Kelembutan perlakuannya membuatku lupa dengan kejadian tadi. Kecupan dibibir berubah menjadi lumatan-lumatan yang semakin memanas kami pun saling memagut, lidah Toni menerobos mulutku meliuk-liuk bagai ular, aku terpancing untuk membalasnya. Ohh.. sungguh luar biasa permainan lidahnya, leher dan telingaku kembali menjadi sasarannya membuatku sulit menahan desahan-desahan kenikmatan yang begitu saja meluncur keluar dari mulutku.
Toni merebahkan tubuhku kembali dilantai beralas karpet, kali ini dadaku dilahapnya puting yang satu dihisap-hisap satunya lagi dipilin-pilin oleh jari-jarinya. Dari dada kiriku tangannya melesat turun ke kewanitaanku, dielus-elusnya kelentit dan bibir kemaluanku. Tubuhku langsung mengeliat-geliat merasakan kenakalan jari-jari Toni. “Ooohh.. mmppff.. ngghh.. sshh” desisku tak tertahan. “Teruss.. Tonn.. aakkhh” Aku menjadi lebih menggila waktu Toni mulai memainkan lagi lidahnya di kemaluanku, seakan kurang lengkap kenikmatan yang kurasakan, kedua tanganku meremas-remas payudaraku sendiri. “Ssshh.. nikmat Tonn.. mmpphh” desahanku semakin menjadi-jadi. Tak lama kemudian Toni merayap naik keatas tubuhku, aku berdebar menanti apa yang akan terjadi. Toni membuka lebih lebar kedua kakiku, dan kemudian kurasakan ujung kejantanannya menyentuh mulut kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan cinta.
“Aauugghh.. Tonn.. pelann” jeritku lirih, saat kepala kejantanannya melesak masuk kedalam rongga kemaluanku. Toni menghentikan dorongannya, sesaat ia mendiamkan kepala kemaluannya dalam kehangatan liang kewanitaanku. Kemudian-masih sebatas ujungnya-secara perlahan ia mulai memundur-majukannya. Sesuatu yang aneh segera saja menjalar dari gesekan itu keseluruh tubuhku. Rasa geli, enak dan entah apalagi berbaur ditubuhku membuat pinggulku mengeliat-geliat mengikuti tusukan-tusukan Toni. “Ooohh.. Tonn.. sshh.. aahh.. enakk Tonn” desahku lirih. Aku benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang luar biasa akibat gesekan-gesekan di mulut kewanitaanku. Mataku terpejam-pejam kadang kugigit bibir bawahku seraya mendesis. “Enak.. Ver” tanya Toni berbisik. “He ehh Tonn.. oohh enakk.. Tonn.. sshh” “Nikmatin Ver.. nanti lebih enak lagi” bisiknya lagi. “Ooohh.. Tonn.. ngghh”
Toni terus mengayunkan pinggulnya turun-naik-tetap sebatas ujung kejantanannya-dengan ritme yang semakin cepat. Selagi aku terayun-ayun dalam buaian birahi, tiba-tiba Toni menekan kejantanannya lebih dalam membelah kewanitaanku. “Auuhh.. sakitt Tonn” jeritku saat kejantanannya merobek selaput daraku, rasanya seperti tersayat silet, Toni menghentikan tekanannya. “Pertama sedikit sakit Ver.. nanti juga hilang kok sakitnya” bisik Toni seraya menjilat dan menghisap telingaku. Entah bujukannya atau karena geliat liar lidahnya, yang pasti aku mulai merasakan nikmatnya milik Toni yang keras dan hangat didalam rongga kemaluanku.
Toni kemudian menekan lebih dalam lagi, membenamkan seluruh batang kemaluannya dan mengeluar-masukannya. Gesekan kejantanannya dirongga kewanitaanku menimbulkan sensasi yang luar biasa! Setiap tusukan dan tarikannya membuatku menggelepar-gelepar. “Ssshh.. ohh.. ahh.. enakk Tonn.. empphh” desahku tak tertahan. “Ohh.. Verr.. enak banget punya kamu.. oohh” puji Toni diantara lenguhannya. “Agghh.. terus Tonn.. teruss” aku meracau tak karuan merasakan nikmatnya hujaman-hujaman kejantanan Toni di kemaluanku. Peluh-peluh birahi mulai menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai pergumulan kami. Menit demi menit kejantanan Toni menebar kenikmatan ditubuhku. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuhku tak lagi mampu menahan letupannya. “Tonii.. oohh.. tekan Tonn.. agghh.. nikmat sekali Tonn” jeritan dan erangan panjang terlepas dari mulutku. Tubuhku mengejang, kupeluk Toni erat-erat, magma birahiku meledak, mengeluarkan cairan kenikmatan yang membanjiri relung-relung kewanitaanku.
Tubuhku terkulai lemas, tapi itu tidak berlangsung lama. Beberapa menit kemudian Toni mulai lagi memacu gairahku, hisapan dan remasan didadaku serta pinggulnya yang berputar kembali membangkitkan birahiku. Lagi-lagi tubuhku dibuat mengelepar-gelepar terayun dalam kenikmatan duniawi. Tubuhku dibolak-balik bagai daging panggang, setiap posisi memberikan sensasi yang berbeda. Entah berapa kali kewanitaanku berdenyut-denyut mencapai klimaks tapi Toni sepertinya belum ingin berhenti menjarah tubuhku. Selagi posisiku di atas Toni, Andri yang sedari tadi hanya menonton serta merta menghampiri kami, dengan berlutut ia memelukku dari belakang. Leherku dipagutnya seraya kedua tangannya memainkan buah dadaku. Apalagi ketika tangannya mulai bermain-main diklitorisku membuatku menjadi tambah meradang.
Kutengadahkan kepalaku bersandar pada pundak Andri, mulutku yang tak henti-hentinya mengeluarkan desahan dan lenguhan langsung dilumatnya. Pagutan Andri kubalas, kami saling melumat, menghisap dan bertukar lidah. Pinggulku semakin bergoyang berputar, mundur dan maju dengan liarnya. Aku begitu menginginkan kejantanan Toni mengaduk-aduk seluruh isi rongga kewanitaanku yang meminta lebih dan lebih lagi. “Aaargghh.. Verr.. enak banget.. terus Ver.. goyang terus” erang Toni. Erangan Toni membuat gejolak birahiku semakin menjadi-jadi, kuremas buah dadaku sendiri yang ditinggalkan tangan Andri.. Ohh aku sungguh menikmati semua ini.
Andri yang merasa kurang puas meminta merubah posisi. Toni duduk disofa dengan kaki menjulur dilantai, Akupun merangkak kearah batang kemaluannya. “Isep Ver” pinta Toni, segera kulumat kejantanannya dengan rakus. “Ooohh.. enak Ver.. isep terus” Bersamaan dengan itu kurasakan Andri menggesek-gesek bibir kemaluanku dengan kepala kejantanannya. Tubuhku bergetar hebat, saat batang kemaluan Andri-yang satu setengah kali lebih besar dari milik Toni-dengan perlahan menyeruak menembus bibir kemaluanku dan terbenam didalamnya. Tusukan-tusukan kejantanan Andri serasa membakar tubuh, birahiku kembali menggeliat keras. Aku menjadi sangat binal merasakan sensasi erotis dua batang kejantanan didalam tubuhku. Batang kemaluan Toni kulumat dengan sangat bernafsu. Kesadaranku hilang sudah naluriku yang menuntun melakukan semua itu.
“Verr.. terus Verr.. gue ngga tahan lagi.. Aaarrgghh” erang Toni. Aku tahu Toni akan segera menumpahkan cairan kenikmatannya dimulutku, aku lebih siap kali ini. Selang berapa saat kurasakan semburan-semburan hangat sperma Toni. “Aaagghh.. nikmat banget Verr.. isep teruss.. telan Verr” jerit Toni, lagi-lagi naluriku menuntun agar aku mengikuti permintaan Toni, kuhisap kejantananya yang menyemburkan cairan hangat dan.. kutelan cairan itu. Aneh! Entah karena rasanya, atau sensasi sexual karena melihat Toni yang mencapai klimaks, yang pasti aku sangat menyukai cairan itu. Kulumat terus itu hingga tetes terakhir dan benda keras itu mengecil.. lemas.
Toni beranjak meninggalkan aku dan Andri, sepeninggal Toni aku merasa ada yang kurang. Ahh.. ternyata dikerjai dua pria jauh lebih mengasikkan buatku. Namun hujaman-hujaman kemaluan Andri yang begitu bernafsu dalam posisi ‘doggy’ dapat membuatku kembali merintih-rintih. Apalagi ditambah dengan elusan-elusan Ibu jarinya dianusku. Bukan hanya itu, setelah diludahi Andri bahkan memasukan Ibu jarinya ke lubang anusku. Sodokan-sodokan dikewanitaanku dan Ibu jarinya dilubang anus membuatku mengerang-erang. “Ssshh.. engghh.. yang keras Drii.. mmpphh” “Enak banget Drii.. aahh.. oohh” Mendengar eranganku Andri tambah bersemangat menggedor kedua lubangku, Ibu jarinya kurasakan tambah dalam menembus anusku, membuatku tambah lupa daratan.
Sedang asiknya menikmati, Andri mencabut kejantanan dan Ibu jarinya. “Andrii.. kenapa dicabutt” protesku. “Masukin lagi Dri.. pleasee” pintaku menghiba. Sebagai jawaban aku hanya merasakan ludah Andri berceceran di lubang anusku, tapi kali ini lebih banyak. Aku masih belum mengerti apa yang akan dilakukannya. Saat Andi mulai menggosok kepala penisnya dilubang anus baru aku sadar apa yang akan dilakukannya. “Andrii.. pleasee.. jangan disitu” aku menghiba meminta Andri jangan melakukannya. Andri tidak menggubris, tetap saja digosok-gosokannya, ada rasa geli-geli enak kala ia melakukan hal itu. Dibantu dengan sodokan jarinya dikemaluanku hilang sudah protesku. Tiba-tiba kurasakan kepala kemaluannya sudah menembus anusku. Perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit batang kenikmatannya membelah anusku dan tenggelam habis didalamnya.
“Aduhh sakitt Drii.. akhh..!” keluhku pasrah karena rasanya mustahil menghentikan Andri. “Rileks Ver.. seperti tadi, nanti juga hilang sakitnya” bujuknya seraya mencium punggung dan satu tangannya lagi mengelus-elus klitorisku. Separuh tubuhku yang tengkurap disofa sedikit membantuku, dengan begitu memudahkan aku untuk mencengram dan mengigit bantal sofa untuk mengurangi rasa sakit. Berangsur-angsur rasa sakit itu hilang, aku bahkan mulai menyukai batang keras Andri yang menyodok-nyodok anusku. Perlahan-lahan perasaan nikmat mulai menjalar disekujur tubuhku. “Aaahh.. aauuhh.. oohh Drii” erang-erangan birahiku mewarnai setiap sodokan penis Andri yang besar itu. Andri dengan buasnya menghentak-hentakan pinggulnya. Semakin keras Andri menghujamkan kejantananya semakin aku terbuai dalam kenikmatan.
Toni yang sudah pulih dari ‘istirahat’nya tidak ingin hanya menonton, ia kembali bergabung. Membayangkan akan dijarah lagi oleh mereka menaikan tensi gairahku. Atas inisiatif Toni kami pindah kekamar tidur, jantungku berdebar-debar menanti permainan mereka. Toni merebahkan diri terlentang ditempat tidur dengan kepala beralas bantal, tubuhku ditarik menindihinya. Sambil melumat mulutku-yang segera kubalas dengan bernafsu-ia membuka lebar kedua pahaku dan langsung menancapkan kemaluannya kedalam vaginaku. Andri yang berada dibelakang membuka belahan pantatku dan meludahi lubang anusku. Menyadari apa yang akan mereka lakukan menimbulkan getaran birahi yang tak terkendali ditubuhku. Sensasi sexual yang luar bisa hebat kurasakan saat kejantanan mereka yang keras mengaduk-aduk rongga kewanitaan dan anusku. Hentakan-hentakan milik mereka dikedua lubangku memberi kenikmatan yang tak terperikan.
Andri yang sudah lelah berlutut meminta merubah posisi, ia mengambil posisi tiduran, tubuhku terlentang diatasnya, kejantanannya tetap berada didalam anusku. Toni langsung membuka lebar-lebar kakiku dan menghujamkan kejantanannya dikemaluanku yang terpampang menganga. Posisi ini membuatku semakin menggila, karena bukan hanya kedua lubangku yang digarap mereka tapi juga payudaraku. Andri dengan mudahnya memagut leherku dan satu tangannya meremas buah dadaku, Toni melengkapinya dengan menghisap puting buah dadaku satunya. Aku sudah tidak mampu lagi menahan deraan kenikmatan demi kenikmatan yang menghantam sekujur tubuhku. Hantaman-hantaman Toni yang semakin buas dibarengi sodokan Andri, sungguh tak terperikan rasanya. Hingga akhirnya kurasakan sesuatu didalam kewanitaanku akan meledak, keliaranku menjadi-jadi.
“Aaagghh.. ouuhh.. Tonn.. Drii.. tekaann” jerit dan erangku tak karuan. Dan tak berapa lama kemudian tubuhku serasa melayang, kucengram pinggul Toni kuat-kuat, kutarik agar batangnya menghujam keras dikemaluanku, seketika semuanya menjadi gelap pekat. Jeritanku, lenguhan dan erangan mereka menjadi satu. “Aduuhh.. Tonn.. Drii.. nikmat sekalii” “Aaarrghh.. Verr.. enakk bangeett” Keduanya menekan dalam-dalam milik mereka, cairan hangat menyembur hampir bersamaan dikedua lubangku. Tubuhku bergetar keras didera kenikmatan yang amat sangat dahsyat, tubuhku mengejang berbarengan dengan hentakan-hentakan dikewanitaanku dan akhirnya kami.. terkulai lemas.
Sepanjang malam tak henti-hentinya kami mengayuh kenikmatan demi kenikmatan sampai akhirnya tubuh kami tidak lagi mampu mendayung. Kami terhempas kedalam mimpi dengan senyum kepuasan. Dihari-hari berikutnya bukan hanya Andri dan Toni yang memberikan kepuasan, tapi juga pria-pria lain yang aku sukai. Tapi aku tidak pernah bisa meraih kenikmatan bila hanya dengan satu pria.. aku baru akan mencapai kepuasan bila ‘dijarah’ oleh dua atau tiga pria sekaligus.
Susi walaupun tidak terlalu tinggi (160) memiliki tubuh padat dengan kulit putih, sangat sexy apalagi dengan ukuran payudara 36b-nya, Susi telah berpacaran cukup lama dengan Kelvin. Diantara kami bertiga Andra yang paling cantik, tubuhnya sangat proporsi tidak heran kalau sang pacar, Vito, sangat tergila-gila dengannya. Sementara aku, Andri dan Toni masih ‘jomblo’. Andri yang berdarah India sebenarnya suka sama aku, dia lumayan ganteng hanya saja bulu-bulu dadanya yang lebat terkadang membuat aku ngeri, karenanya aku hanya menganggap dia tidak lebih dari sekedar teman.
Acara ke Puncak kami mulai dengan ‘hang-out’ disalah satu kafe terkenal di kota kami. Larut malam baru tiba di Puncak dan langsung menyerbu kamar tidur, kami semua tidur dikamar lantai atas. Udara dingin membuatku terbangun dan menyadari hanya Susi yang ada sementara Andra entah kemana. Rasa haus membuatku beranjak menuju dapur untuk mengambil minum. Sewaktu melewati kamar belakang dilantai bawah, telingaku menangkap suaraorang yang sedang bercakap-cakap. Kuintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, ternyata Vito dan Andra. Niat menegur mereka aku urungkan, karena kulihat mereka sedang berciuman, awalnya kecupan-kecupan lembut yang kemudian berubah menjadi lumatan-lumatan. Keingintahuan akan kelanjutan adegan itu menahan langkahku menuju dapur.
Adegan ciuman itu bertambah ‘panas’ mereka saling memagut dan berguling-gulingan, lidah Vito menjalar bagai bagai ular ketelinga dan leher sementara tangannya menyusup kedalam t-shirt meremas-remas payudara yang menyebabkan Andra mendesah-desah, suaranya desahannya terdengar sangat sensual. Disibakkannya t-shirt Andra dan lidahnya menjalar dan meliuk-liuk di putingnya, menghisap dan meremas-remas payudara Andra. Setelah itu tangannya mulai merayap kebawah, mengelus-elus bagian sensitif yang tertutup g-string. Vito berusaha membuka penutup terakhir itu, tapi sepertinya Andra keberatan. Lamat-lamat kudengan pembicaraan mereka. “Jangan To” tolak Andra. “Kenapa sayang” tanya Vito. “Aku belum pernah.. gituan” “Makanya dicoba sayang” bujuk Vito. “Takut To” Andra beralasan. “Ngga apa-apa kok” lanjut Vito membujuk “Tapi To” “Gini deh”, potong Vito, “Aku cium aja, kalau kamu ngga suka kita berhenti” “Janji ya To” sahut Andra ingin meyakinkan. “Janji” Vito meyakinkan Andra.
Vito tidak membuang-buang waktu, ia membuka t-shirt dan celana pendeknya dan kembali menikmati bukit kenikmatan Andra yang indah itu, perlahan mulutnya merayap makin kebawah.. kebawah.. dan kebawah. Ia mengecup-ngecup gundukan diantara paha sekaligus menarik turung-string Andra. Dengan hati-hati Vito membuka kedua paha Andra dan mulai mengecup kewanitaannya disertai jilatan-jilatan. Tubuh Andra bergetar merasakan lidah Vito. “Agghh.. To.. oohh.. enakk.. Too” Mendengar desahan Andra, Vito semakin menjadi-jadi, ia bahkan menghisap-hisap kewanitaan Andra dan meremas-remas payudaranya dengan liar. Hentakan-hentakan birahi sepertinya telah menguasai Andra, tubuhnya menggelinjang keras disertai desahan dan erangan yang tidak berkeputusan, tangannya mengusap-usap dan menarik-narik rambut Vito, seakan tidak ingin melepaskan kenikmatan yang ia rasakan.
Andra semakin membuka lebar kedua kakinya agar memudahkan mulut Vito melahap kewanitaannya. Kepalanya mengeleng kekiri-kekanan, tangannya menggapai-gapai, semua yang diraih dicengramnya kuat-kuat. Andra sudah tenggelam dan setiap detik belalu semakin dalam ia menuju ke dasar lautan birahi. Vito tahu persis apa yang harus dilakukan selanjutnya, ia membuka CDnya dan merangkak naik keatas tubuh Andra. Mereka bergumul dalam ketelanjangan yang berbalut birahi. Sesekali Vito di atas sesekali dibawah disertai gerakan erotis pinggulnya, Andra tidak tinggal diam ia melakukan juga yang sama. Kemaluanmereka saling beradu, menggesek, dan menekan-nekan. Melihat itu semua membuat degup jantung berdetak kencang dan bagian-bagian sensitif di tubuhku mengeras.. Aku mulai terjangkit virus birahi mereka.
Vito kemudian mengangkat tubuhnya yang ditopang satu tangan, sementara tangan lain memegang kejantannya. Vito mengarahkan kejantanannya keselah-selah paha Anggie. “Jangan To, katanya cuma cium aja” sergah Andra. “Rileks An” bujuk Vito, sambil mengosok-gosok ujung penisnya di kewanitaan Andra. “Tapi.. To.. oohh.. aahh” protes Andra tenggelam dalam desahannya sendiri. “Nikmatin aja An” “Ehh.. akkhh.. mpphh” Andra semakin mendesah “Gitu An.. rileks.. nanti lebih enak lagi” “He eh To.. eesshh” “Enak An..?” “Ehh.. enaakk To” Aku benar-benar ternganga dibuatnya. Seumur hidup belum pernah aku melihat milik pria yang sebenarnya, apalagi adegan ‘live’ seperti itu.
Tidak ada lagi protes apalagi penolakan hanya desahan kenikmatan Andra yang terdengar. “Aku masukin ya An” pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Vito langsung menekan pinggulnya, ujung kejantanannya tenggelam dalam kewanitaan Andra. “Aakhh.. To.. eengghh” erang Andra cukup keras, membuat bulu-bulu ditubuhku meremang mendengarnya. Vito lebih merunduk lagi dengan sikut menahan badan, perlahan pinggulnya bergerak turun naik serta mulutnya dengan rakus melumat payudara Andra. “Teruss.. Too.. enak banget.. ohh.. isep yang kerass sayangg” Andra meracau. “Aku suka sekali payudara kamu An.. mmhh” “Aku juga suka kamu isep To.. ahh” Andra menyorongkan dadanya membuat Vito bertambah mudah melumatnya. Bukan hanya Andra yang terayun-ayun gelombang birahi, aku yang melihat semua itu turut hanyut dibuatnya. Tanpa sadar aku mulai meremas-remas payudara dan memainkan putingku sendiri, membuat mataku terpejam-pejam merasakan nikmatnya.
Vito tahu Andra sudah pada situasi ‘point of no return’, ia merebahkan badannya menindih Andra dan memeluknya seraya melumat mulut, leher dan telinga Andra dan.. kulihat Vito menekan pinggulnya, dapat kubayangkan bagaimana kejantanannya melesak masuk ke dalam rongga kenikmatan Andra. “Auuwww.. To.. sakiitt” jerit Andra. “Stop.. stop To” “Rileks An.. supaya enak nanti” bujuk Vito, sambil terus menekan lebih dalam lagi. “Sakit To.. pleasee.. jangan diterusin” Terlambat.. seluruh kejantanan Vito telah terbenam di dalam rongga kenikmatan Andra. Beberapa saat Vito tidak bergerak, ia mengecup-ngecup leher, pundak dan akhirnya payudara Andra kembali jadi bulan-bulanan lidah dan mulutnya. Perlakuan Vito membuat birahi Andra terusik kembali, ia mulai melenguh dan mendesah-desah, lama kelamaan semakin menjadi-jadi. Bagian belakang tubuh Vito yang mulai dari punggung, pinggang sampai buah pantatnya tak luput dari remasan-remasan tangan Andra.
Vito memahami sekali keadaan Andra, pinggulnya mulai digerakan memutar perlahan sekali tapi mulutnya bertambah ganas melahap gundukan daging Andra yang dihiasi puting kecil kemerah-merahan. “Uhh.. ohh.. To” desah kenikmatan Andra, kakinya dibuka lebih melebar lagi. Vito tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dipercepat ritme gerakan pinggulnya. “Agghh.. ohh.. terus Too” Andra meracau merasakan kejantanan Vito yang berputar-putar di kewanitaannya, kepalanya tengadah dengan mata terpejam, pinggulnya turut bergoyang. Merasakan gerakannya mendapat respon Vito tidak ragu lagi untuk menarik-memasukan batang kemaluannya. “Aaauugghh.. sshh.. Too.. ohh.. Too” Andra tak kuasa lagi menahan luapan kenikmatan yang keluar begitu saya dari mulutnya.
Pinggul Vito yang turun naik dan kaki Andra yang terbuka lebar membuat darahku berdesir, menimbulkan denyut-denyut di bagian sensitifku, kumasukan tangan kiri kebalik celana pendek dan CD. Tubuhku bergetar begitu jari-jemariku meraba-raba kewanitaanku. “Ssshh.. sshh” desisku tertahan manakala jari tengahku menyentuh bibir kemaluanku yang sudah basah, sesaat ‘life show’ Vito dan Andra terlupakan. Kesadaranku kembali begitu mendengar pekikan Andra. “Adduuhh.. Too.. nikmat sekalii” Andra terbuai dalam birahinya yang menggebu-gebu. “Nikmati An.. nikmati sepuas-puasnya” “Ssshh.. ahh.. ohh.. ennaak Too” “Punya kamu enaakk sekalii An.. uugghh” “Ohh.. Too.. aku sayang kamu.. sshh” desah Andra seraya memeluk, pujian Vito rupanya membuat Andra lebih agresif, pantatnya bergoyang mengikuti irama hentakan-hentakan turun-naik pantat Vito. “Enaak An.. terus goyang.. uhh.. eenngghh” merasakan goyangan Andra Vito semakin mempercepat hujaman-hujaman kejantanannya. “Ahh.. aahh.. Too.. teruss.. sayaang” pekik Andra. Semakin liar keduanya bergumul, keringat kenikmatan membanjir menyelimuti tubuh mereka. “Too.. tekan sayangg.. uuhh.. aku mau ke.. kelu.. aarrghh” erang Andra. Vito menekan pantatnya dalam-dalam dan tubuh keduanya pun mengejang. Gema erangan kenikmatan mereka memenuhi seantero kamar dan kemudian keduanya.. terkulai lemas.
Dikamar aku gelisah mengingat-ingat kejadian yang baru saja kulihat, bayang-bayang Vito menyetubuhi Andra begitu menguasai pikiranku. Tak kuasa aku menahan tanganku untuk kembali mengusap-usap seluruh bagian sensitif di tubuhku namun keberadaan Susi sangat mengganggu, menjelang ayam berkokok barulah mataku terpejam. Dalam mimpi adegan itu muncul kembali hanya saja bukan Andra yang sedang disetubuhi Vito tetapi diriku.
Jam 10.00 pagi harinya kami jalan-jalan menghirup udara puncak, sekalian membeli makanan dan cemilan sementara Susi dan Kelvin menunggu villa. Belum lagi 15 menit meninggalkan villa perutku tiba-tiba mulas, aku mencoba untuk bertahan, tidak berhasil, bergegas aku kembali ke villa.
Selesai dari kamar mandi aku mencari Susi dan Kelvin, rupanya mereka sedang di ruang TV dalam keadaan.. bugil. Lagi-lagi aku mendapat suguhan ‘live show’ yang spektakuler. Tubuh Susi setengah melonjor di sofa dengan kaki menapak kelantai, Kelvin berlutut dilantai dengan badan berada diantara kedua kaki Susi, Mulutnya mengulum-ngulum kewanitaan Susi, tak lama kemudian Kelvin meletakan kedua tungkai kaki Susi dibahunya dan kembali menyantap ’segitiga venus’ yang semakin terpampang dimukanya. Tak ayal lagi Susi berkelojotan diperlakukan seperti itu.
“Ssshh.. sshh.. aahh” desis Susi. “Oohh.. Kel.. nikmat sekalii.. sayang” “Gigit.. Kel.. pleasee.. gigitt” “Auuwww.. pelan sayang gigitnyaa” Melengkapi kenikmatan yang sedang melanda dirinya satu tangan Susi mencengkram kepala Kelvin, tangan lainnya meremas-remas payudara 36b-nya sendiri serta memilin putingnya.
Beberapa saat kemudian mereka berganti posisi, Susi yang berlutut di lantai, mulutnya mengulum kejantanan Kelvin, kepalanya turun naik, tangannya mengocok-ngocok batang kenikmatan itu, sekali-kali dijilatnya bagai menikmati es krim. Setiap gerakan kepala Susi sepertinya memberikan sensasi yang luar biasa bagi Kelvin. “Aaahh.. aauugghh.. teruss sayangg” desah Kelvin. “Ohh.. sayangg.. enakk sekalii” Suara desahan dan erangan membuat Susi tambah bernafsu melumat kejantanan Kelvin. “Ohh.. Susii.. ngga tahann.. masukin sayangg” pinta Kelvin.
Susi menyudahi lumatannya dan beranjak keatas, berlutut disofa dengan pinggul Kelvin berada diantara pahanya, tangannya menggapai batang kenikmatan Kelvin, diarahkan kemulut kewanitaannya dan dibenamkan. “Aaagghh” keduanya melenguh panjang merasakan kenikmatan gesekan pada bagian sensitif mereka masing-masing. Dengan kedua tangan berpangku pada pahanya Susi mulai menggerakan pinggulnya mundur maju, karuan saja Kelvin mengeliat-geliat merasakan batangnya diurut-urut oleh kewanitaan Susi. Sebaliknya, milik Kelvin yang menegang keras dirasakan oleh Susi mengoyak-ngoyak dinding dan lorong kenikmatannya. Suara desahan, desisan dan lenguhan saling bersaut manakala kedua insan itu sedang dirasuk kenikmatan duniawi.
Tontonan itu membuat aku tidak dapat menahan keinginanku untuk meraba-raba2 sekujur tubuhku, rasa gatal begitu merasuk kedalam kemaluanku. Kutinggalkan ‘live show’ bergegas menuju kamar, kulampiaskan birahiku dengan mengesek-gesekan bantal di kewanitaanku. Merasa tidak puas kusingkap rok miniku, kuselipkan tanganku kedalam CD-ku membelai-belai bulu-bulu tipis di permukaan kewanitaanku dan.. akhirnya menyentuh klitorisku. “Aaahh.. sshh.. eehh” desahku merasakan nikmatnya elusan-elusanku sendiri, jariku merayap tak terkendali ke bibir kemaluanku, membuka belahannya dan bermain-main ditempat yang mulai basah dengan cairan pelancar, manakala kenikmatan semakin membalut diriku tiba-tiba pintu terbuka.. Susi! masih dengan pakaian kusut menerobos masuk, untung aku masih memeluk bantal, sehingga kegiatan tanganku tidak terlihat olehnya. “Ehh Ver.. kok ada disini, bukannya tadi ikut yang lain?” sapa Susi terkejut. “Iya Si.. balik lagi.. perut mules” “Aku suruh Kelvin beli obat ya” “Ngga usah Si.. udah baikan kok” “Yakin Ver?” “Iya ngga apa-apa kok” jawabku meyakinkan Susi yang kemudian kembali ke ruang tengah setelah mengambil yang dibutuhkannya. Sirna sudah birahiku karena rasa kaget.
Malam harinya selesai makan kami semua berkumpul diruang tengah, Andri langsung memutar VCD X-2. Adegan demi adegan di film mempengaruhi kami, terutama kawan-kawan pria, mereka kelihatan gelisah. Film masih setengah main Susi dan Kelvin menghilang, tak lama kemudian disusul oleh Andra dan Vito. Tinggal aku, Toni dan Andri, kami duduk dilantai bersandar pada sofa, aku di tengah. Melihat adegan film yang bertambah panas membuat birahiku terusik. Rasa gatal menyeruak dikewanitaanku mengelitik sekujur tubuh dan setiap detik berlalu semakin memuncak saja, aku jadi salah tingkah. Toni yang pertama melihat kegelisahanku. “Kenapa Ver, gelisah banget horny ya” tegurnya bercanda. “Ngga lagi, ngaco kamu Ton” sanggahku. “Kalau horny bilang aja Ver.. hehehe.. kan ada kita-kita” Andri menimpali. “Rese’ nih berdua, nonton aja tuh” sanggahku lagi menahan malu.
Toni tidak begitu saja menerima sanggahanku, diantara kami ia paling tinggi jam terbangnya sudah tentu ia tahu persis apa yang sedang aku rasakan. Toni tidak menyia-nyiakannya, bahuku dipeluknya seperti biasa ia lakukan, seakan tanpa tendensi apa-apa. “Santai Ver, kalau horny enjoy aja, gak usah malu.. itu artinya kamu normal” bisik Toni sambil meremas pundakku. Remasan dan terpaan nafas Toni saat berbisik menyebabkan semua bulu-bulu di tubuhku meremang, tanpa terasa tanganku meremas ujung rok. Toni menarik tanganku meletakan dipahanya ditekan sambil diremasnya, tak ayal lagi tanganku jadi meremas pahanya. “Remas aja paha aku Ver daripada rok” bisik Toni lagi. Kalau sedang bercanda jangankan paha, pantatnya yang ‘geboy’ saja kadang aku remas tanpa rasa apapun, kali ini merasakan paha Toni dalam remasanku membuat darahku berdesir keras. “Ngga usah malu Ver, santai aja” lanjutnya lagi. Entah karena bujukannya atau aku sendiri yang menginginkan, tidak jelas, yang pasti tanganku tidak beranjak dari pahanya dan setiap ada adegan yang ‘wow’ kuremas pahanya. Merasa mendapat angin, Toni melepaskan rangkulannya dan memindahkan tangannya di atas pahaku, awalnya masih dekat dengkul lama kelamaan makin naik, setiap gerakan tangannya membuatku merinding.
Entah bagaimana mulainya tanpa kusadari tangan Toni sudah berada dipaha dalamku, tangannya mengelus-elus dengan halus, ingin menepis, tapi, rasa geli-geli enak yang timbul begitu kuatnya, membuatku membiarkan kenakalan tangan Toni yang semakin menjadi-jadi. “Ver gue suka deh liat leher sama pundak kamu” bisik Toni seraya mengecup pundakku. Aku yang sudah terbuai elusannya karuan saja tambah menjadi-jadi dengan kecupannya itu. “Jangan Ton” namun aku berusaha menolak. “Kenapa Ver, cuma pundak aja kan” tanpa perduli penolakanku Toni tetap saja mengecup, bahkan semakin naik keleher, disini aku tidak lagi berusaha ‘jaim’. “Ton.. ahh” desahku tak tertahan lagi. “Enjoy aja Ver” bisik Toni lagi, sambil mengecup dan menjilat daun telingaku. “Ohh Ton” aku sudah tidak mampu lagi menahan, semua rasa yang terpendam sejak melihat ‘live show’ dan film, perlahan merayapi lagi tubuhku. Aku hanya mampu tengadah merasakan kenikmatan mulut Toni di leher dan telingaku. Andri yang sedari tadi asik nonton melihatku seperti itu tidak tinggal diam, ia pun mulai turut melakukan hal yang sama. Pundak, leher dan telinga sebelah kiriku jadi sasaran mulutnya.
Melihat aku sudah pasrah mereka semakin agresif. Tangan Toni semakin naik hingga akhirnya menyentuh kewanitaanku yang masih terbalut CD. Elusan-elusan di kewanitaanku, remasan Andri di payudaraku dan kehangatan mulut mereka dileherku membuat magma birahiku menggelegak sejadi-jadinya. “Agghh.. Tonn.. Drii.. ohh.. sshh” desahanku bertambah keras. Andri menyingkap tang-top dan braku bukit kenyal 34b-ku menyembul, langsung dilahapnya dengan rakus. Toni juga beraksi memasukan tangannya kedalam CD meraba-raba kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan pelicin. Aku jadi tak terkendali dengan serangan mereka tubuhku bergelinjang keras.
“Emmhh.. aahh.. ohh.. aagghh” desahanku berganti menjadi erangan-erangan. Mereka melucuti seluruh penutup tubuhku, tubuh polosku dibaringkan dilantai beralas karpet dan mereka pun kembali menjarahnya. Andri melumat bibirku dengan bernafsu lidahnya menerobos kedalam rongga mulutku, lidah kami saling beraut, mengait dan menghisap dengan liarnya. Sementara Toni menjilat-jilat pahaku lama kelamaan semakin naik.. naik.. dan akhirnya sampai di kewanitaanku, lidahnya bergerak-gerak liar di klitorisku, bersamaan dengan itu Andri pun sudah melumat payudaraku, putingku yang kemerah-merahan jadi bulan-bulanan bibir dan lidahnya.
Diperlakukan seperti itu membuatku kehilangan kesadaran, tubuhku bagai terbang diawang- awang, terlena dibawah kenikmatan hisapan-hisapan mereka. Bahkan aku mulai berani punggung Andri kuremas-remas, kujambak rambutnya dan merengek-rengek meminta mereka untuk tidak berhenti melakukannya. “Aaahh.. Tonn.. Drii.. teruss.. sshh.. enakk sekalii” “Nikmatin Ver.. nanti bakal lebih lagi” bisik Andri seraya menjilat dalam-dalam telingaku. Mendengar kata ‘lebih lagi’ aku seperti tersihir, menjadi hiperaktif pinggul kuangkat-angkat, ingin Toni melakukan lebih dari sekedar menjilat, ia memahami, disantapnya kewanitaanku dengan menyedot-nyedot gundukan daging yang semakin basah oleh ludahnya dan cairanku. Tidak berapa lama kemudian aku merasakan kenikmatan itu semakin memuncak, tubuhku menegang, kupeluk Andri-yang sedang menikmati puting susu-dengan kuatnya. “Aaagghh.. Tonn.. Drii.. akuu.. oohh” jeritku keras, dan merasakan hentak-hentakan kenikmatan didalam kewanitaanku. Tubuhku melemas.. lungai.
Toni dan Andri menyudahi ‘hidangan’ pembukanya, dibiarkan tubuhku beristirahat dalam kepolosan, sambil memejamkan mata kuingat-ingat apa yang baru saja kualami. Permainan Andri di payudara dan Toni di kewanitaanku yang menyebarkan kenikmatan yang belum pernah kualami sebelumnya, dan hal itu telah kembali menimbulkan getar-getar birahi diseluruh tubuhku. Aku semakin tenggelam saja dalam bayang-bayang yang menghanyutkan, dan tiba-tiba kurasakan hembusan nafas ditelingaku dan rasa tidak asing lagi.. hangat basah.. Ahh.. bibir dan lidah Andri mulai lagi, tapi kali ini tubuhku seperti di gelitiki ribuan semut, ternyata Andri sudah polos dan bulu-bulu lebat di tangan dan dadanya menggelitiki tubuhku. Begitupun Toni sudah bugil, ia membuka kedua pahaku lebar-lebar dengan kepala sudah berada diantaranya.
Mataku terpejam, aku sadar betul apa yang akan terjadi, kali ini mereka akan menjadikan tubuhku sebagai ‘hidangan’ utama. Ada rasa kuatir dan takut tapi juga menantikan kelanjutannya dengan berdebar. Begitu kurasakan mulut Toni yang berpengalaman mulai beraksi.. hilang sudah rasa kekuatiran dan ketakutanku. Gairahku bangkit merasakan lidah Toni menjalar dibibir kemaluanku, ditambah lagi Andri yang dengan lahapnya menghisap-hisap putingku membuat tubuhku mengeliat-geliat merasakan geli dan nikmat dikedua titik sensitif tubuhku.
“Aaahh.. Tonn.. Drii.. nngghh.. aaghh” rintihku tak tertahankan lagi. Toni kemudian mengganjal pinggulku dengan bantal sofa sehingga pantatku menjadi terangkat, lalu kembali lidahnya bermain dikemaluanku. Kali ini ujung lidahnya sampai masuk kedalam liang kenikmatanku, bergerak-gerak liar diantara kemaluan dan anus, seluruh tubuhku bagai tersengat aliran listrik aku hilang kendali. Aku merintih, mendesah bahkan menjerit-jerit merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Lalu kurasakan sesuatu yang hangat keras berada dibibirku.. kejantanan Andri! Aku mengeleng-gelengkan kepala menolak keinginannya, tapi Andri tidak menggubrisnya ia malah manahan kepalaku dengan tangannya agar tidak bergerak.
“Jilat.. Ver” perintahnya tegas. Aku tidak lagi bisa menolak, kujilat batangnya yang besar dan sudah keras membatu itu, Andri mendesah-desah merasakan jilatanku. “Aaahh.. Verr.. jilat terus.. nngghh” desah Andri. “Jilat kepalanya Ver” aku menuruti permintaannya yang tak mungkin kutolak. Lama kelamaan aku mulai terbiasa dan dapat merasakan juga enaknya menjilat-jilat batang penis itu, lidahku berputar dikepala kemaluannya membuat Andri mendesis desis. “Ssshh.. nikmat sekali Verr.. isep sayangg.. isep” pintanya diselah-selah desisannya.
Aku tak tahu harus berbuat bagaimana, kuikuti saja apa yg pernah kulihat di film, kepala kejantanannya pertama-tama kumasukan kedalam mulut, Andri meringis. “Jangan pake gigi Ver.. isep aja” protesnya, kucoba lagi, kali ini Andri mendesis nikmat. “Ya.. gitu sayang.. sshh.. enak.. Ver” Melihat Andri saat itu membuatku turut larut dalam kenikmatannya, apalagi ketika sebagian kejantanannya melesak masuk menyentuh langit-langit mulutku, belum lagi kenakalan lidah Toni yang tiada henti-hentinya menggerayangi setiap sudut kemaluanku. Aku semakin terombang-ambing dalam gelombang samudra birahi yang melanda tubuhku, aku bahkan tidak malu lagi mengocok-ngocok kejantanan Andri yang separuhnya berada dalam mulutku.
Beberapa saat kemudian Andri mempercepat gerakan pinggulnya dan menekan lebih dalam batang kemaluannya, tanganku tak mampu menahan laju masuknya kedalam mulutku. Aku menjadi gelagapan, ku geleng-gelengkan kepalaku hendak melepaskan benda panjang itu tapi malah berakibat sebaliknya, gelengan kepalaku membuat kemaluannya seperti dikocok-kocok. Andri bertambah beringas mengeluar-masukan batangnya dan.. “Aaagghh.. nikmatt.. Verr.. aku.. kkeelluaarr” jerit Andri, air maninya menyembur-nyembur keras didalam mulutku membuatku tersedak, sebagian meluncur ke tenggorokanku sebagian lagi tercecer keluar dari mulutku.
Aku sampai terbatuk-batuk dan meludah-ludah membuang sisa yang masih ada dimulutku. Toni tidak kuhiraukan aku langsung duduk bersandar menutup dadaku dengan bantal sofa. “Gila Andri.. kira-kira dong” celetukku sambil bersungut-sungut. “Sorry Ver.. ngga tahan.. abis isepan kamu enak banget” jawab Andri dengan tersenyum. “Udah Ver jangan marah, kamu masih baru nanti lama lama juga bakal suka” sela Toni seraya mengambilkan aku minum dan membersihkan sisa air mani dari mulutku. Toni benar, aku sebenarnya tadi menikmati sekali, apalagi melihat mimik Andri saat akan keluar hanya saja semburannya yang membuatku kaget. Toni membujuk dan memelukku dengan lembut sehingga kekesalanku segera surut. Dikecupnya keningku, hidungku dan bibirku. Kelembutan perlakuannya membuatku lupa dengan kejadian tadi. Kecupan dibibir berubah menjadi lumatan-lumatan yang semakin memanas kami pun saling memagut, lidah Toni menerobos mulutku meliuk-liuk bagai ular, aku terpancing untuk membalasnya. Ohh.. sungguh luar biasa permainan lidahnya, leher dan telingaku kembali menjadi sasarannya membuatku sulit menahan desahan-desahan kenikmatan yang begitu saja meluncur keluar dari mulutku.
Toni merebahkan tubuhku kembali dilantai beralas karpet, kali ini dadaku dilahapnya puting yang satu dihisap-hisap satunya lagi dipilin-pilin oleh jari-jarinya. Dari dada kiriku tangannya melesat turun ke kewanitaanku, dielus-elusnya kelentit dan bibir kemaluanku. Tubuhku langsung mengeliat-geliat merasakan kenakalan jari-jari Toni. “Ooohh.. mmppff.. ngghh.. sshh” desisku tak tertahan. “Teruss.. Tonn.. aakkhh” Aku menjadi lebih menggila waktu Toni mulai memainkan lagi lidahnya di kemaluanku, seakan kurang lengkap kenikmatan yang kurasakan, kedua tanganku meremas-remas payudaraku sendiri. “Ssshh.. nikmat Tonn.. mmpphh” desahanku semakin menjadi-jadi. Tak lama kemudian Toni merayap naik keatas tubuhku, aku berdebar menanti apa yang akan terjadi. Toni membuka lebih lebar kedua kakiku, dan kemudian kurasakan ujung kejantanannya menyentuh mulut kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan cinta.
“Aauugghh.. Tonn.. pelann” jeritku lirih, saat kepala kejantanannya melesak masuk kedalam rongga kemaluanku. Toni menghentikan dorongannya, sesaat ia mendiamkan kepala kemaluannya dalam kehangatan liang kewanitaanku. Kemudian-masih sebatas ujungnya-secara perlahan ia mulai memundur-majukannya. Sesuatu yang aneh segera saja menjalar dari gesekan itu keseluruh tubuhku. Rasa geli, enak dan entah apalagi berbaur ditubuhku membuat pinggulku mengeliat-geliat mengikuti tusukan-tusukan Toni. “Ooohh.. Tonn.. sshh.. aahh.. enakk Tonn” desahku lirih. Aku benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang luar biasa akibat gesekan-gesekan di mulut kewanitaanku. Mataku terpejam-pejam kadang kugigit bibir bawahku seraya mendesis. “Enak.. Ver” tanya Toni berbisik. “He ehh Tonn.. oohh enakk.. Tonn.. sshh” “Nikmatin Ver.. nanti lebih enak lagi” bisiknya lagi. “Ooohh.. Tonn.. ngghh”
Toni terus mengayunkan pinggulnya turun-naik-tetap sebatas ujung kejantanannya-dengan ritme yang semakin cepat. Selagi aku terayun-ayun dalam buaian birahi, tiba-tiba Toni menekan kejantanannya lebih dalam membelah kewanitaanku. “Auuhh.. sakitt Tonn” jeritku saat kejantanannya merobek selaput daraku, rasanya seperti tersayat silet, Toni menghentikan tekanannya. “Pertama sedikit sakit Ver.. nanti juga hilang kok sakitnya” bisik Toni seraya menjilat dan menghisap telingaku. Entah bujukannya atau karena geliat liar lidahnya, yang pasti aku mulai merasakan nikmatnya milik Toni yang keras dan hangat didalam rongga kemaluanku.
Toni kemudian menekan lebih dalam lagi, membenamkan seluruh batang kemaluannya dan mengeluar-masukannya. Gesekan kejantanannya dirongga kewanitaanku menimbulkan sensasi yang luar biasa! Setiap tusukan dan tarikannya membuatku menggelepar-gelepar. “Ssshh.. ohh.. ahh.. enakk Tonn.. empphh” desahku tak tertahan. “Ohh.. Verr.. enak banget punya kamu.. oohh” puji Toni diantara lenguhannya. “Agghh.. terus Tonn.. teruss” aku meracau tak karuan merasakan nikmatnya hujaman-hujaman kejantanan Toni di kemaluanku. Peluh-peluh birahi mulai menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai pergumulan kami. Menit demi menit kejantanan Toni menebar kenikmatan ditubuhku. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuhku tak lagi mampu menahan letupannya. “Tonii.. oohh.. tekan Tonn.. agghh.. nikmat sekali Tonn” jeritan dan erangan panjang terlepas dari mulutku. Tubuhku mengejang, kupeluk Toni erat-erat, magma birahiku meledak, mengeluarkan cairan kenikmatan yang membanjiri relung-relung kewanitaanku.
Tubuhku terkulai lemas, tapi itu tidak berlangsung lama. Beberapa menit kemudian Toni mulai lagi memacu gairahku, hisapan dan remasan didadaku serta pinggulnya yang berputar kembali membangkitkan birahiku. Lagi-lagi tubuhku dibuat mengelepar-gelepar terayun dalam kenikmatan duniawi. Tubuhku dibolak-balik bagai daging panggang, setiap posisi memberikan sensasi yang berbeda. Entah berapa kali kewanitaanku berdenyut-denyut mencapai klimaks tapi Toni sepertinya belum ingin berhenti menjarah tubuhku. Selagi posisiku di atas Toni, Andri yang sedari tadi hanya menonton serta merta menghampiri kami, dengan berlutut ia memelukku dari belakang. Leherku dipagutnya seraya kedua tangannya memainkan buah dadaku. Apalagi ketika tangannya mulai bermain-main diklitorisku membuatku menjadi tambah meradang.
Kutengadahkan kepalaku bersandar pada pundak Andri, mulutku yang tak henti-hentinya mengeluarkan desahan dan lenguhan langsung dilumatnya. Pagutan Andri kubalas, kami saling melumat, menghisap dan bertukar lidah. Pinggulku semakin bergoyang berputar, mundur dan maju dengan liarnya. Aku begitu menginginkan kejantanan Toni mengaduk-aduk seluruh isi rongga kewanitaanku yang meminta lebih dan lebih lagi. “Aaargghh.. Verr.. enak banget.. terus Ver.. goyang terus” erang Toni. Erangan Toni membuat gejolak birahiku semakin menjadi-jadi, kuremas buah dadaku sendiri yang ditinggalkan tangan Andri.. Ohh aku sungguh menikmati semua ini.
Andri yang merasa kurang puas meminta merubah posisi. Toni duduk disofa dengan kaki menjulur dilantai, Akupun merangkak kearah batang kemaluannya. “Isep Ver” pinta Toni, segera kulumat kejantanannya dengan rakus. “Ooohh.. enak Ver.. isep terus” Bersamaan dengan itu kurasakan Andri menggesek-gesek bibir kemaluanku dengan kepala kejantanannya. Tubuhku bergetar hebat, saat batang kemaluan Andri-yang satu setengah kali lebih besar dari milik Toni-dengan perlahan menyeruak menembus bibir kemaluanku dan terbenam didalamnya. Tusukan-tusukan kejantanan Andri serasa membakar tubuh, birahiku kembali menggeliat keras. Aku menjadi sangat binal merasakan sensasi erotis dua batang kejantanan didalam tubuhku. Batang kemaluan Toni kulumat dengan sangat bernafsu. Kesadaranku hilang sudah naluriku yang menuntun melakukan semua itu.
“Verr.. terus Verr.. gue ngga tahan lagi.. Aaarrgghh” erang Toni. Aku tahu Toni akan segera menumpahkan cairan kenikmatannya dimulutku, aku lebih siap kali ini. Selang berapa saat kurasakan semburan-semburan hangat sperma Toni. “Aaagghh.. nikmat banget Verr.. isep teruss.. telan Verr” jerit Toni, lagi-lagi naluriku menuntun agar aku mengikuti permintaan Toni, kuhisap kejantananya yang menyemburkan cairan hangat dan.. kutelan cairan itu. Aneh! Entah karena rasanya, atau sensasi sexual karena melihat Toni yang mencapai klimaks, yang pasti aku sangat menyukai cairan itu. Kulumat terus itu hingga tetes terakhir dan benda keras itu mengecil.. lemas.
Toni beranjak meninggalkan aku dan Andri, sepeninggal Toni aku merasa ada yang kurang. Ahh.. ternyata dikerjai dua pria jauh lebih mengasikkan buatku. Namun hujaman-hujaman kemaluan Andri yang begitu bernafsu dalam posisi ‘doggy’ dapat membuatku kembali merintih-rintih. Apalagi ditambah dengan elusan-elusan Ibu jarinya dianusku. Bukan hanya itu, setelah diludahi Andri bahkan memasukan Ibu jarinya ke lubang anusku. Sodokan-sodokan dikewanitaanku dan Ibu jarinya dilubang anus membuatku mengerang-erang. “Ssshh.. engghh.. yang keras Drii.. mmpphh” “Enak banget Drii.. aahh.. oohh” Mendengar eranganku Andri tambah bersemangat menggedor kedua lubangku, Ibu jarinya kurasakan tambah dalam menembus anusku, membuatku tambah lupa daratan.
Sedang asiknya menikmati, Andri mencabut kejantanan dan Ibu jarinya. “Andrii.. kenapa dicabutt” protesku. “Masukin lagi Dri.. pleasee” pintaku menghiba. Sebagai jawaban aku hanya merasakan ludah Andri berceceran di lubang anusku, tapi kali ini lebih banyak. Aku masih belum mengerti apa yang akan dilakukannya. Saat Andi mulai menggosok kepala penisnya dilubang anus baru aku sadar apa yang akan dilakukannya. “Andrii.. pleasee.. jangan disitu” aku menghiba meminta Andri jangan melakukannya. Andri tidak menggubris, tetap saja digosok-gosokannya, ada rasa geli-geli enak kala ia melakukan hal itu. Dibantu dengan sodokan jarinya dikemaluanku hilang sudah protesku. Tiba-tiba kurasakan kepala kemaluannya sudah menembus anusku. Perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit batang kenikmatannya membelah anusku dan tenggelam habis didalamnya.
“Aduhh sakitt Drii.. akhh..!” keluhku pasrah karena rasanya mustahil menghentikan Andri. “Rileks Ver.. seperti tadi, nanti juga hilang sakitnya” bujuknya seraya mencium punggung dan satu tangannya lagi mengelus-elus klitorisku. Separuh tubuhku yang tengkurap disofa sedikit membantuku, dengan begitu memudahkan aku untuk mencengram dan mengigit bantal sofa untuk mengurangi rasa sakit. Berangsur-angsur rasa sakit itu hilang, aku bahkan mulai menyukai batang keras Andri yang menyodok-nyodok anusku. Perlahan-lahan perasaan nikmat mulai menjalar disekujur tubuhku. “Aaahh.. aauuhh.. oohh Drii” erang-erangan birahiku mewarnai setiap sodokan penis Andri yang besar itu. Andri dengan buasnya menghentak-hentakan pinggulnya. Semakin keras Andri menghujamkan kejantananya semakin aku terbuai dalam kenikmatan.
Toni yang sudah pulih dari ‘istirahat’nya tidak ingin hanya menonton, ia kembali bergabung. Membayangkan akan dijarah lagi oleh mereka menaikan tensi gairahku. Atas inisiatif Toni kami pindah kekamar tidur, jantungku berdebar-debar menanti permainan mereka. Toni merebahkan diri terlentang ditempat tidur dengan kepala beralas bantal, tubuhku ditarik menindihinya. Sambil melumat mulutku-yang segera kubalas dengan bernafsu-ia membuka lebar kedua pahaku dan langsung menancapkan kemaluannya kedalam vaginaku. Andri yang berada dibelakang membuka belahan pantatku dan meludahi lubang anusku. Menyadari apa yang akan mereka lakukan menimbulkan getaran birahi yang tak terkendali ditubuhku. Sensasi sexual yang luar bisa hebat kurasakan saat kejantanan mereka yang keras mengaduk-aduk rongga kewanitaan dan anusku. Hentakan-hentakan milik mereka dikedua lubangku memberi kenikmatan yang tak terperikan.
Andri yang sudah lelah berlutut meminta merubah posisi, ia mengambil posisi tiduran, tubuhku terlentang diatasnya, kejantanannya tetap berada didalam anusku. Toni langsung membuka lebar-lebar kakiku dan menghujamkan kejantanannya dikemaluanku yang terpampang menganga. Posisi ini membuatku semakin menggila, karena bukan hanya kedua lubangku yang digarap mereka tapi juga payudaraku. Andri dengan mudahnya memagut leherku dan satu tangannya meremas buah dadaku, Toni melengkapinya dengan menghisap puting buah dadaku satunya. Aku sudah tidak mampu lagi menahan deraan kenikmatan demi kenikmatan yang menghantam sekujur tubuhku. Hantaman-hantaman Toni yang semakin buas dibarengi sodokan Andri, sungguh tak terperikan rasanya. Hingga akhirnya kurasakan sesuatu didalam kewanitaanku akan meledak, keliaranku menjadi-jadi.
“Aaagghh.. ouuhh.. Tonn.. Drii.. tekaann” jerit dan erangku tak karuan. Dan tak berapa lama kemudian tubuhku serasa melayang, kucengram pinggul Toni kuat-kuat, kutarik agar batangnya menghujam keras dikemaluanku, seketika semuanya menjadi gelap pekat. Jeritanku, lenguhan dan erangan mereka menjadi satu. “Aduuhh.. Tonn.. Drii.. nikmat sekalii” “Aaarrghh.. Verr.. enakk bangeett” Keduanya menekan dalam-dalam milik mereka, cairan hangat menyembur hampir bersamaan dikedua lubangku. Tubuhku bergetar keras didera kenikmatan yang amat sangat dahsyat, tubuhku mengejang berbarengan dengan hentakan-hentakan dikewanitaanku dan akhirnya kami.. terkulai lemas.
Sepanjang malam tak henti-hentinya kami mengayuh kenikmatan demi kenikmatan sampai akhirnya tubuh kami tidak lagi mampu mendayung. Kami terhempas kedalam mimpi dengan senyum kepuasan. Dihari-hari berikutnya bukan hanya Andri dan Toni yang memberikan kepuasan, tapi juga pria-pria lain yang aku sukai. Tapi aku tidak pernah bisa meraih kenikmatan bila hanya dengan satu pria.. aku baru akan mencapai kepuasan bila ‘dijarah’ oleh dua atau tiga pria sekaligus.
pertama dengan sepupuku
Pemilu 7 Juni 2004, yang baru saja lewat bagi sebagian orang
kesannya penuh nuansa politis. Tetapi bagi saya, kesan sangat jauh
berbeda, bahkan tidak akan pernah terbayangkan akan bermakna demikian
dalam bagi saya pribadi. Kesan yang penuh sensualitas dan
menggairahkan.
Saat itu, 7 Juni, rumah saya sedang sepi. Maklum pemilu, padahal biasanya ramai sekali. Satu rumah dihuni tujuh orang, ayah, ibu, kakak laki-laki saya yang masih kuliah, saya sendiri SMA kelas tiga, baru saja selesai Ebtanas dan lulus. Kemudian adik perempuan saya kelas lima SD, lalu sepupu laki-laki saya kelas dua SMP dan pembantu satu orang. Oh iya, panggil saja saya Nita, asli Tolaki.
Jadi pada saat pemilu rumah yang berada di kawasan Perumahan Pemda Kampung Kemah Raya, Kendari jadi sepi sekali. Ayah ke Kolaka, mengurus pemilu di sana, kebetulan juga beliau caleg untuk daerah tersebut. Kakak saya jadi pengawas pemilu untuk UNFREL Kendari, ibu saya jadi panitia pemilu lokal kawasan Kemah Raya. Pembantu dan adik, disuruh bantuin ibu mengurus konsumsi. Praktis yang jaga rumah, saya dengan sepupu saya yang bernama, Rangga. Saya belum ikut memilih, belum cukup umur, baru 16 tahun lebih dua bulan. Saya dengan Rangga sangat akrab, habisnya dia ikut dengan keluarga saya sejak masih kelas satu SD, dan selalu menjadi teman main saya.
Senin itu, 7 Juni 2004, badan saya pegal sekali, selesai ngepel dan membersihkan rumah. Dan seperti biasa saya kepingin dipijitin. Biasanya sih oleh ibu, dan Rangga juga, habis dari kecil saya sudah biasa menyuruh dia. Karena agak pegal, saya panggil saja Rangga untuk mijitin, Rangga nurut saja. Saya langsung berbaring telungkup di karpet depan TV, dan Rangga mulai memijit tubuhku. Asyik juga dipijit oleh Rangga, tangannya keras sekali, punggungku jadi fresh lagi.
“Duh, Rangga…, mijitnya yang lurus dong, jangan miring kiri miring kanan..”, kataku. “Abis, posisinya nggak bagus kak”, jawabnya. “Kamu dudukin aja paha Kak Nita, seperti biasa…”. “Tapi…, kak..”. “Alah.., nggak usah tapi…, biasanya kan juga begitu…, ayo..”, Saya tarik tangan Rangga memaksanya untuk duduk di pahaku, seperti kalau dia memijit saya pada waktu-waktu kemarin.
Rangga akhirnya mau, duduk dan menjadikan kedua pahaku dekat pantat sebagai bangkunya, dan mulai lagi ia memijit sekujur punggungku. Tapi, pijitan agak lain, makin lama makin saya rasakan tangannya agak gemetaran dan nafasnya agak ngos-ngosan.
“Kamu kenapa Rangga, capek atau sakit..?”, tanyaku. “Tidak, tidak apa-apa kak”, jawabnya. Akan tetapi duduknya mulai tidak karuan, geser kiri dan kanan, sementara pantatnya seperti tidak mau dirapatkan di pahaku, agak terangkat.
Akhirnya, saya menyuruhnya pindah, dan saya bangun, lalu duduk mendekati, biasa bermaksud menggoda.
“Ayo.., kamu kenapa, ini pantatmu, selalu diangkat.., tidak biasanya”, sambil tanganku bermaksud mencubit pantatnya. “Tidak, tidak apa-apa kak..”, jawabnya sambil menghindari cubitanku, malah tanganku tersenggol celana
bagian selangkangannya yang seperti agak tertarik kain celananya dan agak menonjol, melihat itu timbul rasa isengku, karena memang saya dan Rangga kalau main seperti anak-anak yang masih TK, asal ngawur saja.
“Loh.., itu apa di celanamu Rangga, kok nonjol begitu..” Mendengar itu Rangga merah padam mukanya, lalu ia berdiri ingin lari menghindar dari saya, tapi segera kutarik tangannya untuk duduk, dan tanganku yang satu menggerayangi celananya memegangi dan meraba benjolan tersebut.
“Jangan kak Nita, Rangga malu..”, katanya. Dasar saya yang nakal, saya pelototin matanya, Rangga langsung diam, dan tanganku leluasa memegang barang tersebut.
Penasaran, saya buka resliting celananya dan menarik keluar barangnya yang mengeras tersebut, dan astaga, ternyata penis Rangga sudah menegang. Baru kali ini saya melihat penis milik orang yang bukan anak-anak dan sudah disunat yang tegang dan keras serta panjang seperti itu. Sementara Rangga diam saja, kepalanya hanya menunduk, mungkin malu atau bagaimana saya tidak tahu.
Saya acuh saja, perlahan-lahan, kuelus-elus penis Rangga, semakin mengeras penisnya hingga urat-uratnya seperti mau keluar. Kudengar Rangga mendesah tertahan. Lalu kuurut-urut sambil kupijit kepala penisnya yang merah itu, Rangga makin mendesah, “Ah.., ah..”
Kugenggam erat penis Rangga dan kukocok-kocok dengan perlahan, semakin lama semakin kencang. Badan Rangga ikut menegang, sambil kepalanya terangkat ke atas menatap langit, mulutnya terbuka, dia mulai agak mengerang, “Achh..”.
Semakin kencang penis Rangga kukocok, semakin menggeliat badan Rangga membuat saya tersenyum geli melihatnya. Sampai erangan Rangga makin mengeras, “Ach.., achh..”. Dan badannya makin menggeliat, hingga mungkin tidak tahan…, ia lalu memelukku erat. Mulanya saya kaget akan reaksinya, tapi saya biarkan saja, karena keasyikan mengocok penis Rangga. Rupanya Rangga sudah semakin menggeliat, hingga tangannya entah sadar atau tidak ikut menggeliat juga, meraba badanku dan payudaraku.
“He Rangga…, kenapa..” tegurku, sambil tetap mengocok penis Rangga, “Achh…, achh..” Hanya itu yang Rangga bilang, sementara tangannya meremas-remas payudaraku, dan remasannya yang kuat membuatku merasakan sesuatu yang lain, hingga saya biarkan saja Rangga meremas payudaraku, dan Rangga lalu menyingkap baju kaos yang kupakai, hingga kelihatan BH-ku dan meremas payudaraku lagi hingga keluar dari BH-ku.
“Acchh…, accchh” erang Rangga, saya mulai merasakan kenikmatan tersendiri pada saat payudaraku tidak terbungkus BH diremas oleh tangan Rangga dengan kuat, sedangkan penisnya tetap saja kukocok-kocok. Dan entah naluri apa yang ada pada Rangga, hingga dia nekat menyosor payudaraku dan mengisap putingnya seperti anak bayi yang sedang menyusu.
“Aduh…, Rangga…, aduhh” Hanya itu yang mampu kuucapkan, payudaraku mulai mengeras, keduanya diisap secara bergantian oleh Rangga.
Saya juga mulai menggeliat, kutarik kepala Rangga dari payudaraku, lalu kudekatkan ke wajahku, kucium bibirnya dengan nafsu yang muncul secara tiba-tiba, Rangga balas mencium, bibir kami berdua saling memagut, lidah bertemu lidah saling mengadu dan menjilati satu sama lain.
Tangan Rangga menggerayangi badanku, melepaskan baju dan BH-ku, hingga aku bugil sebatas dada. Kulepaskan juga baju yang dipakai Rangga, dan kupelorotkan celananya, hingga Rangga bugil tanpa sehelai benangpun, dan kembali kukocok penisnya, sedangkan Rangga kembali menyosor payudaraku yang sudah keras membukit.
Perlahan tangan Rangga menelusuri rokku lalu menyelusup masuk ke dalam rokku, “Acchh…, Accchh”, Saya dan Rangga terus mengerang dan menggelinjang. Tangan Rangga menyelusup ke dalam CD-ku, lalu mengusap-ngusap vaginaku. “Aduuuhh…, Rangga..” erangku, sementara jarinya mulai ia masukkan ke dalam vaginaku yang mulai kurasakan basah, dan Rangga mempermainkan jarinya di dalam vaginaku.
“Accchh…, aduuuhh…, acccchh..”. Tak tahan lagi, Rangga menarik lepas rok dan celana dalamku, hingga akhirnya saya kini telanjang bulat. Kemudian Rangga mencium bibirku dan saya tetap mengocok penisnya, sedangkan jarinya bermain dalam vaginaku.
“Accchh..” Hanya erangan tertahan karena tersumbat bibir Rangga yang keluar dari mulutku. Kemudian Rangga berhenti menciumku, lalu ia mengambil posisi menindih badanku, saya membiarkan saja apa yang akan Rangga lakukan, karena kenikmatan itu sudah mulai terasa mengaliri pembuluh darahku. Dan, tiba-tiba saya rasakan sakit yang teramat sangat di selangkanganku.
“aaccccchh, Rangga.., apa yang kau lakukan..”, tanyaku. Tapi terlambat, rupanya Rangga sudah memasukkan batang penisnya ke dalam vaginaku, dan seperti tidak mendengarkan pertanyaanku, Rangga mulai mengoyang batang penisnya naik turun dalam vaginaku yang semakin berlendir dan mulai terasa basah oleh aliran darah perawanku yang mengalir membasahi vaginaku. “Accchh…, Rangga…, aduuhh Rangga..”, erangku.
Badanku semakin menggelinjang, kujepit badan Rangga dengan kedua kakiku sementara tanganku memeluk erat dan menggoreskan kukuku di punggung Rangga. Semakin kencang goyangan penis Rangga dan semakin keras pula erangan kami berdua.
“Accch…, aduhh..” Hingga akhirnya kurasakan sesuatu yang sangat nikmat yang terdorong dari dalam…, dan erangan panjang saya dan Rangga, “aahh”. Bersamaan semprotan mani Rangga dalam vaginaku dan semburan maniku yang menciptakan kenikmatan yang tak pernah kurasakan dan kubayangkan sebelumnya.
Rangga menarik keluar penisnya, lalu berbaring di sampingku. Kami berdua saling bertatapan, seperti ada penyesalan tentang apa yang telah terjadi, akan tetapi rupanya nafsu kami berdua lebih kuat lagi. Kuraih kembali dan kudekatkan wajahku ke wajah Rangga, kami lalu berciuman lagi dan saling melumat, kemudian kupegang erat penis Rangga, sehingga kembali menegang dan kembali lagi kami melakukan hubungan badan tersebut hingga beberapa kali.
Hingga hari ini saya dan Rangga, bila ada kesempatan masih mencuri waktu dan tempat untuk melakukan hubungan badan, karena mengejar kenikmatan yang tiada taranya, kadang di kamarku, di kamar Rangga, ataupun di dalam kamar mandi.
Saat itu, 7 Juni, rumah saya sedang sepi. Maklum pemilu, padahal biasanya ramai sekali. Satu rumah dihuni tujuh orang, ayah, ibu, kakak laki-laki saya yang masih kuliah, saya sendiri SMA kelas tiga, baru saja selesai Ebtanas dan lulus. Kemudian adik perempuan saya kelas lima SD, lalu sepupu laki-laki saya kelas dua SMP dan pembantu satu orang. Oh iya, panggil saja saya Nita, asli Tolaki.
Jadi pada saat pemilu rumah yang berada di kawasan Perumahan Pemda Kampung Kemah Raya, Kendari jadi sepi sekali. Ayah ke Kolaka, mengurus pemilu di sana, kebetulan juga beliau caleg untuk daerah tersebut. Kakak saya jadi pengawas pemilu untuk UNFREL Kendari, ibu saya jadi panitia pemilu lokal kawasan Kemah Raya. Pembantu dan adik, disuruh bantuin ibu mengurus konsumsi. Praktis yang jaga rumah, saya dengan sepupu saya yang bernama, Rangga. Saya belum ikut memilih, belum cukup umur, baru 16 tahun lebih dua bulan. Saya dengan Rangga sangat akrab, habisnya dia ikut dengan keluarga saya sejak masih kelas satu SD, dan selalu menjadi teman main saya.
Senin itu, 7 Juni 2004, badan saya pegal sekali, selesai ngepel dan membersihkan rumah. Dan seperti biasa saya kepingin dipijitin. Biasanya sih oleh ibu, dan Rangga juga, habis dari kecil saya sudah biasa menyuruh dia. Karena agak pegal, saya panggil saja Rangga untuk mijitin, Rangga nurut saja. Saya langsung berbaring telungkup di karpet depan TV, dan Rangga mulai memijit tubuhku. Asyik juga dipijit oleh Rangga, tangannya keras sekali, punggungku jadi fresh lagi.
“Duh, Rangga…, mijitnya yang lurus dong, jangan miring kiri miring kanan..”, kataku. “Abis, posisinya nggak bagus kak”, jawabnya. “Kamu dudukin aja paha Kak Nita, seperti biasa…”. “Tapi…, kak..”. “Alah.., nggak usah tapi…, biasanya kan juga begitu…, ayo..”, Saya tarik tangan Rangga memaksanya untuk duduk di pahaku, seperti kalau dia memijit saya pada waktu-waktu kemarin.
Rangga akhirnya mau, duduk dan menjadikan kedua pahaku dekat pantat sebagai bangkunya, dan mulai lagi ia memijit sekujur punggungku. Tapi, pijitan agak lain, makin lama makin saya rasakan tangannya agak gemetaran dan nafasnya agak ngos-ngosan.
“Kamu kenapa Rangga, capek atau sakit..?”, tanyaku. “Tidak, tidak apa-apa kak”, jawabnya. Akan tetapi duduknya mulai tidak karuan, geser kiri dan kanan, sementara pantatnya seperti tidak mau dirapatkan di pahaku, agak terangkat.
Akhirnya, saya menyuruhnya pindah, dan saya bangun, lalu duduk mendekati, biasa bermaksud menggoda.
“Ayo.., kamu kenapa, ini pantatmu, selalu diangkat.., tidak biasanya”, sambil tanganku bermaksud mencubit pantatnya. “Tidak, tidak apa-apa kak..”, jawabnya sambil menghindari cubitanku, malah tanganku tersenggol celana
bagian selangkangannya yang seperti agak tertarik kain celananya dan agak menonjol, melihat itu timbul rasa isengku, karena memang saya dan Rangga kalau main seperti anak-anak yang masih TK, asal ngawur saja.
“Loh.., itu apa di celanamu Rangga, kok nonjol begitu..” Mendengar itu Rangga merah padam mukanya, lalu ia berdiri ingin lari menghindar dari saya, tapi segera kutarik tangannya untuk duduk, dan tanganku yang satu menggerayangi celananya memegangi dan meraba benjolan tersebut.
“Jangan kak Nita, Rangga malu..”, katanya. Dasar saya yang nakal, saya pelototin matanya, Rangga langsung diam, dan tanganku leluasa memegang barang tersebut.
Penasaran, saya buka resliting celananya dan menarik keluar barangnya yang mengeras tersebut, dan astaga, ternyata penis Rangga sudah menegang. Baru kali ini saya melihat penis milik orang yang bukan anak-anak dan sudah disunat yang tegang dan keras serta panjang seperti itu. Sementara Rangga diam saja, kepalanya hanya menunduk, mungkin malu atau bagaimana saya tidak tahu.
Saya acuh saja, perlahan-lahan, kuelus-elus penis Rangga, semakin mengeras penisnya hingga urat-uratnya seperti mau keluar. Kudengar Rangga mendesah tertahan. Lalu kuurut-urut sambil kupijit kepala penisnya yang merah itu, Rangga makin mendesah, “Ah.., ah..”
Kugenggam erat penis Rangga dan kukocok-kocok dengan perlahan, semakin lama semakin kencang. Badan Rangga ikut menegang, sambil kepalanya terangkat ke atas menatap langit, mulutnya terbuka, dia mulai agak mengerang, “Achh..”.
Semakin kencang penis Rangga kukocok, semakin menggeliat badan Rangga membuat saya tersenyum geli melihatnya. Sampai erangan Rangga makin mengeras, “Ach.., achh..”. Dan badannya makin menggeliat, hingga mungkin tidak tahan…, ia lalu memelukku erat. Mulanya saya kaget akan reaksinya, tapi saya biarkan saja, karena keasyikan mengocok penis Rangga. Rupanya Rangga sudah semakin menggeliat, hingga tangannya entah sadar atau tidak ikut menggeliat juga, meraba badanku dan payudaraku.
“He Rangga…, kenapa..” tegurku, sambil tetap mengocok penis Rangga, “Achh…, achh..” Hanya itu yang Rangga bilang, sementara tangannya meremas-remas payudaraku, dan remasannya yang kuat membuatku merasakan sesuatu yang lain, hingga saya biarkan saja Rangga meremas payudaraku, dan Rangga lalu menyingkap baju kaos yang kupakai, hingga kelihatan BH-ku dan meremas payudaraku lagi hingga keluar dari BH-ku.
“Acchh…, accchh” erang Rangga, saya mulai merasakan kenikmatan tersendiri pada saat payudaraku tidak terbungkus BH diremas oleh tangan Rangga dengan kuat, sedangkan penisnya tetap saja kukocok-kocok. Dan entah naluri apa yang ada pada Rangga, hingga dia nekat menyosor payudaraku dan mengisap putingnya seperti anak bayi yang sedang menyusu.
“Aduh…, Rangga…, aduhh” Hanya itu yang mampu kuucapkan, payudaraku mulai mengeras, keduanya diisap secara bergantian oleh Rangga.
Saya juga mulai menggeliat, kutarik kepala Rangga dari payudaraku, lalu kudekatkan ke wajahku, kucium bibirnya dengan nafsu yang muncul secara tiba-tiba, Rangga balas mencium, bibir kami berdua saling memagut, lidah bertemu lidah saling mengadu dan menjilati satu sama lain.
Tangan Rangga menggerayangi badanku, melepaskan baju dan BH-ku, hingga aku bugil sebatas dada. Kulepaskan juga baju yang dipakai Rangga, dan kupelorotkan celananya, hingga Rangga bugil tanpa sehelai benangpun, dan kembali kukocok penisnya, sedangkan Rangga kembali menyosor payudaraku yang sudah keras membukit.
Perlahan tangan Rangga menelusuri rokku lalu menyelusup masuk ke dalam rokku, “Acchh…, Accchh”, Saya dan Rangga terus mengerang dan menggelinjang. Tangan Rangga menyelusup ke dalam CD-ku, lalu mengusap-ngusap vaginaku. “Aduuuhh…, Rangga..” erangku, sementara jarinya mulai ia masukkan ke dalam vaginaku yang mulai kurasakan basah, dan Rangga mempermainkan jarinya di dalam vaginaku.
“Accchh…, aduuuhh…, acccchh..”. Tak tahan lagi, Rangga menarik lepas rok dan celana dalamku, hingga akhirnya saya kini telanjang bulat. Kemudian Rangga mencium bibirku dan saya tetap mengocok penisnya, sedangkan jarinya bermain dalam vaginaku.
“Accchh..” Hanya erangan tertahan karena tersumbat bibir Rangga yang keluar dari mulutku. Kemudian Rangga berhenti menciumku, lalu ia mengambil posisi menindih badanku, saya membiarkan saja apa yang akan Rangga lakukan, karena kenikmatan itu sudah mulai terasa mengaliri pembuluh darahku. Dan, tiba-tiba saya rasakan sakit yang teramat sangat di selangkanganku.
“aaccccchh, Rangga.., apa yang kau lakukan..”, tanyaku. Tapi terlambat, rupanya Rangga sudah memasukkan batang penisnya ke dalam vaginaku, dan seperti tidak mendengarkan pertanyaanku, Rangga mulai mengoyang batang penisnya naik turun dalam vaginaku yang semakin berlendir dan mulai terasa basah oleh aliran darah perawanku yang mengalir membasahi vaginaku. “Accchh…, Rangga…, aduuhh Rangga..”, erangku.
Badanku semakin menggelinjang, kujepit badan Rangga dengan kedua kakiku sementara tanganku memeluk erat dan menggoreskan kukuku di punggung Rangga. Semakin kencang goyangan penis Rangga dan semakin keras pula erangan kami berdua.
“Accch…, aduhh..” Hingga akhirnya kurasakan sesuatu yang sangat nikmat yang terdorong dari dalam…, dan erangan panjang saya dan Rangga, “aahh”. Bersamaan semprotan mani Rangga dalam vaginaku dan semburan maniku yang menciptakan kenikmatan yang tak pernah kurasakan dan kubayangkan sebelumnya.
Rangga menarik keluar penisnya, lalu berbaring di sampingku. Kami berdua saling bertatapan, seperti ada penyesalan tentang apa yang telah terjadi, akan tetapi rupanya nafsu kami berdua lebih kuat lagi. Kuraih kembali dan kudekatkan wajahku ke wajah Rangga, kami lalu berciuman lagi dan saling melumat, kemudian kupegang erat penis Rangga, sehingga kembali menegang dan kembali lagi kami melakukan hubungan badan tersebut hingga beberapa kali.
Hingga hari ini saya dan Rangga, bila ada kesempatan masih mencuri waktu dan tempat untuk melakukan hubungan badan, karena mengejar kenikmatan yang tiada taranya, kadang di kamarku, di kamar Rangga, ataupun di dalam kamar mandi.
maria
Maria. Itu namaku. Kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan
ketika aku berusia 11 tahun. Saat itu, aku benar-benar sendirian. Rasa
takut dan kesepian menyerang hati dan pikiranku. Yang paling
menyedihkan adalah, aku sama sekali tidak pernah dikenalkan ataupun
berjumpa dengan kerabat ayah maupun ibu. Aku tidak pernah bertanya.
Selama ini aku hanya mengenal ayah dan ibu saja. Dan itu sudah lebih
dari cukup bagiku. Kami bertiga sangat bahagia. Aku tidak ingat,
bagaimana aku bisa sampai di panti asuhan itu. Yayasan Bunda Erika, aku
membacanya di sebuah papan nama di depan pintu masuk bangunan itu. Di
sana, banyak anak-anak yang sebaya denganku. Kehadiran mereka membuatku
setidaknya “lupa” akan kemalangan yang baru saja menimpaku. Tidak
lamapun, aku merasa kalau aku telah menemukan rumah baru bagiku. Enam
bulan pun berlalu.
Pada suatu hari yang cerah, mendadak kami dibangunkan oleh Bunda Risa, salah satu pengurus di tempat kami. “Ayo bangun, cepat mandi, pakai pakaian terbaik kalian, setelah itu kalian harus berkumpul di aula. Kita akan kedatangan seseorang yang sangat istimewa”, katanya sambil tersenyum hangat. Dan aku pun bertanya, “Bunda, tamu istimewanya siapa sih? Artis ya?” “Mungkin ya..”, kata Bunda Risa sambil tertawa kecil. “Karena dia adalah putra tunggal dari pemilik yayasan ini..”
Tak kusangka, pertemuanku dengan Erik Torian bisa mengubah hidupku, seluruhnya. Saat dia melewati barisan anak-anak yang lain, dia tiba-tiba berhenti tepat di depanku. Senyuman misterius menghiasi wajahnya. Dengan posisi membungkuk, dia mengamati wajahku dengan teliti. Temannya yang ikut bersamanya pun ikut memperhatikan diriku.
“Ada apa Torian? Apa kau kenal dengan anak ini?”, tanyanya. “Tidak”, Erik masih memandangiku sambil memegang mukaku, seolah-olah aku tidak bernyawa. “Sempurna” katanya dingin. “Seperti boneka..” Aku yakin sekali dia bergumam ["..boneka yang aku idam-idamkan"] Lalu dia melepaskan wajahku dan langsung meninggalkanku begitu saja.
Sehari setelah kunjungan itu, Erik bersama temannya itu kembali mengunjungi yayasan, untuk mengadopsi diriku. “Halo.. Maria” Erik melemparkan senyum yang berbeda dari kemarin. “Mulai saat ini, aku-lah yang akan merawat dan mengurus Maria. Kamu tidak harus memanggil aku ‘ayah’ atau sebutan lainnya, panggil saja aku Erik.” Sambil mengalihkan pandangannya ke temannya, dia melanjutkan,”Nah.., ini adalah temanku, namanya Tomi.” Akupun menyunggingkan senyuman ke arah Tomi yang membalasku dengan senyuman hangat.
Aku sama sekali tidak percaya bahwa ternyata Erik tinggal sendirian di rumah megah seperti ini dan masih berusia 24 tahun saat itu. Diam-diam, aku kagum dengan penampilan Erik dan Tomi yang sangat menarik. Berada di tengah-tengah mereka saja sudah sangat membuatku special. Erik sangatlah baik padaku. Dia selalu membelikan baju-baju indah dan boneka porselain untuk dipajang dikamar tidurku. Dia sangat memanjakan aku. Tapi, dia juga bersikap disiplin. Aku tidak diperbolehkan untuk keluar rumah selain ke sekolah tanpa dirinya.
Empat bulan berlalu, rasa sayangku terhadap Erik mulai bertambah. Hari itu, aku mulai merasa bosan di rumah dan Erik belum pulang dari kantor. Aku pun menunggunya untuk pulang sambil bermain Play Station di kamarku. Tepat jam 10.30 malam, aku mendengar suara pintu di sebelah kamarku berbunyi. “Erik sudah pulang!!”, pikirku senang.
Aku pun berlari keluar kamar untuk menyambutnya. Tapi, di depan kamar Erik aku berhenti. Pintunya terbuka sedikit. Dan aku bisa tahu apa yang terjadi di dalam sana. Erik bersama seorang wanita yang sangat cantik, berambut panjang, kulitnya pun sempurna. Aku hanya bisa terdiam terpaku. Aku melihat Erik mulai menciumi bibir wanita itu dengan penuh nafsu. Tangannya meraba-raba dan meremas payudara wanita itu.
“Ohh..Erik”
Pelan-pelan, tangan Erik menyingkap rok wanita itu dan menari-nari di sekitar pinggul dan pahanya. Tak lama, Erik sudah habis melucuti pakaian wanita itu. Erik merebahkan wanita itu ke tempat tidur dan menindihnya, tangan Erik bermain-main dengan tubuh wanita itu, menciuminya dengan membabi buta, menciumi leher, menciumi payudara wanita itu sambil meremas-remasnya.
“Ohh..Eriik..” Aku mendengar desahan wanita itu.
Aku melihatnya. Aku tidak percaya bahwa aku menyaksikan itu semua. Tapi, aku tidak bergerak sedikit pun. Aku tidak bisa.
Erik pun membuka resleting celananya dan mengeluarkan ‘senjata’nya, kedua kaki wanita itu dipegang dengan tangan Erik dan Erik segera menancapkan ‘senjata’nya ke liang wanita yang sudah basah itu dengan sangat kasar. Wanita itu mengerang dengan keras. Tanpa sadar, pipiku sudah dibasahi oleh air mata. Hatiku terasa sakit dan ngilu. Tapi, aku tetap tidak bisa beranjak dari sana. Aku tetap melihat perbuatan Erik tanpa berkedip sambil berlinang air mata.
Erik masih melanjutkan permainannya bersama wanita cantik itu, dia menggerakkan pinggulnya maju dan mundur dengan sangat cepat. Teriakan kepuasan dari wanita itu pun membahana di seluruh ruangan. Sepuluh menit setelah itu, Erik terlihat kejang sesaat sambil mengerang tertahan. Erik pun menghela napas dan beristirahat sejenak, masih dalam rangkulan wanita itu. Permainan berakhir.
Tapi aku masih mematung di depan kamarnya, memperhatikan Erik dari sebelah pintu yang sedikit terbuka. Aku tidak mau bergerak juga, seolah-olah aku sengaja ingin ditemukan oleh Erik. Benar saja, aku melihat Erik berbenah memberesi bajunya dan bergerak menuju pintu. Dia membuka pintu dan melihat diriku mematung sambil menangis di sana. Dia memperhatikanku sejenak dan senyuman misterius itu hadir lagi.
Dia pun membungkukkan tubuhnya, “Hey, tukang ngintip cilik. Aku nggak marah kok. Hanya saja, aku sudah mempersiapkan hukuman yang tepat untukmu. Tapi, tidak saat ini. Ayo, aku temani kamu sampai kamu tertidur. Kalau kamu capek, besok bolos saja.” Erik pun menggendongku yang masih terisak kekamar tidurku. Dan semalaman dia tidur sambil memelukku dengan hangat. “Aku..aku..sayang Erik” “Erik adalah milikku..hanya milikku seorang” Pikiranku berputar-putar memikirkan hal itu. Tak lama, aku pun tertidur lelap.
Hari ini adalah ulang tahunku yang ke-14. Aku senang sekali, karena Erik telah mempersiapkan sebuah pesta ulang tahun untukku di sebuah hotel bintang 5. Ballroom hotel itu sangat indah, Erik mempersiapkannya secara spesial. Aku pun mengenakan gaun berwarna putih yang baru dibelikan Erik. Kata Erik, aku sangat cantik dengan baju itu, “Kamu cocok sekali dengan warna putih, sangat matching dengan warna kulitmu.. Dan lagi, sekarang.. kamu semakin cantik.”
Teman-teman perempuanku juga berdecak kagum melihat penampilanku saat itu. “Kamu cantik ya Maria? Beruntung sekali kamu punya ayah angkat seperti Erik..” Kata Sara, teman baikku sambil tertawa meledek. Sara melirik ke arah Erik yang sedang duduk di meja pojok bersama Tomi. “Hey Maria, Erik itu ganteng banget ya? Temennya juga..” ujar Sara sambil tertawa kecil. Aku pun hanya bisa tertawa, aku pun menetujuinya. Akhir-akhir ini, kami memang jadi sering membicarakan soal cowok. Mungkin karena puber. Tak lama, Aryo temanku yang sepertinya suka denganku datang, sambil menyerahkan hadiah, dia mencium kedua pipiku. Tanpa sadar pipiku bersemu merah.
Setelah pesta usai, Erik mengajakku istirahat di kamar hotel. Aku lumayan capek, tapi aku senang. Dan setiba di kamar, aku memeluk Erik sambil mengucapkan terima kasih. “Terima kasih Erik..aku sayang sekali sama Erik..” Erik pun membalas pelukanku sejenak dan kemudian melepasnya, dan dia memegang kedua lenganku sambil memandangku dengan serius. Aku pun merasa heran dan sedikit takut. “..Erik? Kenapa? Marah yaa? Aku..melakukan kesalahan apa?”
Tanpa banyak bicara, Erik menggeretku ke tempat tidur, mencopot dasinya dan menggunakannya untuk mengikat kedua tanganku dengan kencang. Aku memekik dan mulai menangis. “Eriik!! Sakit!! Kenapa??!!” Dia melihatku dengan pandangan marah. Kemudian berteriak, “Kenapa??!! Kenapa katamu?! Kamu itu perempuan apa??!! Masih kecil sudah kenal laki-laki!! Sudah kuputuskan! Kamu harus di hukum atas perbuatanmu barusan dan perbuatanmu 2 tahun yang lalu!!”
Deg. Jantungku terasa berhenti mengingat kejadian itu. “Erik marah..”, pikirku. Aku pun merasa ketakutan. Aku takut dibenci. Aku tidak mau kehilangan lagi orang yang kusayangi. Tiba-tiba, Erik menarik gaunku dengan sangat kasar sehingga menjadi robek. Aku berteriak. “Ini akibatnya kalau jadi perempuan genit!!” Erik menariknya lagi untuk kedua kalinya, pakaian dalamku semakin terlihat. Celana dalamku juga akan dilepasnya. “Erriik!! Jangaan!!”, aku berteriak ketakutan.
Terlambat, aku sudah telanjang total. Hanya sisa-sisa gaunku-lah yang masih menyembunyikan bagian-bagian tubuhku sedikit. Erik melihatku dengan penuh nafsu. Nafasnya terdengar berat penuh dengan kemarahan dan birahi. Dia pun menahan tanganku yang terikat dan mendekatkan bibirnya ke bibirku. “Aku harus menjadi orang pertama yang..” Erik tidak menyelesaikan kata-katanya dan mulai melumat bibirku dengan sedikit kasar. “Hmmphh..” Untuk pertama kalinya aku merasakan ada getaran yang aneh pada tubuhku. Sensasi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Erik terus berlanjut menciumku, aku bisa merasakan lidahnya memijat lidahku. Aku pun mengikuti permainannya, sedikit takut, sedikit ingin tahu. Erik mulai meremas-remas payudaraku yang belum tumbuh seutuhnya. “Ahh..” Aku mulai menikmati getaran aneh pada diriku. “Panas..badanku terasa panas..Erik..” pikirku dalam hati. Erik melanjutkan ciumannya ke leher dan menggigitnya sedikit, remasan tangannya di payudaraku makin kuat. “Ahh..!!” nafasku makin memburu.
Tiba-tiba Erik berhenti dan melihatku sambil tersenyum misterius. “Hmm..kamu menyukainya bukan? Ya kan, setan cilik?” Mukaku bersemu merah, tapi terlalu takut untuk berbicara, tubuhku bergetar hebat. Erik melepaskan kemejanya dan celananya, masih memandangiku. Aku terlalu malu untuk memandang wajahnya. “Aku rasa, kamu sudah siap untuk permainan selanjutnya..” Erik tertawa kecil, sedikit kemarahan masih tersisa pada dirinya. Erik kembali menciumiku, kali ini dia meremas payudaraku sambil menghisapnya. “Hhh..!!” “Tidak apa-apa..kalau Erik..tidak apa-apa.” pikirku.
Aku memejamkan mataku erat-erat ketika Erik mulai memasukkan ‘senjata’nya ke dalam diriku. “Emm..” aku tidak berani bilang kalau aku merasa sakit. Erik mulai tidak sabar, dan dia memasukkannya dengan kasar. “Aaahh..!!” Aku menjerit dan mulai menangis lagi. ‘Senjata’nya sudah memasuki diriku seutuhnya dan sakit yang kurasakan itu sedikit aneh, ada kenikmatan di dalamnya. Aku mulai sedikit meronta sambil berteriak. Tapi Erik menahanku dengan kuat. Erik menciumi diriku yang bergetar hebat dengan sedikit paksa. Bosan dengan posisinya, Erik membalikkan posisi tubuhku menjadi telungkup. “Erriik..!! tidaak!!” aku sangat malu melakukan posisi itu.
Tetapi Erik tidak peduli dan melanjutkan kembali permainannya. Setiap kali tubuh Erik menghentak, aku menjerit sekeras-kerasnya. Erik melakukan gerakan menghentak itu secara teratur, dan tiba-tiba aku merasakan getaran yang sangat hebat dalam diriku, aku merasakan ‘liang’ku menyempit karena otot-otot di tubuhku menjadi tegang. Aku pun berteriak lebih keras dari sebelumnya.
“Ohh..Maria.” Aku merasakan tangan Erik meremas pinggulku dengan kuat. Tubuh Erik mengejang, dan cairan deras pun mengalir dari ‘liang’ku. Aku mendesah panjang. Tubuhku masih bergetar. Erik masih menindihku dan mulai menciumi punggungku. “Hhhmm.. pilihanku memang selalu tepat”, gumamnya. Aku memilih untuk diam. Erik bergeser ke sampingku. Dia memandangiku yang masih berlinang air mata. Tersenyum Erik mengecup kepalaku sambil mengelusnya. “Maria, kamu adalah milikku seorang.. tidak ada satupun yang boleh menyentuhmu tanpa seizin-ku.”
Erik memeluk tubuhku yang kecil dengan erat. “Ya Erik..aku adalah milikmu. Aku akan melakukan apa saja yang kau perintahkan, asal kau tidak membenciku.” Aku masih terisak. “Anak bodoh.. Aku tidak akan pernah membencimu Maria..” Pelukan Erik semakin erat. Mukaku terasa panas. Dan aku segera membenamkan diriku ke dalam pelukan Erik.
“Terima kasih..Erik.”
Pada suatu hari yang cerah, mendadak kami dibangunkan oleh Bunda Risa, salah satu pengurus di tempat kami. “Ayo bangun, cepat mandi, pakai pakaian terbaik kalian, setelah itu kalian harus berkumpul di aula. Kita akan kedatangan seseorang yang sangat istimewa”, katanya sambil tersenyum hangat. Dan aku pun bertanya, “Bunda, tamu istimewanya siapa sih? Artis ya?” “Mungkin ya..”, kata Bunda Risa sambil tertawa kecil. “Karena dia adalah putra tunggal dari pemilik yayasan ini..”
Tak kusangka, pertemuanku dengan Erik Torian bisa mengubah hidupku, seluruhnya. Saat dia melewati barisan anak-anak yang lain, dia tiba-tiba berhenti tepat di depanku. Senyuman misterius menghiasi wajahnya. Dengan posisi membungkuk, dia mengamati wajahku dengan teliti. Temannya yang ikut bersamanya pun ikut memperhatikan diriku.
“Ada apa Torian? Apa kau kenal dengan anak ini?”, tanyanya. “Tidak”, Erik masih memandangiku sambil memegang mukaku, seolah-olah aku tidak bernyawa. “Sempurna” katanya dingin. “Seperti boneka..” Aku yakin sekali dia bergumam ["..boneka yang aku idam-idamkan"] Lalu dia melepaskan wajahku dan langsung meninggalkanku begitu saja.
Sehari setelah kunjungan itu, Erik bersama temannya itu kembali mengunjungi yayasan, untuk mengadopsi diriku. “Halo.. Maria” Erik melemparkan senyum yang berbeda dari kemarin. “Mulai saat ini, aku-lah yang akan merawat dan mengurus Maria. Kamu tidak harus memanggil aku ‘ayah’ atau sebutan lainnya, panggil saja aku Erik.” Sambil mengalihkan pandangannya ke temannya, dia melanjutkan,”Nah.., ini adalah temanku, namanya Tomi.” Akupun menyunggingkan senyuman ke arah Tomi yang membalasku dengan senyuman hangat.
Aku sama sekali tidak percaya bahwa ternyata Erik tinggal sendirian di rumah megah seperti ini dan masih berusia 24 tahun saat itu. Diam-diam, aku kagum dengan penampilan Erik dan Tomi yang sangat menarik. Berada di tengah-tengah mereka saja sudah sangat membuatku special. Erik sangatlah baik padaku. Dia selalu membelikan baju-baju indah dan boneka porselain untuk dipajang dikamar tidurku. Dia sangat memanjakan aku. Tapi, dia juga bersikap disiplin. Aku tidak diperbolehkan untuk keluar rumah selain ke sekolah tanpa dirinya.
Empat bulan berlalu, rasa sayangku terhadap Erik mulai bertambah. Hari itu, aku mulai merasa bosan di rumah dan Erik belum pulang dari kantor. Aku pun menunggunya untuk pulang sambil bermain Play Station di kamarku. Tepat jam 10.30 malam, aku mendengar suara pintu di sebelah kamarku berbunyi. “Erik sudah pulang!!”, pikirku senang.
Aku pun berlari keluar kamar untuk menyambutnya. Tapi, di depan kamar Erik aku berhenti. Pintunya terbuka sedikit. Dan aku bisa tahu apa yang terjadi di dalam sana. Erik bersama seorang wanita yang sangat cantik, berambut panjang, kulitnya pun sempurna. Aku hanya bisa terdiam terpaku. Aku melihat Erik mulai menciumi bibir wanita itu dengan penuh nafsu. Tangannya meraba-raba dan meremas payudara wanita itu.
“Ohh..Erik”
Pelan-pelan, tangan Erik menyingkap rok wanita itu dan menari-nari di sekitar pinggul dan pahanya. Tak lama, Erik sudah habis melucuti pakaian wanita itu. Erik merebahkan wanita itu ke tempat tidur dan menindihnya, tangan Erik bermain-main dengan tubuh wanita itu, menciuminya dengan membabi buta, menciumi leher, menciumi payudara wanita itu sambil meremas-remasnya.
“Ohh..Eriik..” Aku mendengar desahan wanita itu.
Aku melihatnya. Aku tidak percaya bahwa aku menyaksikan itu semua. Tapi, aku tidak bergerak sedikit pun. Aku tidak bisa.
Erik pun membuka resleting celananya dan mengeluarkan ‘senjata’nya, kedua kaki wanita itu dipegang dengan tangan Erik dan Erik segera menancapkan ‘senjata’nya ke liang wanita yang sudah basah itu dengan sangat kasar. Wanita itu mengerang dengan keras. Tanpa sadar, pipiku sudah dibasahi oleh air mata. Hatiku terasa sakit dan ngilu. Tapi, aku tetap tidak bisa beranjak dari sana. Aku tetap melihat perbuatan Erik tanpa berkedip sambil berlinang air mata.
Erik masih melanjutkan permainannya bersama wanita cantik itu, dia menggerakkan pinggulnya maju dan mundur dengan sangat cepat. Teriakan kepuasan dari wanita itu pun membahana di seluruh ruangan. Sepuluh menit setelah itu, Erik terlihat kejang sesaat sambil mengerang tertahan. Erik pun menghela napas dan beristirahat sejenak, masih dalam rangkulan wanita itu. Permainan berakhir.
Tapi aku masih mematung di depan kamarnya, memperhatikan Erik dari sebelah pintu yang sedikit terbuka. Aku tidak mau bergerak juga, seolah-olah aku sengaja ingin ditemukan oleh Erik. Benar saja, aku melihat Erik berbenah memberesi bajunya dan bergerak menuju pintu. Dia membuka pintu dan melihat diriku mematung sambil menangis di sana. Dia memperhatikanku sejenak dan senyuman misterius itu hadir lagi.
Dia pun membungkukkan tubuhnya, “Hey, tukang ngintip cilik. Aku nggak marah kok. Hanya saja, aku sudah mempersiapkan hukuman yang tepat untukmu. Tapi, tidak saat ini. Ayo, aku temani kamu sampai kamu tertidur. Kalau kamu capek, besok bolos saja.” Erik pun menggendongku yang masih terisak kekamar tidurku. Dan semalaman dia tidur sambil memelukku dengan hangat. “Aku..aku..sayang Erik” “Erik adalah milikku..hanya milikku seorang” Pikiranku berputar-putar memikirkan hal itu. Tak lama, aku pun tertidur lelap.
Hari ini adalah ulang tahunku yang ke-14. Aku senang sekali, karena Erik telah mempersiapkan sebuah pesta ulang tahun untukku di sebuah hotel bintang 5. Ballroom hotel itu sangat indah, Erik mempersiapkannya secara spesial. Aku pun mengenakan gaun berwarna putih yang baru dibelikan Erik. Kata Erik, aku sangat cantik dengan baju itu, “Kamu cocok sekali dengan warna putih, sangat matching dengan warna kulitmu.. Dan lagi, sekarang.. kamu semakin cantik.”
Teman-teman perempuanku juga berdecak kagum melihat penampilanku saat itu. “Kamu cantik ya Maria? Beruntung sekali kamu punya ayah angkat seperti Erik..” Kata Sara, teman baikku sambil tertawa meledek. Sara melirik ke arah Erik yang sedang duduk di meja pojok bersama Tomi. “Hey Maria, Erik itu ganteng banget ya? Temennya juga..” ujar Sara sambil tertawa kecil. Aku pun hanya bisa tertawa, aku pun menetujuinya. Akhir-akhir ini, kami memang jadi sering membicarakan soal cowok. Mungkin karena puber. Tak lama, Aryo temanku yang sepertinya suka denganku datang, sambil menyerahkan hadiah, dia mencium kedua pipiku. Tanpa sadar pipiku bersemu merah.
Setelah pesta usai, Erik mengajakku istirahat di kamar hotel. Aku lumayan capek, tapi aku senang. Dan setiba di kamar, aku memeluk Erik sambil mengucapkan terima kasih. “Terima kasih Erik..aku sayang sekali sama Erik..” Erik pun membalas pelukanku sejenak dan kemudian melepasnya, dan dia memegang kedua lenganku sambil memandangku dengan serius. Aku pun merasa heran dan sedikit takut. “..Erik? Kenapa? Marah yaa? Aku..melakukan kesalahan apa?”
Tanpa banyak bicara, Erik menggeretku ke tempat tidur, mencopot dasinya dan menggunakannya untuk mengikat kedua tanganku dengan kencang. Aku memekik dan mulai menangis. “Eriik!! Sakit!! Kenapa??!!” Dia melihatku dengan pandangan marah. Kemudian berteriak, “Kenapa??!! Kenapa katamu?! Kamu itu perempuan apa??!! Masih kecil sudah kenal laki-laki!! Sudah kuputuskan! Kamu harus di hukum atas perbuatanmu barusan dan perbuatanmu 2 tahun yang lalu!!”
Deg. Jantungku terasa berhenti mengingat kejadian itu. “Erik marah..”, pikirku. Aku pun merasa ketakutan. Aku takut dibenci. Aku tidak mau kehilangan lagi orang yang kusayangi. Tiba-tiba, Erik menarik gaunku dengan sangat kasar sehingga menjadi robek. Aku berteriak. “Ini akibatnya kalau jadi perempuan genit!!” Erik menariknya lagi untuk kedua kalinya, pakaian dalamku semakin terlihat. Celana dalamku juga akan dilepasnya. “Erriik!! Jangaan!!”, aku berteriak ketakutan.
Terlambat, aku sudah telanjang total. Hanya sisa-sisa gaunku-lah yang masih menyembunyikan bagian-bagian tubuhku sedikit. Erik melihatku dengan penuh nafsu. Nafasnya terdengar berat penuh dengan kemarahan dan birahi. Dia pun menahan tanganku yang terikat dan mendekatkan bibirnya ke bibirku. “Aku harus menjadi orang pertama yang..” Erik tidak menyelesaikan kata-katanya dan mulai melumat bibirku dengan sedikit kasar. “Hmmphh..” Untuk pertama kalinya aku merasakan ada getaran yang aneh pada tubuhku. Sensasi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Erik terus berlanjut menciumku, aku bisa merasakan lidahnya memijat lidahku. Aku pun mengikuti permainannya, sedikit takut, sedikit ingin tahu. Erik mulai meremas-remas payudaraku yang belum tumbuh seutuhnya. “Ahh..” Aku mulai menikmati getaran aneh pada diriku. “Panas..badanku terasa panas..Erik..” pikirku dalam hati. Erik melanjutkan ciumannya ke leher dan menggigitnya sedikit, remasan tangannya di payudaraku makin kuat. “Ahh..!!” nafasku makin memburu.
Tiba-tiba Erik berhenti dan melihatku sambil tersenyum misterius. “Hmm..kamu menyukainya bukan? Ya kan, setan cilik?” Mukaku bersemu merah, tapi terlalu takut untuk berbicara, tubuhku bergetar hebat. Erik melepaskan kemejanya dan celananya, masih memandangiku. Aku terlalu malu untuk memandang wajahnya. “Aku rasa, kamu sudah siap untuk permainan selanjutnya..” Erik tertawa kecil, sedikit kemarahan masih tersisa pada dirinya. Erik kembali menciumiku, kali ini dia meremas payudaraku sambil menghisapnya. “Hhh..!!” “Tidak apa-apa..kalau Erik..tidak apa-apa.” pikirku.
Aku memejamkan mataku erat-erat ketika Erik mulai memasukkan ‘senjata’nya ke dalam diriku. “Emm..” aku tidak berani bilang kalau aku merasa sakit. Erik mulai tidak sabar, dan dia memasukkannya dengan kasar. “Aaahh..!!” Aku menjerit dan mulai menangis lagi. ‘Senjata’nya sudah memasuki diriku seutuhnya dan sakit yang kurasakan itu sedikit aneh, ada kenikmatan di dalamnya. Aku mulai sedikit meronta sambil berteriak. Tapi Erik menahanku dengan kuat. Erik menciumi diriku yang bergetar hebat dengan sedikit paksa. Bosan dengan posisinya, Erik membalikkan posisi tubuhku menjadi telungkup. “Erriik..!! tidaak!!” aku sangat malu melakukan posisi itu.
Tetapi Erik tidak peduli dan melanjutkan kembali permainannya. Setiap kali tubuh Erik menghentak, aku menjerit sekeras-kerasnya. Erik melakukan gerakan menghentak itu secara teratur, dan tiba-tiba aku merasakan getaran yang sangat hebat dalam diriku, aku merasakan ‘liang’ku menyempit karena otot-otot di tubuhku menjadi tegang. Aku pun berteriak lebih keras dari sebelumnya.
“Ohh..Maria.” Aku merasakan tangan Erik meremas pinggulku dengan kuat. Tubuh Erik mengejang, dan cairan deras pun mengalir dari ‘liang’ku. Aku mendesah panjang. Tubuhku masih bergetar. Erik masih menindihku dan mulai menciumi punggungku. “Hhhmm.. pilihanku memang selalu tepat”, gumamnya. Aku memilih untuk diam. Erik bergeser ke sampingku. Dia memandangiku yang masih berlinang air mata. Tersenyum Erik mengecup kepalaku sambil mengelusnya. “Maria, kamu adalah milikku seorang.. tidak ada satupun yang boleh menyentuhmu tanpa seizin-ku.”
Erik memeluk tubuhku yang kecil dengan erat. “Ya Erik..aku adalah milikmu. Aku akan melakukan apa saja yang kau perintahkan, asal kau tidak membenciku.” Aku masih terisak. “Anak bodoh.. Aku tidak akan pernah membencimu Maria..” Pelukan Erik semakin erat. Mukaku terasa panas. Dan aku segera membenamkan diriku ke dalam pelukan Erik.
“Terima kasih..Erik.”
Langganan:
Postingan (Atom)