Aku adalah gadis berusia 19 tahun. kawan-kawan mengatakan aku cantik,
tinggi 170, kulit putih dengan rambut lurus sebahu. Aku termasuk
populer diantara kawan-kawan, pokoknya ‘gaul abis’. Namun demikian aku
masih mampu menjaga kesucianku sampai.. Suatu saat aku dan enamorang
kawan Susi (19), Andra (20), Kelvin (22), Vito (22), Toni (23) dan Andri
(20). menghabiskan liburan dengan menginap di villa keluarga Andri di
Puncak.
Susi walaupun tidak terlalu tinggi (160) memiliki
tubuh padat dengan kulit putih, sangat sexy apalagi dengan ukuran
payudara 36b-nya, Susi telah berpacaran cukup lama dengan Kelvin.
Diantara kami bertiga Andra yang paling cantik, tubuhnya sangat proporsi
tidak heran kalau sang pacar, Vito, sangat tergila-gila dengannya.
Sementara aku, Andri dan Toni masih ‘jomblo’. Andri yang berdarah India
sebenarnya suka sama aku, dia lumayan ganteng hanya saja bulu-bulu
dadanya yang lebat terkadang membuat aku ngeri, karenanya aku hanya
menganggap dia tidak lebih dari sekedar teman.
Acara ke
Puncak kami mulai dengan ‘hang-out’ disalah satu kafe terkenal di kota
kami. Larut malam baru tiba di Puncak dan langsung menyerbu kamar tidur,
kami semua tidur dikamar lantai atas. Udara dingin membuatku terbangun
dan menyadari hanya Susi yang ada sementara Andra entah kemana. Rasa
haus membuatku beranjak menuju dapur untuk mengambil minum. Sewaktu
melewati kamar belakang dilantai bawah, telingaku menangkap suaraorang
yang sedang bercakap-cakap. Kuintip dari celah pintu yang tidak tertutup
rapat, ternyata Vito dan Andra. Niat menegur mereka aku urungkan,
karena kulihat mereka sedang berciuman, awalnya kecupan-kecupan lembut
yang kemudian berubah menjadi lumatan-lumatan. Keingintahuan akan
kelanjutan adegan itu menahan langkahku menuju dapur.
Adegan
ciuman itu bertambah ‘panas’ mereka saling memagut dan
berguling-gulingan, lidah Vito menjalar bagai bagai ular ketelinga dan
leher sementara tangannya menyusup kedalam t-shirt meremas-remas
payudara yang menyebabkan Andra mendesah-desah, suaranya desahannya
terdengar sangat sensual. Disibakkannya t-shirt Andra dan lidahnya
menjalar dan meliuk-liuk di putingnya, menghisap dan meremas-remas
payudara Andra. Setelah itu tangannya mulai merayap kebawah,
mengelus-elus bagian sensitif yang tertutup g-string. Vito berusaha
membuka penutup terakhir itu, tapi sepertinya Andra keberatan.
Lamat-lamat kudengan pembicaraan mereka. “Jangan To” tolak Andra.
“Kenapa sayang” tanya Vito. “Aku belum pernah.. gituan” “Makanya dicoba
sayang” bujuk Vito. “Takut To” Andra beralasan. “Ngga apa-apa kok”
lanjut Vito membujuk “Tapi To” “Gini deh”, potong Vito, “Aku cium aja,
kalau kamu ngga suka kita berhenti” “Janji ya To” sahut Andra ingin
meyakinkan. “Janji” Vito meyakinkan Andra.
Vito tidak
membuang-buang waktu, ia membuka t-shirt dan celana pendeknya dan
kembali menikmati bukit kenikmatan Andra yang indah itu, perlahan
mulutnya merayap makin kebawah.. kebawah.. dan kebawah. Ia
mengecup-ngecup gundukan diantara paha sekaligus menarik turung-string
Andra. Dengan hati-hati Vito membuka kedua paha Andra dan mulai mengecup
kewanitaannya disertai jilatan-jilatan. Tubuh Andra bergetar merasakan
lidah Vito. “Agghh.. To.. oohh.. enakk.. Too” Mendengar desahan Andra,
Vito semakin menjadi-jadi, ia bahkan menghisap-hisap kewanitaan Andra
dan meremas-remas payudaranya dengan liar. Hentakan-hentakan birahi
sepertinya telah menguasai Andra, tubuhnya menggelinjang keras disertai
desahan dan erangan yang tidak berkeputusan, tangannya mengusap-usap
dan menarik-narik rambut Vito, seakan tidak ingin melepaskan kenikmatan
yang ia rasakan.
Andra semakin membuka lebar kedua
kakinya agar memudahkan mulut Vito melahap kewanitaannya. Kepalanya
mengeleng kekiri-kekanan, tangannya menggapai-gapai, semua yang diraih
dicengramnya kuat-kuat. Andra sudah tenggelam dan setiap detik belalu
semakin dalam ia menuju ke dasar lautan birahi. Vito tahu persis apa
yang harus dilakukan selanjutnya, ia membuka CDnya dan merangkak naik
keatas tubuh Andra. Mereka bergumul dalam ketelanjangan yang berbalut
birahi. Sesekali Vito di atas sesekali dibawah disertai gerakan erotis
pinggulnya, Andra tidak tinggal diam ia melakukan juga yang sama.
Kemaluanmereka saling beradu, menggesek, dan menekan-nekan. Melihat itu
semua membuat degup jantung berdetak kencang dan bagian-bagian sensitif
di tubuhku mengeras.. Aku mulai terjangkit virus birahi mereka.
Vito
kemudian mengangkat tubuhnya yang ditopang satu tangan, sementara
tangan lain memegang kejantannya. Vito mengarahkan kejantanannya
keselah-selah paha Anggie. “Jangan To, katanya cuma cium aja” sergah
Andra. “Rileks An” bujuk Vito, sambil mengosok-gosok ujung penisnya di
kewanitaan Andra. “Tapi.. To.. oohh.. aahh” protes Andra tenggelam dalam
desahannya sendiri. “Nikmatin aja An” “Ehh.. akkhh.. mpphh” Andra
semakin mendesah “Gitu An.. rileks.. nanti lebih enak lagi” “He eh To..
eesshh” “Enak An..?” “Ehh.. enaakk To” Aku benar-benar ternganga
dibuatnya. Seumur hidup belum pernah aku melihat milik pria yang
sebenarnya, apalagi adegan ‘live’ seperti itu.
Tidak
ada lagi protes apalagi penolakan hanya desahan kenikmatan Andra yang
terdengar. “Aku masukin ya An” pertanyaan yang tidak membutuhkan
jawaban. Vito langsung menekan pinggulnya, ujung kejantanannya
tenggelam dalam kewanitaan Andra. “Aakhh.. To.. eengghh” erang Andra
cukup keras, membuat bulu-bulu ditubuhku meremang mendengarnya. Vito
lebih merunduk lagi dengan sikut menahan badan, perlahan pinggulnya
bergerak turun naik serta mulutnya dengan rakus melumat payudara Andra.
“Teruss.. Too.. enak banget.. ohh.. isep yang kerass sayangg” Andra
meracau. “Aku suka sekali payudara kamu An.. mmhh” “Aku juga suka kamu
isep To.. ahh” Andra menyorongkan dadanya membuat Vito bertambah mudah
melumatnya. Bukan hanya Andra yang terayun-ayun gelombang birahi, aku
yang melihat semua itu turut hanyut dibuatnya. Tanpa sadar aku mulai
meremas-remas payudara dan memainkan putingku sendiri, membuat mataku
terpejam-pejam merasakan nikmatnya.
Vito tahu Andra sudah pada
situasi ‘point of no return’, ia merebahkan badannya menindih Andra dan
memeluknya seraya melumat mulut, leher dan telinga Andra dan.. kulihat
Vito menekan pinggulnya, dapat kubayangkan bagaimana kejantanannya
melesak masuk ke dalam rongga kenikmatan Andra. “Auuwww.. To.. sakiitt”
jerit Andra. “Stop.. stop To” “Rileks An.. supaya enak nanti” bujuk
Vito, sambil terus menekan lebih dalam lagi. “Sakit To.. pleasee..
jangan diterusin” Terlambat.. seluruh kejantanan Vito telah terbenam di
dalam rongga kenikmatan Andra. Beberapa saat Vito tidak bergerak, ia
mengecup-ngecup leher, pundak dan akhirnya payudara Andra kembali jadi
bulan-bulanan lidah dan mulutnya. Perlakuan Vito membuat birahi Andra
terusik kembali, ia mulai melenguh dan mendesah-desah, lama kelamaan
semakin menjadi-jadi. Bagian belakang tubuh Vito yang mulai dari
punggung, pinggang sampai buah pantatnya tak luput dari remasan-remasan
tangan Andra.
Vito memahami sekali keadaan Andra, pinggulnya
mulai digerakan memutar perlahan sekali tapi mulutnya bertambah ganas
melahap gundukan daging Andra yang dihiasi puting kecil
kemerah-merahan. “Uhh.. ohh.. To” desah kenikmatan Andra, kakinya
dibuka lebih melebar lagi. Vito tidak menyia-nyiakan kesempatan ini
dipercepat ritme gerakan pinggulnya. “Agghh.. ohh.. terus Too” Andra
meracau merasakan kejantanan Vito yang berputar-putar di kewanitaannya,
kepalanya tengadah dengan mata terpejam, pinggulnya turut bergoyang.
Merasakan gerakannya mendapat respon Vito tidak ragu lagi untuk
menarik-memasukan batang kemaluannya. “Aaauugghh.. sshh.. Too.. ohh..
Too” Andra tak kuasa lagi menahan luapan kenikmatan yang keluar begitu
saya dari mulutnya.
Pinggul Vito yang turun naik dan kaki Andra
yang terbuka lebar membuat darahku berdesir, menimbulkan denyut-denyut
di bagian sensitifku, kumasukan tangan kiri kebalik celana pendek dan
CD. Tubuhku bergetar begitu jari-jemariku meraba-raba kewanitaanku.
“Ssshh.. sshh” desisku tertahan manakala jari tengahku menyentuh bibir
kemaluanku yang sudah basah, sesaat ‘life show’ Vito dan Andra
terlupakan. Kesadaranku kembali begitu mendengar pekikan Andra.
“Adduuhh.. Too.. nikmat sekalii” Andra terbuai dalam birahinya yang
menggebu-gebu. “Nikmati An.. nikmati sepuas-puasnya” “Ssshh.. ahh..
ohh.. ennaak Too” “Punya kamu enaakk sekalii An.. uugghh” “Ohh.. Too..
aku sayang kamu.. sshh” desah Andra seraya memeluk, pujian Vito rupanya
membuat Andra lebih agresif, pantatnya bergoyang mengikuti irama
hentakan-hentakan turun-naik pantat Vito. “Enaak An.. terus goyang..
uhh.. eenngghh” merasakan goyangan Andra Vito semakin mempercepat
hujaman-hujaman kejantanannya. “Ahh.. aahh.. Too.. teruss.. sayaang”
pekik Andra. Semakin liar keduanya bergumul, keringat kenikmatan
membanjir menyelimuti tubuh mereka. “Too.. tekan sayangg.. uuhh.. aku
mau ke.. kelu.. aarrghh” erang Andra. Vito menekan pantatnya dalam-dalam
dan tubuh keduanya pun mengejang. Gema erangan kenikmatan mereka
memenuhi seantero kamar dan kemudian keduanya.. terkulai lemas.
Dikamar
aku gelisah mengingat-ingat kejadian yang baru saja kulihat,
bayang-bayang Vito menyetubuhi Andra begitu menguasai pikiranku. Tak
kuasa aku menahan tanganku untuk kembali mengusap-usap seluruh bagian
sensitif di tubuhku namun keberadaan Susi sangat mengganggu, menjelang
ayam berkokok barulah mataku terpejam. Dalam mimpi adegan itu muncul
kembali hanya saja bukan Andra yang sedang disetubuhi Vito tetapi
diriku.
Jam 10.00 pagi harinya kami jalan-jalan menghirup udara
puncak, sekalian membeli makanan dan cemilan sementara Susi dan Kelvin
menunggu villa. Belum lagi 15 menit meninggalkan villa perutku tiba-tiba
mulas, aku mencoba untuk bertahan, tidak berhasil, bergegas aku
kembali ke villa.
Selesai dari kamar mandi aku mencari Susi dan
Kelvin, rupanya mereka sedang di ruang TV dalam keadaan.. bugil.
Lagi-lagi aku mendapat suguhan ‘live show’ yang spektakuler. Tubuh Susi
setengah melonjor di sofa dengan kaki menapak kelantai, Kelvin
berlutut dilantai dengan badan berada diantara kedua kaki Susi,
Mulutnya mengulum-ngulum kewanitaan Susi, tak lama kemudian Kelvin
meletakan kedua tungkai kaki Susi dibahunya dan kembali menyantap
’segitiga venus’ yang semakin terpampang dimukanya. Tak ayal lagi Susi
berkelojotan diperlakukan seperti itu.
“Ssshh.. sshh.. aahh”
desis Susi. “Oohh.. Kel.. nikmat sekalii.. sayang” “Gigit.. Kel..
pleasee.. gigitt” “Auuwww.. pelan sayang gigitnyaa” Melengkapi
kenikmatan yang sedang melanda dirinya satu tangan Susi mencengkram
kepala Kelvin, tangan lainnya meremas-remas payudara 36b-nya sendiri
serta memilin putingnya.
Beberapa saat kemudian mereka berganti
posisi, Susi yang berlutut di lantai, mulutnya mengulum kejantanan
Kelvin, kepalanya turun naik, tangannya mengocok-ngocok batang
kenikmatan itu, sekali-kali dijilatnya bagai menikmati es krim. Setiap
gerakan kepala Susi sepertinya memberikan sensasi yang luar biasa bagi
Kelvin. “Aaahh.. aauugghh.. teruss sayangg” desah Kelvin. “Ohh..
sayangg.. enakk sekalii” Suara desahan dan erangan membuat Susi tambah
bernafsu melumat kejantanan Kelvin. “Ohh.. Susii.. ngga tahann..
masukin sayangg” pinta Kelvin.
Susi menyudahi lumatannya dan
beranjak keatas, berlutut disofa dengan pinggul Kelvin berada diantara
pahanya, tangannya menggapai batang kenikmatan Kelvin, diarahkan
kemulut kewanitaannya dan dibenamkan. “Aaagghh” keduanya melenguh
panjang merasakan kenikmatan gesekan pada bagian sensitif mereka
masing-masing. Dengan kedua tangan berpangku pada pahanya Susi mulai
menggerakan pinggulnya mundur maju, karuan saja Kelvin mengeliat-geliat
merasakan batangnya diurut-urut oleh kewanitaan Susi. Sebaliknya,
milik Kelvin yang menegang keras dirasakan oleh Susi mengoyak-ngoyak
dinding dan lorong kenikmatannya. Suara desahan, desisan dan lenguhan
saling bersaut manakala kedua insan itu sedang dirasuk kenikmatan
duniawi.
Tontonan itu membuat aku tidak dapat menahan keinginanku
untuk meraba-raba2 sekujur tubuhku, rasa gatal begitu merasuk kedalam
kemaluanku. Kutinggalkan ‘live show’ bergegas menuju kamar,
kulampiaskan birahiku dengan mengesek-gesekan bantal di kewanitaanku.
Merasa tidak puas kusingkap rok miniku, kuselipkan tanganku kedalam
CD-ku membelai-belai bulu-bulu tipis di permukaan kewanitaanku dan..
akhirnya menyentuh klitorisku. “Aaahh.. sshh.. eehh” desahku merasakan
nikmatnya elusan-elusanku sendiri, jariku merayap tak terkendali ke
bibir kemaluanku, membuka belahannya dan bermain-main ditempat yang
mulai basah dengan cairan pelancar, manakala kenikmatan semakin
membalut diriku tiba-tiba pintu terbuka.. Susi! masih dengan pakaian
kusut menerobos masuk, untung aku masih memeluk bantal, sehingga
kegiatan tanganku tidak terlihat olehnya. “Ehh Ver.. kok ada disini,
bukannya tadi ikut yang lain?” sapa Susi terkejut. “Iya Si.. balik
lagi.. perut mules” “Aku suruh Kelvin beli obat ya” “Ngga usah Si.. udah
baikan kok” “Yakin Ver?” “Iya ngga apa-apa kok” jawabku meyakinkan
Susi yang kemudian kembali ke ruang tengah setelah mengambil yang
dibutuhkannya. Sirna sudah birahiku karena rasa kaget.
Malam
harinya selesai makan kami semua berkumpul diruang tengah, Andri
langsung memutar VCD X-2. Adegan demi adegan di film mempengaruhi kami,
terutama kawan-kawan pria, mereka kelihatan gelisah. Film masih
setengah main Susi dan Kelvin menghilang, tak lama kemudian disusul
oleh Andra dan Vito. Tinggal aku, Toni dan Andri, kami duduk dilantai
bersandar pada sofa, aku di tengah. Melihat adegan film yang bertambah
panas membuat birahiku terusik. Rasa gatal menyeruak dikewanitaanku
mengelitik sekujur tubuh dan setiap detik berlalu semakin memuncak
saja, aku jadi salah tingkah. Toni yang pertama melihat kegelisahanku.
“Kenapa Ver, gelisah banget horny ya” tegurnya bercanda. “Ngga lagi,
ngaco kamu Ton” sanggahku. “Kalau horny bilang aja Ver.. hehehe.. kan
ada kita-kita” Andri menimpali. “Rese’ nih berdua, nonton aja tuh”
sanggahku lagi menahan malu.
Toni tidak begitu saja menerima
sanggahanku, diantara kami ia paling tinggi jam terbangnya sudah tentu
ia tahu persis apa yang sedang aku rasakan. Toni tidak
menyia-nyiakannya, bahuku dipeluknya seperti biasa ia lakukan, seakan
tanpa tendensi apa-apa. “Santai Ver, kalau horny enjoy aja, gak usah
malu.. itu artinya kamu normal” bisik Toni sambil meremas pundakku.
Remasan dan terpaan nafas Toni saat berbisik menyebabkan semua
bulu-bulu di tubuhku meremang, tanpa terasa tanganku meremas ujung rok.
Toni menarik tanganku meletakan dipahanya ditekan sambil diremasnya,
tak ayal lagi tanganku jadi meremas pahanya. “Remas aja paha aku Ver
daripada rok” bisik Toni lagi. Kalau sedang bercanda jangankan paha,
pantatnya yang ‘geboy’ saja kadang aku remas tanpa rasa apapun, kali
ini merasakan paha Toni dalam remasanku membuat darahku berdesir keras.
“Ngga usah malu Ver, santai aja” lanjutnya lagi. Entah karena
bujukannya atau aku sendiri yang menginginkan, tidak jelas, yang pasti
tanganku tidak beranjak dari pahanya dan setiap ada adegan yang ‘wow’
kuremas pahanya. Merasa mendapat angin, Toni melepaskan rangkulannya
dan memindahkan tangannya di atas pahaku, awalnya masih dekat dengkul
lama kelamaan makin naik, setiap gerakan tangannya membuatku merinding.
Entah
bagaimana mulainya tanpa kusadari tangan Toni sudah berada dipaha
dalamku, tangannya mengelus-elus dengan halus, ingin menepis, tapi,
rasa geli-geli enak yang timbul begitu kuatnya, membuatku membiarkan
kenakalan tangan Toni yang semakin menjadi-jadi. “Ver gue suka deh liat
leher sama pundak kamu” bisik Toni seraya mengecup pundakku. Aku yang
sudah terbuai elusannya karuan saja tambah menjadi-jadi dengan
kecupannya itu. “Jangan Ton” namun aku berusaha menolak. “Kenapa Ver,
cuma pundak aja kan” tanpa perduli penolakanku Toni tetap saja mengecup,
bahkan semakin naik keleher, disini aku tidak lagi berusaha ‘jaim’.
“Ton.. ahh” desahku tak tertahan lagi. “Enjoy aja Ver” bisik Toni lagi,
sambil mengecup dan menjilat daun telingaku. “Ohh Ton” aku sudah tidak
mampu lagi menahan, semua rasa yang terpendam sejak melihat ‘live show’
dan film, perlahan merayapi lagi tubuhku. Aku hanya mampu tengadah
merasakan kenikmatan mulut Toni di leher dan telingaku. Andri yang
sedari tadi asik nonton melihatku seperti itu tidak tinggal diam, ia pun
mulai turut melakukan hal yang sama. Pundak, leher dan telinga sebelah
kiriku jadi sasaran mulutnya.
Melihat aku sudah pasrah mereka
semakin agresif. Tangan Toni semakin naik hingga akhirnya menyentuh
kewanitaanku yang masih terbalut CD. Elusan-elusan di kewanitaanku,
remasan Andri di payudaraku dan kehangatan mulut mereka dileherku
membuat magma birahiku menggelegak sejadi-jadinya. “Agghh.. Tonn..
Drii.. ohh.. sshh” desahanku bertambah keras. Andri menyingkap tang-top
dan braku bukit kenyal 34b-ku menyembul, langsung dilahapnya dengan
rakus. Toni juga beraksi memasukan tangannya kedalam CD meraba-raba
kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan pelicin. Aku jadi tak
terkendali dengan serangan mereka tubuhku bergelinjang keras.
“Emmhh..
aahh.. ohh.. aagghh” desahanku berganti menjadi erangan-erangan.
Mereka melucuti seluruh penutup tubuhku, tubuh polosku dibaringkan
dilantai beralas karpet dan mereka pun kembali menjarahnya. Andri
melumat bibirku dengan bernafsu lidahnya menerobos kedalam rongga
mulutku, lidah kami saling beraut, mengait dan menghisap dengan
liarnya. Sementara Toni menjilat-jilat pahaku lama kelamaan semakin
naik.. naik.. dan akhirnya sampai di kewanitaanku, lidahnya
bergerak-gerak liar di klitorisku, bersamaan dengan itu Andri pun sudah
melumat payudaraku, putingku yang kemerah-merahan jadi bulan-bulanan
bibir dan lidahnya.
Diperlakukan seperti itu membuatku kehilangan
kesadaran, tubuhku bagai terbang diawang- awang, terlena dibawah
kenikmatan hisapan-hisapan mereka. Bahkan aku mulai berani punggung
Andri kuremas-remas, kujambak rambutnya dan merengek-rengek meminta
mereka untuk tidak berhenti melakukannya. “Aaahh.. Tonn.. Drii..
teruss.. sshh.. enakk sekalii” “Nikmatin Ver.. nanti bakal lebih lagi”
bisik Andri seraya menjilat dalam-dalam telingaku. Mendengar kata
‘lebih lagi’ aku seperti tersihir, menjadi hiperaktif pinggul
kuangkat-angkat, ingin Toni melakukan lebih dari sekedar menjilat, ia
memahami, disantapnya kewanitaanku dengan menyedot-nyedot gundukan
daging yang semakin basah oleh ludahnya dan cairanku. Tidak berapa lama
kemudian aku merasakan kenikmatan itu semakin memuncak, tubuhku
menegang, kupeluk Andri-yang sedang menikmati puting susu-dengan
kuatnya. “Aaagghh.. Tonn.. Drii.. akuu.. oohh” jeritku keras, dan
merasakan hentak-hentakan kenikmatan didalam kewanitaanku. Tubuhku
melemas.. lungai.
Toni dan Andri menyudahi ‘hidangan’ pembukanya,
dibiarkan tubuhku beristirahat dalam kepolosan, sambil memejamkan mata
kuingat-ingat apa yang baru saja kualami. Permainan Andri di payudara
dan Toni di kewanitaanku yang menyebarkan kenikmatan yang belum pernah
kualami sebelumnya, dan hal itu telah kembali menimbulkan getar-getar
birahi diseluruh tubuhku. Aku semakin tenggelam saja dalam
bayang-bayang yang menghanyutkan, dan tiba-tiba kurasakan hembusan
nafas ditelingaku dan rasa tidak asing lagi.. hangat basah.. Ahh..
bibir dan lidah Andri mulai lagi, tapi kali ini tubuhku seperti di
gelitiki ribuan semut, ternyata Andri sudah polos dan bulu-bulu lebat
di tangan dan dadanya menggelitiki tubuhku. Begitupun Toni sudah bugil,
ia membuka kedua pahaku lebar-lebar dengan kepala sudah berada
diantaranya.
Mataku terpejam, aku sadar betul apa yang akan
terjadi, kali ini mereka akan menjadikan tubuhku sebagai ‘hidangan’
utama. Ada rasa kuatir dan takut tapi juga menantikan kelanjutannya
dengan berdebar. Begitu kurasakan mulut Toni yang berpengalaman mulai
beraksi.. hilang sudah rasa kekuatiran dan ketakutanku. Gairahku
bangkit merasakan lidah Toni menjalar dibibir kemaluanku, ditambah lagi
Andri yang dengan lahapnya menghisap-hisap putingku membuat tubuhku
mengeliat-geliat merasakan geli dan nikmat dikedua titik sensitif
tubuhku.
“Aaahh.. Tonn.. Drii.. nngghh.. aaghh” rintihku tak
tertahankan lagi. Toni kemudian mengganjal pinggulku dengan bantal sofa
sehingga pantatku menjadi terangkat, lalu kembali lidahnya bermain
dikemaluanku. Kali ini ujung lidahnya sampai masuk kedalam liang
kenikmatanku, bergerak-gerak liar diantara kemaluan dan anus, seluruh
tubuhku bagai tersengat aliran listrik aku hilang kendali. Aku
merintih, mendesah bahkan menjerit-jerit merasakan kenikmatan yang
tiada taranya. Lalu kurasakan sesuatu yang hangat keras berada
dibibirku.. kejantanan Andri! Aku mengeleng-gelengkan kepala menolak
keinginannya, tapi Andri tidak menggubrisnya ia malah manahan kepalaku
dengan tangannya agar tidak bergerak.
“Jilat.. Ver” perintahnya
tegas. Aku tidak lagi bisa menolak, kujilat batangnya yang besar dan
sudah keras membatu itu, Andri mendesah-desah merasakan jilatanku.
“Aaahh.. Verr.. jilat terus.. nngghh” desah Andri. “Jilat kepalanya Ver”
aku menuruti permintaannya yang tak mungkin kutolak. Lama kelamaan aku
mulai terbiasa dan dapat merasakan juga enaknya menjilat-jilat batang
penis itu, lidahku berputar dikepala kemaluannya membuat Andri mendesis
desis. “Ssshh.. nikmat sekali Verr.. isep sayangg.. isep” pintanya
diselah-selah desisannya.
Aku tak tahu harus berbuat bagaimana,
kuikuti saja apa yg pernah kulihat di film, kepala kejantanannya
pertama-tama kumasukan kedalam mulut, Andri meringis. “Jangan pake gigi
Ver.. isep aja” protesnya, kucoba lagi, kali ini Andri mendesis nikmat.
“Ya.. gitu sayang.. sshh.. enak.. Ver” Melihat Andri saat itu
membuatku turut larut dalam kenikmatannya, apalagi ketika sebagian
kejantanannya melesak masuk menyentuh langit-langit mulutku, belum lagi
kenakalan lidah Toni yang tiada henti-hentinya menggerayangi setiap
sudut kemaluanku. Aku semakin terombang-ambing dalam gelombang samudra
birahi yang melanda tubuhku, aku bahkan tidak malu lagi mengocok-ngocok
kejantanan Andri yang separuhnya berada dalam mulutku.
Beberapa
saat kemudian Andri mempercepat gerakan pinggulnya dan menekan lebih
dalam batang kemaluannya, tanganku tak mampu menahan laju masuknya
kedalam mulutku. Aku menjadi gelagapan, ku geleng-gelengkan kepalaku
hendak melepaskan benda panjang itu tapi malah berakibat sebaliknya,
gelengan kepalaku membuat kemaluannya seperti dikocok-kocok. Andri
bertambah beringas mengeluar-masukan batangnya dan.. “Aaagghh..
nikmatt.. Verr.. aku.. kkeelluaarr” jerit Andri, air maninya
menyembur-nyembur keras didalam mulutku membuatku tersedak, sebagian
meluncur ke tenggorokanku sebagian lagi tercecer keluar dari mulutku.
Aku
sampai terbatuk-batuk dan meludah-ludah membuang sisa yang masih ada
dimulutku. Toni tidak kuhiraukan aku langsung duduk bersandar menutup
dadaku dengan bantal sofa. “Gila Andri.. kira-kira dong” celetukku
sambil bersungut-sungut. “Sorry Ver.. ngga tahan.. abis isepan kamu enak
banget” jawab Andri dengan tersenyum. “Udah Ver jangan marah, kamu
masih baru nanti lama lama juga bakal suka” sela Toni seraya
mengambilkan aku minum dan membersihkan sisa air mani dari mulutku. Toni
benar, aku sebenarnya tadi menikmati sekali, apalagi melihat mimik
Andri saat akan keluar hanya saja semburannya yang membuatku kaget. Toni
membujuk dan memelukku dengan lembut sehingga kekesalanku segera
surut. Dikecupnya keningku, hidungku dan bibirku. Kelembutan
perlakuannya membuatku lupa dengan kejadian tadi. Kecupan dibibir
berubah menjadi lumatan-lumatan yang semakin memanas kami pun saling
memagut, lidah Toni menerobos mulutku meliuk-liuk bagai ular, aku
terpancing untuk membalasnya. Ohh.. sungguh luar biasa permainan
lidahnya, leher dan telingaku kembali menjadi sasarannya membuatku
sulit menahan desahan-desahan kenikmatan yang begitu saja meluncur
keluar dari mulutku.
Toni merebahkan tubuhku
kembali dilantai beralas karpet, kali ini dadaku dilahapnya puting yang
satu dihisap-hisap satunya lagi dipilin-pilin oleh jari-jarinya. Dari
dada kiriku tangannya melesat turun ke kewanitaanku, dielus-elusnya
kelentit dan bibir kemaluanku. Tubuhku langsung mengeliat-geliat
merasakan kenakalan jari-jari Toni. “Ooohh.. mmppff.. ngghh.. sshh”
desisku tak tertahan. “Teruss.. Tonn.. aakkhh” Aku menjadi lebih
menggila waktu Toni mulai memainkan lagi lidahnya di kemaluanku, seakan
kurang lengkap kenikmatan yang kurasakan, kedua tanganku meremas-remas
payudaraku sendiri. “Ssshh.. nikmat Tonn.. mmpphh” desahanku semakin
menjadi-jadi. Tak lama kemudian Toni merayap naik keatas tubuhku, aku
berdebar menanti apa yang akan terjadi. Toni membuka lebih lebar kedua
kakiku, dan kemudian kurasakan ujung kejantanannya menyentuh mulut
kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan cinta.
“Aauugghh..
Tonn.. pelann” jeritku lirih, saat kepala kejantanannya melesak masuk
kedalam rongga kemaluanku. Toni menghentikan dorongannya, sesaat ia
mendiamkan kepala kemaluannya dalam kehangatan liang kewanitaanku.
Kemudian-masih sebatas ujungnya-secara perlahan ia mulai
memundur-majukannya. Sesuatu yang aneh segera saja menjalar dari gesekan
itu keseluruh tubuhku. Rasa geli, enak dan entah apalagi berbaur
ditubuhku membuat pinggulku mengeliat-geliat mengikuti tusukan-tusukan
Toni. “Ooohh.. Tonn.. sshh.. aahh.. enakk Tonn” desahku lirih. Aku
benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang luar biasa akibat
gesekan-gesekan di mulut kewanitaanku. Mataku terpejam-pejam kadang
kugigit bibir bawahku seraya mendesis. “Enak.. Ver” tanya Toni berbisik.
“He ehh Tonn.. oohh enakk.. Tonn.. sshh” “Nikmatin Ver.. nanti lebih
enak lagi” bisiknya lagi. “Ooohh.. Tonn.. ngghh”
Toni terus
mengayunkan pinggulnya turun-naik-tetap sebatas ujung
kejantanannya-dengan ritme yang semakin cepat. Selagi aku terayun-ayun
dalam buaian birahi, tiba-tiba Toni menekan kejantanannya lebih dalam
membelah kewanitaanku. “Auuhh.. sakitt Tonn” jeritku saat kejantanannya
merobek selaput daraku, rasanya seperti tersayat silet, Toni
menghentikan tekanannya. “Pertama sedikit sakit Ver.. nanti juga hilang
kok sakitnya” bisik Toni seraya menjilat dan menghisap telingaku. Entah
bujukannya atau karena geliat liar lidahnya, yang pasti aku mulai
merasakan nikmatnya milik Toni yang keras dan hangat didalam rongga
kemaluanku.
Toni kemudian menekan lebih dalam lagi, membenamkan
seluruh batang kemaluannya dan mengeluar-masukannya. Gesekan
kejantanannya dirongga kewanitaanku menimbulkan sensasi yang luar biasa!
Setiap tusukan dan tarikannya membuatku menggelepar-gelepar. “Ssshh..
ohh.. ahh.. enakk Tonn.. empphh” desahku tak tertahan. “Ohh.. Verr..
enak banget punya kamu.. oohh” puji Toni diantara lenguhannya. “Agghh..
terus Tonn.. teruss” aku meracau tak karuan merasakan nikmatnya
hujaman-hujaman kejantanan Toni di kemaluanku. Peluh-peluh birahi mulai
menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai
pergumulan kami. Menit demi menit kejantanan Toni menebar kenikmatan
ditubuhku. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuhku tak
lagi mampu menahan letupannya. “Tonii.. oohh.. tekan Tonn.. agghh..
nikmat sekali Tonn” jeritan dan erangan panjang terlepas dari mulutku.
Tubuhku mengejang, kupeluk Toni erat-erat, magma birahiku meledak,
mengeluarkan cairan kenikmatan yang membanjiri relung-relung
kewanitaanku.
Tubuhku terkulai lemas, tapi itu tidak berlangsung
lama. Beberapa menit kemudian Toni mulai lagi memacu gairahku, hisapan
dan remasan didadaku serta pinggulnya yang berputar kembali
membangkitkan birahiku. Lagi-lagi tubuhku dibuat mengelepar-gelepar
terayun dalam kenikmatan duniawi. Tubuhku dibolak-balik bagai daging
panggang, setiap posisi memberikan sensasi yang berbeda. Entah berapa
kali kewanitaanku berdenyut-denyut mencapai klimaks tapi Toni sepertinya
belum ingin berhenti menjarah tubuhku. Selagi posisiku di atas Toni,
Andri yang sedari tadi hanya menonton serta merta menghampiri kami,
dengan berlutut ia memelukku dari belakang. Leherku dipagutnya seraya
kedua tangannya memainkan buah dadaku. Apalagi ketika tangannya mulai
bermain-main diklitorisku membuatku menjadi tambah meradang.
Kutengadahkan
kepalaku bersandar pada pundak Andri, mulutku yang tak henti-hentinya
mengeluarkan desahan dan lenguhan langsung dilumatnya. Pagutan Andri
kubalas, kami saling melumat, menghisap dan bertukar lidah. Pinggulku
semakin bergoyang berputar, mundur dan maju dengan liarnya. Aku begitu
menginginkan kejantanan Toni mengaduk-aduk seluruh isi rongga
kewanitaanku yang meminta lebih dan lebih lagi. “Aaargghh.. Verr.. enak
banget.. terus Ver.. goyang terus” erang Toni. Erangan Toni membuat
gejolak birahiku semakin menjadi-jadi, kuremas buah dadaku sendiri yang
ditinggalkan tangan Andri.. Ohh aku sungguh menikmati semua ini.
Andri
yang merasa kurang puas meminta merubah posisi. Toni duduk disofa
dengan kaki menjulur dilantai, Akupun merangkak kearah batang
kemaluannya. “Isep Ver” pinta Toni, segera kulumat kejantanannya dengan
rakus. “Ooohh.. enak Ver.. isep terus” Bersamaan dengan itu kurasakan
Andri menggesek-gesek bibir kemaluanku dengan kepala kejantanannya.
Tubuhku bergetar hebat, saat batang kemaluan Andri-yang satu setengah
kali lebih besar dari milik Toni-dengan perlahan menyeruak menembus
bibir kemaluanku dan terbenam didalamnya. Tusukan-tusukan kejantanan
Andri serasa membakar tubuh, birahiku kembali menggeliat keras. Aku
menjadi sangat binal merasakan sensasi erotis dua batang kejantanan
didalam tubuhku. Batang kemaluan Toni kulumat dengan sangat bernafsu.
Kesadaranku hilang sudah naluriku yang menuntun melakukan semua itu.
“Verr..
terus Verr.. gue ngga tahan lagi.. Aaarrgghh” erang Toni. Aku tahu
Toni akan segera menumpahkan cairan kenikmatannya dimulutku, aku lebih
siap kali ini. Selang berapa saat kurasakan semburan-semburan hangat
sperma Toni. “Aaagghh.. nikmat banget Verr.. isep teruss.. telan Verr”
jerit Toni, lagi-lagi naluriku menuntun agar aku mengikuti permintaan
Toni, kuhisap kejantananya yang menyemburkan cairan hangat dan..
kutelan cairan itu. Aneh! Entah karena rasanya, atau sensasi sexual
karena melihat Toni yang mencapai klimaks, yang pasti aku sangat
menyukai cairan itu. Kulumat terus itu hingga tetes terakhir dan benda
keras itu mengecil.. lemas.
Toni beranjak meninggalkan aku dan
Andri, sepeninggal Toni aku merasa ada yang kurang. Ahh.. ternyata
dikerjai dua pria jauh lebih mengasikkan buatku. Namun hujaman-hujaman
kemaluan Andri yang begitu bernafsu dalam posisi ‘doggy’ dapat
membuatku kembali merintih-rintih. Apalagi ditambah dengan
elusan-elusan Ibu jarinya dianusku. Bukan hanya itu, setelah diludahi
Andri bahkan memasukan Ibu jarinya ke lubang anusku. Sodokan-sodokan
dikewanitaanku dan Ibu jarinya dilubang anus membuatku mengerang-erang.
“Ssshh.. engghh.. yang keras Drii.. mmpphh” “Enak banget Drii.. aahh..
oohh” Mendengar eranganku Andri tambah bersemangat menggedor kedua
lubangku, Ibu jarinya kurasakan tambah dalam menembus anusku, membuatku
tambah lupa daratan.
Sedang asiknya menikmati, Andri mencabut
kejantanan dan Ibu jarinya. “Andrii.. kenapa dicabutt” protesku.
“Masukin lagi Dri.. pleasee” pintaku menghiba. Sebagai jawaban aku
hanya merasakan ludah Andri berceceran di lubang anusku, tapi kali ini
lebih banyak. Aku masih belum mengerti apa yang akan dilakukannya. Saat
Andi mulai menggosok kepala penisnya dilubang anus baru aku sadar apa
yang akan dilakukannya. “Andrii.. pleasee.. jangan disitu” aku menghiba
meminta Andri jangan melakukannya. Andri tidak menggubris, tetap saja
digosok-gosokannya, ada rasa geli-geli enak kala ia melakukan hal itu.
Dibantu dengan sodokan jarinya dikemaluanku hilang sudah protesku.
Tiba-tiba kurasakan kepala kemaluannya sudah menembus anusku. Perlahan
namun pasti, sedikit demi sedikit batang kenikmatannya membelah anusku
dan tenggelam habis didalamnya.
“Aduhh sakitt Drii.. akhh..!”
keluhku pasrah karena rasanya mustahil menghentikan Andri. “Rileks
Ver.. seperti tadi, nanti juga hilang sakitnya” bujuknya seraya mencium
punggung dan satu tangannya lagi mengelus-elus klitorisku. Separuh
tubuhku yang tengkurap disofa sedikit membantuku, dengan begitu
memudahkan aku untuk mencengram dan mengigit bantal sofa untuk
mengurangi rasa sakit. Berangsur-angsur rasa sakit itu hilang, aku
bahkan mulai menyukai batang keras Andri yang menyodok-nyodok anusku.
Perlahan-lahan perasaan nikmat mulai menjalar disekujur tubuhku.
“Aaahh.. aauuhh.. oohh Drii” erang-erangan birahiku mewarnai setiap
sodokan penis Andri yang besar itu. Andri dengan buasnya
menghentak-hentakan pinggulnya. Semakin keras Andri menghujamkan
kejantananya semakin aku terbuai dalam kenikmatan.
Toni yang sudah
pulih dari ‘istirahat’nya tidak ingin hanya menonton, ia kembali
bergabung. Membayangkan akan dijarah lagi oleh mereka menaikan tensi
gairahku. Atas inisiatif Toni kami pindah kekamar tidur, jantungku
berdebar-debar menanti permainan mereka. Toni merebahkan diri terlentang
ditempat tidur dengan kepala beralas bantal, tubuhku ditarik
menindihinya. Sambil melumat mulutku-yang segera kubalas dengan
bernafsu-ia membuka lebar kedua pahaku dan langsung menancapkan
kemaluannya kedalam vaginaku. Andri yang berada dibelakang membuka
belahan pantatku dan meludahi lubang anusku. Menyadari apa yang akan
mereka lakukan menimbulkan getaran birahi yang tak terkendali ditubuhku.
Sensasi sexual yang luar bisa hebat kurasakan saat kejantanan mereka
yang keras mengaduk-aduk rongga kewanitaan dan anusku. Hentakan-hentakan
milik mereka dikedua lubangku memberi kenikmatan yang tak terperikan.
Andri
yang sudah lelah berlutut meminta merubah posisi, ia mengambil posisi
tiduran, tubuhku terlentang diatasnya, kejantanannya tetap berada
didalam anusku. Toni langsung membuka lebar-lebar kakiku dan
menghujamkan kejantanannya dikemaluanku yang terpampang menganga. Posisi
ini membuatku semakin menggila, karena bukan hanya kedua lubangku yang
digarap mereka tapi juga payudaraku. Andri dengan mudahnya memagut
leherku dan satu tangannya meremas buah dadaku, Toni melengkapinya
dengan menghisap puting buah dadaku satunya. Aku sudah tidak mampu lagi
menahan deraan kenikmatan demi kenikmatan yang menghantam sekujur
tubuhku. Hantaman-hantaman Toni yang semakin buas dibarengi sodokan
Andri, sungguh tak terperikan rasanya. Hingga akhirnya kurasakan sesuatu
didalam kewanitaanku akan meledak, keliaranku menjadi-jadi.
“Aaagghh..
ouuhh.. Tonn.. Drii.. tekaann” jerit dan erangku tak karuan. Dan tak
berapa lama kemudian tubuhku serasa melayang, kucengram pinggul Toni
kuat-kuat, kutarik agar batangnya menghujam keras dikemaluanku, seketika
semuanya menjadi gelap pekat. Jeritanku, lenguhan dan erangan mereka
menjadi satu. “Aduuhh.. Tonn.. Drii.. nikmat sekalii” “Aaarrghh.. Verr..
enakk bangeett” Keduanya menekan dalam-dalam milik mereka, cairan
hangat menyembur hampir bersamaan dikedua lubangku. Tubuhku bergetar
keras didera kenikmatan yang amat sangat dahsyat, tubuhku mengejang
berbarengan dengan hentakan-hentakan dikewanitaanku dan akhirnya kami..
terkulai lemas.
Sepanjang malam tak henti-hentinya kami mengayuh
kenikmatan demi kenikmatan sampai akhirnya tubuh kami tidak lagi mampu
mendayung. Kami terhempas kedalam mimpi dengan senyum kepuasan.
Dihari-hari berikutnya bukan hanya Andri dan Toni yang memberikan
kepuasan, tapi juga pria-pria lain yang aku sukai. Tapi aku tidak pernah
bisa meraih kenikmatan bila hanya dengan satu pria.. aku baru akan
mencapai kepuasan bila ‘dijarah’ oleh dua atau tiga pria sekaligus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar