Cerita ini muncul karena ulah sales promotion girl(SPG ) sombong
yang menjaga pameran otomotif di salah satu mall  di kotaku. Pada
waktu itu aku dan teman-temanku (berempat) sedang jalan-jalan ke
mall  itu, lalu kami melihat ada pameran mobil di sana.
Iseng-iseng aku dan teman-teman melihat mobil-mobil yang memang
keren-keren itu, meskipun penampilan kami memang sangat jauh dengan
pengunjung-pengunjung lainnya yang rapi-rapi. Sekalian cuci mata
juga, soalnya para sales promotion girl(SPG )-nya cantik-cantik dan
putih-putih serta mulus-mulus, mereka memakai rok mini yang
benar-benar serasi dengan tubuh mereka yang langsing dan tinggi,
kaki mereka yang jenjang sangat indah dipandang dari ujung kaki
sampai ke paha yang terbalut rok mini ketat warna merah. Wajah
mereka yang rata-rata Indo seperti bintang sinetron sangat
menyenangkan untuk dipandang, memang sangat cocok untuk mendampingi
mobil-mobil mewah yang sedang dipamerkan. Sambil melihat,
kupegang-pegang saja mobil yang di pamerkan dan kucoba membuka dan
metutup salah satu pintunya.
Tiba-Tiba..., Mas, tolong kalau
mau lihat ya dilihat saja, jangan dipegang-pegang, nanti harus
dibersihkan lagi, aku menoleh ke arah teguran itu berasal, ternyata
teguran tersebut berasal dari salah seorang sales promotion girl(SPG )
yang cantik, meskipun aku tersinggung, aku sempat tertegun melihat
paras dan body cewek sales promotion girl(SPG ) yang satu ini. Wajah
sales promotion girl(SPG ) yang ini seperti campuran Indo Belanda,
kebarat-kebaratan seperti itulah. Masih setengah sadar, sales
promotion girl(SPG ) itu ngomong lagi, Tolong minggir dulu ya.. ini
ada pembeli yang mau lihat. Aku menoleh ke sekitar, Mana
pembelinya.. pikirku, yang ada masih lihat-lihat mobil di sebelah,
kali ini aku serasa benar-benar dilecehkan oleh sales promotion
girl(SPG ) itu, dalam pikiranku, Sombong sekali cewek satu ini...
padahal kan dia juga sebagai penjaga, belum tentu bisa beli mobil
itu juga.
Sambil berpikir begitu, tak terasa aku bertatap
pandang dengan gadis sales promotion girl (SPG ) itu, yang lebih
mengesalkan wajahnya seakan-akan melihatku sebagai makhluk yang tidak
sepantasnya berdiri di situ. Kulihat juga senyumnya yang
benar-benar menyebalkan, seolah-olah menantang dan sudah menang.
Seraya tersenyum aku minggir juga. Ayo, cabut! aku mengomando
teman-temanku dengan nada yang masih kesal karena pelecehan tadi. Aku
langsung mengarahkan mereka ke tempat parkir dengan tidak
menyembunyikan wajah yang kesal. Mobil Espass kami pun meluncur.
Sepanjang perjalanan, kami terdiam, teman-temanku tahu aku masih
kesal, jadi mereka agak malas ngomong. Setelah beberapa saat Aris
yang memegang kemudi memecah kesunyian, Kenapa lu? masih kesal sama
sales promotion girl(SPG ) itu? tanyanya kepadaku. Belum sempat
aku menimpali, Lukman buka suara, Lu nggak remas aja bokongnya, biar
tau rasa dia. Tawa mereka berderai, tapi aku masih diam, melihat
gelagatku yang tidak bisa diajak bercanda, teman-temanku ikutan diam.
Tiba-Tiba Mamat mengeluarkan ide bagus, Eh.. gimana kalo kita culik
aja tuh cewek! Hatiku yang kesal ini bagaikan mendapat siraman air
yang menyegarkan, Betul juga, pikirku, Biar ntar dia rasain gimana
akibatnya kalau melecehkan aku Aku tersenyum menyeringai ke arah
Mamat, dan kami langsung memutar mobil ke arah mall  itu lagi.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, mulai terlihat
karyawan-karyawan dari mall  tersebut keluar untuk pulang.
Kami
dengan sabar menunggu di depan mall  itu sambil mengawasi
orang-orang yang keluar. Gimana kalau keluar dari samping
pertokoan? tanya Lukman. Ah.. ya berarti nasibnya beruntung, jawabku
cepat. Itu! itu! Mamat setengah berteriak menunjuk ke suatu arah.
Mata kita semua langsung menjelajah ke arah yang ditunjuk Mamat.
Bagus! pikirku ketika melihat si sales promotion girl(SPG ) berjalan
keluar mall  untuk mencari kendaraan. Dia bersama seorang temannya
yang kelihatannya sales promotion girl(SPG ) juga, sudah mengenakan
sehelai kain untuk menutupi roknya yang mini, mereka berjalan
menelusuri trotoar, rupanya rute angkutannya bukan di jalan ini.
Kami segera membuntutinya pelan-pelan sampai mereka berhenti di
perempatan yang sudah dikuasai oleh banyak angkota. Mereka langsung
masuk ke salah satu bemo yang ada, begitu bemo tersebut berangkat,
kami pun langsung mengikutinya.
Sampai di sebuah jalan, yang
untungnya sepi sehingga sangat mendukung operasi kami ini, si sales
promotion girl(SPG ) turun. Tidak sedikit pun dia menaruh curiga
bahwa sebuah mobil telah mengikuti angkutannya sejak tadi. Setelah
bemo tersebut meninggalkannya cukup jauh, kami mulai mendekati sales
promotion girl(SPG ) itu yang kelihatannya masih harus berjalan kaki
untuk mencapai rumahnya. Tanpa buang-buang waktu Aris mensejajarkan
mobil kami di samping sales promotion girl(SPG ) itu dan Mamat
langsung membuka pintu samping Espass. Kulihat sales promotion
girl(SPG ) tersebut terkejut melihat ada mobil yang sangat dekat
dengan dirinya, dan tanpa disadari tangan Mamat sudah merenggut
tangan dan menarik tubuhnya ke dalam mobil. Srreeekkk..., pintu
samping ditutup, mobil kami langsung melaju tanpa bekas, sementara si
sales promotion girl(SPG ) masih kebingungan dan akan berteriak,
tetapi dengan sigap Lukman langsung menutup mulutnya sehingga yang
terdengar hanya gumaman. Si sales promotion girl(SPG ) mencoba
meronta, namun sebuah pukulan ditengkuknya yang diluncurkan oleh
Mamat membuatnya langsung pingsan. Aku menoleh ke belakang,
Lukman dan Mamat tersenyum memandangku seolah-olah ingin menyatakan
bahwa operasi penculikan sudah berhasil. Kulihat kain yang menutupi
rok mininya tersingkap, dan meskipun di dalam mobil gelap, aku masih
dapat melihat pahanya yang mulus. Mamat pun tak tahan langsung
memijat dan meraba paha yang mulus itu. Mobil kami langsung meluncur
ke rumah Aris yang memang kosong dan biasa sebagai tempat kami
berkumpul. Setelah sampai dan memarkir mobil di garasi, kami
menggendong sales promotion girl(SPG ) yang masih pingsan itu ke
dalam kamar.
Di sana kami mengikatnya pada kursi kayu yang
ada. Aku duduk di ranjang menghadap sales promotion girl(SPG ) yang
masih lunglai itu yang terikat di kursi kayu. Teman-temanku
kelihatannya memang menghadiahkan sales promotion girl(SPG ) itu ke
padaku untuk diperlakukan apa saja. Mat... ambilin air. Mamat
keluar kamar dan tak lama masuk dengan segelas air yang disodorkan
kepadaku. Aku berdiri dan menyiramkan pelan-pelan ke wajah sales
promotion girl(SPG ) itu. Ketika sadar, sales promotion girl(SPG ) itu
terlihat sangat terkejut melihatku di depannya, Kamu... katanya
seraya menggerakkan tubuhnya, dan dia sadar kalau tubuhnya terikat
erat di sebuah kursi. Kali ini aku yang tersenyum, senyum kemenangan.
Mau apa kamu? masih dengan sombong sales promotion girl(SPG ) itu
bertanya setengah menghardik kepadaku. Kalau kamu macam-macam, aku
akan teriak, lanjutnya lagi. Aku hanya tersenyum, Silahkan saja
teriak, nggak bakal terdengar kok, kataku sambil menyalakan tape si
Aris, kebetulan lagunya dari band Metallica, Unforgiven, kusetel agak
keras, meskipun aku yakin bahwa kamar Aris letaknya terisolir, jadi
tidak mungkin teriakannya didengar orang lain. Ketakutan
mulai terlihat di wajah sales promotion girl(SPG ) itu, wajahnya yang
cantik sudah mulai terlihat memelas memohon iba. Namun kebencian di
hatiku masih belum padam, aku ingin memberinya pelajaran!. Siapa
namamu? tanyaku dengan nada datar. Anita , jawabnya. Ampun Mas,
maafkan aku, aku disuruh boss untuk bersikap begitu, katanya seolah
membela diri. Tidak peduli dengan pembelaan dirinya, langsung
kusibakkan kain yang menutupi roknya, lalu dengan kasar kutarik
roknya hingga ke pangkal paha. Anita  menatapku ketakutan, Jangan,
jangan Mas... ucapnya memelas seakan tahu hal yang lebih buruk akan
menimpa dirinya.
Lagi dengan kasar kutarik bajunya sehingga
kursi yang didudukinya bergeser dan kancing bajunya hampir lepas
semua. Terlihat oleh kami bulatan toked yang masih tertutup BH
berwarna putih. Tak tahan melihat itu Aris dan Mamat yang berdiri di
sampingnya langsung meremas-meremas toked itu. Anita  sangat
ketakutan, ditengah ketakutannya dia berusaha meronta, namun hal itu
semakin meningkatkan nafsu kita. Jari-jariku langsung meraba secara
liar daerah liang vaginanya yang masih tertutup CD, mengelus dan
berputar-putar dengan lincah dan sekali-sekali mencoba menusuk.
Tidakkk.. tidakkk.. Anita  berkata lirih seolah ingin menolak
takdir. Breetttt... breettt... kubuka dengan paksa seluruh baju
Anita sehingga yang terlihat hanya BH dan CD-nya saja. Naikkan ke
atas meja, kataku, serta merta ketiga temanku langsung bekerja sama
memegangi Anita  dan mengikatnya di atas meja. Anita
 meronta-ronta sekuat tenaga namun tentu saja usahanya tidak mampu
melawan tiga tenaga cowok. Sekarang dia sudah terlentang di atas
meja dengan tangan terikat di sudut-sudut meja, kedua kakinya agak
menjulur ke bawah karena mejanya tidak cukup panjang, namun kami
mengikatnya secara terpisah pada dua kaki meja. Kami sendiri
posisinya sekarang di samping tubuhnya. Lalu dengan sekali tarik
kulepas BH-nya dan menonjollah dua bagian tokednya yang cukup padat
berisi. Sekarang kami melihat sebuah tubuh yang putih mulus dan
langsing dengan tonjolan toked yang bergoyang-goyang karena Anita
 masih berusaha meronta. Karena meronta, terlihat CD-nya yang agak
transparan semakin mengetat memperlihatkan lekuk-lekuk liang
vaginanya. It's showtime! teriakku yang disambut oleh
kegembiraan teman-temanku dan wajah ketakutan Anita . Aku langsung
mengambil beberapa karet gelang, lalu kulingkarkan di toked Anita
 sampai terlihat mengeras dan merah. Aduhhh... erang Anita , masih
kutambah penderitaannya dengan menjepitkan jepitan yang biasa
digunakan Aris untuk alat elektronik, bentuknya bergerigi dan
terbuat dari logam tipis yang di-chrome, kujepitkan di kedua puting
susunya. Aduhhh.. ahhh.. aduuhhh Anita  mengerang kesakitan
.
Aris lalu memberiku sebuah alat seperti pecut, yang terbuat dari
beberapa tali tampar kecil sekitar 5 buah yang salah satu
ujung-ujungnya dijadikan satu pada sebuah pegangan dari rotan. Entah
untuk apa alat ini biasanya digunakan Aris, pikirku, tapi peduli
apa, yang penting sekarang benda ini ada gunanya.Jangan.. ampunnn
Mas... pinta Anita , melihat aku mengibas-ngibaskan pecut itu. Aku
tersenyum sadis, lalu tanganku kuangkat dan sebuah pecutan kuarahkan
ke tokednya. Ctasss... Tubuh Anita menggelinjang, dan buah dadanya
langsung bergoyang ke kanan ke kiri menahan sakit. Aduhhh...
teriaknya sambil menitikkan air mata. Beberapa garis merah terlihat
di kedua buah dadanya, di sekitar puting. Lagi? tanyaku kepada
Anita , yang tentu saja dijawab dengan gelengan kepala, Ampunnn..
ampunnn tolonggg... rintihan bercampur tangis Anita  menjadi satu.
Tanpa rasa iba pecut kuayun lagi, kali ini sasarannya adalah
pahanya. Mmmpphhh... Anita  menggigit bibir bawahnya menahan sakit.
Sekali
lagi kuayun pecut itu, sekarang ke arah pusar, garis-garis merah
segera menghiasi tubuh Anita . Entah aku sangat menikmatinya
sehingga tak terasa sudah beberapa ayunan pecut mengarah ke tubuh
Anita . Tubuhnya terlihat bergetar, menggelinjang menahan sakit dan
perih. Wajahnya yang basah oleh air mata dan keringat sudah
benar-benar menunjukkan penderitaan. Tapi aku masih belum puas.
Kulihat teman-temanku, ketiganya tersenyum seakan memberikan
dukungan kepadaku untuk terus menyalurkan hasratku. Kudekati
telinga Anita , dia yang sudah ketakutan padaku, dia berusaha
menjauhkan kepalanya, mungkin dikiranya aku mau menggigit telinganya.
Kubisikkan
sesuatu di telinga Anita , Anita , gimana kalau kita ganti alatnya,
sekarang pakai ikat pinggang saja ya, bisikku sambil menyeringai
sadis. Anita  menunjukkan ekspresi terkejut setengah tidak percaya
bahwa dia akan menerima siksaan yang lebih hebat. Ampun... lepaskan
saya... ibanya meskipun tahu aku tidak akan melepaskannya.
Kubuka ikat pinggangku yang terbuat dari kulit, kulilitkan sebagian
pada telapak tanganku, Anita  melirikku dengan ketakutan yang amat
sangat, nafasnya tersenggal-senggal meskipun dia sudah berusaha
sekuat tenaga untuk mengaturnya. Mungkin dengan mengatur napas dia
berharap sabetan ikat pinggangku tidak akan terlalu sakit. Kuangkat
tinggi tanganku dan kuayunkan dengan keras, Anita  memejamkan matanya,
saat ikat pinggangku mendarat di pahanya terdengar meja yang
ditiduri Anita  agak berderit karena tubuh Anita  secara spontan
bergetar keras menahan sakit. Ahhh.. ampun.. ampun.. hahhh.. hahhh..
Anita  berkata tersendat-sendat. Kali ini bukan hanya garis merah
yang tampak, tetapi semacam jalur merah tercetak di paha Anita .
Ceplasss... Ceplassss... sabetan ikat pinggangku semakin liar
menghujani tubuh Anita . Anita  sudah tidak bisa berkata apa-apa
lagi, dia hanya menggeleng ke kiri ke kanan menahan penderitaan yang
kuberikan. Puas dari samping, Bagaimana kalau pukulan yang mengarah
langsung ke liang vaginanya? pikirku. Lalu aku mulai menyobek
CD-nya dan minta kepada dua temanku untuk melepaskan ikatan kaki Anita
dan mengikatnya kembali pada posisi menekuk ke atas dan
mengangkang, sehingga liang vaginanya terbuka lebar. Anita
 berusaha meronta dan menutup liang vaginanya dengan kakinya, namun
ikatan kami cukup erat sehingga kedua kakinya tidak bisa mengatup.
Persis menghadap liang vaginanya, aku mengelus-elusnya sambil
tersenyum sinis. Anita  mengangkat kepalanya dan menatapku dengan
pandangan nanar.
Aku mulai menjauh, ikat pinggang mulai
kuputar-putar, lalu..., Ceplasss... ikat pinggang itu mendarat dengan
tepat di bibir liang vagina Anita . Kali ini Anita  meronta-ronta
dengan sangat dan cukup lama, tampaknya dia sangat kesakitan,
kepalanya ditengadahkan ke atas sembari mengguncang-guncangkan
bokongnya di atas meja. Aku berjalan ke sampingnya, Lagi? tanyaku
seolah tak menghiraukan penderitaannya. Anita  tidak mengatakan
apa-apa, kelihatannya dia sudah pasrah. Aku tersenyum penuh
kemenangan, kusentuh bibir liang vaginanya yang tentunya masih pedih,
Anita  menggelinjang, tak peduli kugesek-gesekan jariku di liang
senggamanya, tubuh Anita  terus menggelinjang. Sakittt.. sakittt..
gumamnya lirih. Seolah tak peduli, kembali aku mengambil dua
jepitan, dan kujepit di kedua bibir liang vagina yang memerah itu.
Anita  menatapku dengan pandangan tak percaya akan kesadisanku. Oke,
kataku, Tidak ada lagi pukulan..., Anita  diam saja tanpa
ekspresi, ...tapi sekarang waktunya bermain lilin, lanjutku sambil
menyunggingkan senyum. Kali ini Anita  menolehkan wajahnya yang
layu, berkeringat dan basah karena air matanya. Bisa kubaca dalam
pikirannya, Oh.. apa lagi yang akan diperbuatnya pada tubuhku..
malangnya nasibku... Memang di kamar Aris ada beberapa lilin
untuk jaga-jaga jika lampu mati, ada yang kecil dan ada juga yang
besar supaya awet. Kuambil Zippo-ku, kunyalakan satu lilin yang
kecil. Lidah api menari berputar-putar melelehkan batang lilin yang
menahannya. Menembus lidah api itu, kulihat pandangan Anita  yang
berharap aku hanya bercanda. Kujawab dengan pandangan juga yang
menyatakan bahwa aku serius. Segera lilin yang kupegang kumiringkan
di atas toked Anita .
Kulihat ekspresi Anita  yang memandang
lekat batang lilin yang terkena nyala api, pandangannya seolah
berharap agar lilin tersebut tidak meleleh atau apinya tiba-tiba
mati. Tapi tentu saja itu tidak terjadi, yang terjadi adalah tetesan
pertama jatuh dan menetes di atas puting susu Anita  sebelah
kanan. Hhhh... Anita  mendesah, punggungnya terlihat bergerak
ke atas menahan panas lilin yang meleleh. Tetesan demi tetesan
bergerak jatuh, dan Anita  terlihat semakin kesakitan karena
tetesan tersebut jatuh di tempat bekas pecut dan sabetan ikat
pinggangku tadi. Tiba-tiba teman-temanku ikut bergabung, mereka
semua memegang lilin bahkan tidak hanya satu tapi tiga atau empat
sekaligus. Mereka dengan gembira meneteskan ke bagian-bagian
sensitif Anita , seperti buah dada, pusar, sekitar liang vagina dan
paha. Kali ini Anita  seperti ular kepanasan, dia meliuk-liukkan
tubuhnya menahan panas tetesan lilin. Seperti biasa, setelah
puas pada bagian tubuh Anita , aku pun mengambil sebuah lilin dengan
diameter yang besar dan menyalakannya. Setelah menunggu agak lama
supaya lelehan lilin cukup banyak di atas lilin itu, aku kembali
mengelus-elus liang vagina Anita . Anita  langsung berkata,
Tidakkk.. jangan.. jangan Mas..., aku pun tersenyum penuh nafsu
mendengar nada yang memelas itu. Tapi tetap saja lilin yang besar
itu kumiringkan di atas liang vagina Anita , Anita  berusaha
mengelak dengan menggeser bokongnya, Pintar juga dia, pikirku, tapi
karena lelehan lilin ini masih banyak, dengan leluasa aku menaburkan
tetesan-tetesannya ke liang vaginanya. Tak ayal bagaikan lahar
panas tetesan tersebut mengalir ke liang vagina Anita  dan mungkin
ke dalamnya. Errrggghhh... gumam Anita , dia langsung
menggoyang-goyangkan bokongnya dan menengadahkan kepalanya menahan
panas dan sakit, dengan mulutnya yang menggigit rapat dan matanya
terpejam erat. Kemudian kucoba untuk memasukkan sebuah lilin kecil
ke anusnya, sulit sekali karena anusnya begitu rapat, aku memasukkan
jariku terlebih dahulu dan menggesek-geseknya agar anusnya
membesar. Aduh.. aduh.. ucap Anita , tapi aku tidak peduli, setelah
anusnya membesar mulai kutancapkan sebuah lilin di anusnya.
Dan
ide cemerlangku muncul lagi, kunyalakan lilin yang menancap itu dan
setelah cukup lama, kutiup apinya dan kubalik, jadi yang menancap
adalah bagian yang barusan menyala. Jesss... bunyi panas lilin
bercampur dengan cairan yang keluar dari anus Anita . Tentu saja
Anita  menggeliat kesakitan, bokongnya dibentur-benturkannya ke
meja seakan ingin melepaskan lilin yang menancap di anusnya. Aku
tersenyum senang sambil kumasuk-keluarkan lilin tadi di anus Anita .
Karena sudah puas menyiksa Anita , aku kasih kesempatan kepada
teman-temanku untuk menyetubuhinya. Teman-temanku begitu gembira,
mereka langsung beraksi, sementara aku melihat pertunjukkan ini
dengan kepuasan total. Mereka melepas ikatan Anita  yang sudah tidak
berdaya itu, lalu tubuhnya dibalik dan bokongnya ditarik ke atas
sehingga dalam posisi menungging. Aku melihat Anita  diam saja,
mungkin dia sudah capai dan pasrah serta tidak punya harapan hidup
lagi. Wajahnya yang cantik terlihat sangat lesu dan seolah-olah siap
diperlakukan apa saja. Mamat dengan tubuhnya yang besar mulai
membuka celana dan melakukan penetrasi, langsung sodomi. Anita
 membelalak tak menyangka bahwa ada benda sebesar itu yang harus
masuk ke anusnya. Belum selesai dia menikmati penderitaan karena
ulah Mamat, Aris langsung menyelinap ke bawah tubuh Anita  dan
berusaha memasukkan kontolnya ke liang vagina Anita .
Anita
 melolong kesakitan karena anus dan liang vaginanya yang sudah
lecet dan perih terkena sabetan ikat pinggang dan tetesan lilin,
masih harus bergesekan dengan kontol teman-temanku. Tubuhnya
terguncang ke depan berulang-ulang setiap kali Mamat dan Aris
menghunjamkan kontolnya. Tokednya berguncang keras persis di atas
wajah Aris yang dengan penuh nafsu meremas sekuatnya. Masih tersiksa
dengan keadaan begitu, Lukman mengeluarkan kepunyaannya dan minta
dikaraoke oleh Anita . Rintihan Anita  menjadi tersendat-sendat
karena tersedak dan batuk, Lukman bukannya kasihan malahan dia semakin
terangsang sehingga dia menghunjamkan kontolnya ke mulut dan
tenggorokan Anita  berulang-ulang. Aku tersenyum saja melihat
kelakuan teman-temanku yang brutal, lalu kudekati Anita  sambil
berkata, Anita .. punggungmu masih mulus lho.. aku cambuk ya...
Karena tidak mungkin menggunakan pecut dan ikat pinggang sebab bisa
mengenai Aris yang berada di bawah tubuh Anita , maka aku
menggunakan rotan yang tadi sebagai pegangan untuk pecut, rotan ini
ujungnya memecah sehingga sangat cocok untuk menimbulkan rasa sakit.
Segera kuraih rotan itu dan kupukulkan berulang-ulang ke
punggung Anita . Tubuh Anita  terlihat menggelinjang dan
menggeliat seiring dengan hujaman-hujaman yang diberikan oleh Mamat,
Aris dan Lukman serta siksaan cambukan rotan dariku.
Mamat
yang melihat punggung Anita terkena pukulan rotanku sangat
terangsang dan segera memuntahkan maninya ke liang dubur Anita ,
lalu dia pun mencabut batang kemaluannya. Karena bokongnya kosong,
atau tidak ada orang, aku pun dengan leluasa memukul bokongnya
dengan rotan. Kulihat Anita  sangat menderita, bokong yang baru
saja dimasuki paksa oleh Mamat masih harus menerima siksaan rotanku.
Giliran Lukman yang ejakulasi, maninya langsung menyemprot ke
tenggorokan Anita , membuatnya menjadi sulit bernafas dan seperti mau
muntah. Melihat begitu semakin keras kupukulkan rotan ke bokongnya,
bahkan ke belahan bokongnya. Tiba-tiba Anita  lunglai,
kelihatannya dia tak tahan lagi menerima siksaan kami, dia pingsan.
Aris yang belum selesai masih terus melakukan aksinya, sehingga
tubuh Anita  yang pingsan itu terguncang-guncang ke sana ke mari,
akhirnya Aris pun mencapai puncaknya dan menyemprotkan air maninya
di dalam liang vagina Anita  yang masih pingsan. Aku sendiri sudah
merasa puas dengan balas dendamku ini. Kami berempat tertawa dan
puas.
Kami lalu membawa tubuh Anita  untuk dibuang, sebetulnya
kami ingin menyimpannya untuk kenikmatan sehari-hari tetapi terlalu
beresiko. Akhirnya tubuh Anita  kami lempar di depan mall  tempat
dia bekerja. Aku tersenyum puas karena sudah memberi pelajaran
kepada sales promotion girl (SPG ) yang sombong itu, tapi dalam
hati aku merasa ketagihan untuk menyiksa sales promotion girl(SPG )
yang lain, kusampaikan ini ke teman-temanku dan mereka semuanya
setuju untuk suatu waktu menculik dan menyiksa sales promotion girl(SPG )
yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar