kisah yang akan kuceritakan kali ini seputar pengalaman yang aku
alami bersama dengan saudara tiriku. Sebelum aku ber cerita dan cerita
ini dimulai perkenalkan terlebih dahulu namaku Ben. Ceritaku ini
dimulai, waktu aku SMA kelas 3, waktu itu aku baru sebulan tinggal sama
ayah tiriku. Ibu menikah dengan orang ini karena karena tidak tahan
hidup menjanda lama-lama. Yang aku tidak sangka-sangka ternyata ayah
tiriku punya 2 anak cewek yang keren dan seksi habis, yang satu
sekolahnya sama denganku, namanya Lusi dan yang satunya lagi sudah
kuliah, namanya Riri. Si Lusi cocok sekali kalau dijadikan bintang
iklan obat pembentuk tubuh, nah kalau si Riri paling cocok untuk iklan
BH sama suplemen payudara.
Sejak pertama aku tinggal, aku selalu
berangan-angan bahwa dapat memiliki mereka, tapi angan-angan itu selalu
buyar oleh berbagai hal. Dan siang ini kebetulan tidak ada orang di
rumah selain aku dengan Lusi, ini juga aku sedang kecapaian karena baru
pulang sekolah. “Lus! entar kalau ada perlu sama aku, aku ada di
kamar,” teriakku dari kamar. Aku mulai menyalakan komputerku dan karena
aku sedang suntuk, aku mulai dech surfing ke situs-situs porno
kesayanganku, tapi enggak lama kemudian Lusi masuk ke kamar sambil bawa
buku, kelihatannya dia mau tanya pelajaran. “Ben, kemaren kamu udah
nyatet Biologi belom, aku pinjem dong!” katanya dengan suara manja.
Tanpa memperdulikan komputerku yang sedang memutar film BF via
internet, aku mengambilkan dia buku di rak bukuku yang jaraknya lumayan
jauh dengan komputerku.
“Lus..! nich bukunya, kemarenan aku udah
nyatet,” kataku. Lusi tidak memperhatikanku tapi malah memperhatikan
film BF yang sedang di komputerku. “Lus.. kamu bengong aja!” kataku
pura-pura tidak tahu. “Eh.. iya, Ben kamu nyetel apa tuh! aku bilangin
bonyok loh!” kata Lusi. “Eeh… kamu barusan kan juga liat, aku tau kamu
suka juga kan,” balas aku. “Mending kita nonton sama-sama, tenang aja
aku tutup mulut kok,” ajakku berusaha mencari peluang. “Bener nich,
kamu kagak bilang?” katanya ragu. “Suwer dech!” kataku sambil
mengambilkan dia kursi.
Lusi mulai serius menonton tiap adegan,
sedangkan aku serius untuk terus menatap tubuhnya. “Lus, sebelum ini
kamu pernah nonton bokep kagak?” tanyaku. “Pernah, noh aku punya
VCD-nya,” jawabnya. Wah gila juga nich cewek, diam-diam nakal juga.
“Kalau ML?” tanyaku lagi. “Belom,” katanya, “Tapi… kalo sendiri sich
sering.” Wah makin berani saja aku, yang ada dalam pikiranku sekarang
cuma ML sama dia. Bagaimana caranya si “Beni Junior” bisa puas, tidak
peduli saudara tiri, yang penting nafsuku hilang.
Melihat dadanya
yang naik-turun karena terangsang, aku jadi semakin terangsang, dan
batang kemaluanku pun makin tambah tegang. “Lus, kamu terangsang yach,
ampe napsu gitu nontonnya,” tanyaku memancing. “Iya nic Ben, bentar
yach aku ke kamar mandi dulu,” katanya. “Eh… ngapain ke kamar mandi, nih
liat!” kataku menunjuk ke arah celanaku. “Kasihanilah si Beni kecil,”
kataku. “Pikiran kamu jangan yang tidak-tidak dech,” katanya sambil
meninggalkan kamarku. “Tenang aja, rumah kan lagi sepi, aku tutup mulut
dech,” kataku memancing.
Dan ternyata tidak ia gubris, bahkan
terus berjalan ke kamar mandi sambil tangan kanannya meremas-remas buah
dadanya dan tangan kirinya menggosok-gosok kemaluannya, dan hal inilah
yang membuatku tidak menyerah. Kukejar terus dia, dan sesaat sebelum
masuk kamar mandi, kutarik tangannya, kupegang kepalanya lalu kemudian
langsung kucium bibirnya. Sesaat ia menolak tapi kemudian ia pasrah,
bahkan menikmati setiap permainan lidahku. “Kau akan aku berikan
pengalaman yang paling memuaskan,” kataku, kemudian kembali melanjutkan
menciumnya. Tangannya membuka baju sekolah yang masih kami kenakan dan
juga ia membuka BH-nya dan meletakkan tanganku di atas dadanya,
kekenyalan dadanya sangat berbeda dengan gadis lain yang pernah
kusentuh.
Perlahan ia membuka roknya, celanaku dan celana
dalamnya. “Kita ke dalam kamar yuk!” ajaknya setelah kami berdua
sama-sama bugil, “Terserah kaulah,” kataku, “Yang penting kau akan
kupuaskan.” Tak kusangka ia berani menarik penisku sambil berciuman, dan
perlahan-lahan kami berjalan menuju kamarnya. “Ben, kamu tiduran dech,
kita pake ’69′ mau tidak?” katanya sambil mendorongku ke kasurnya. Ia
mulai menindihku, didekatkan vaginanya ke mukaku sementara penisku
diemutnya, aku mulai mencium-cium vaginanya yang sudah basah itu, dan
aroma kewanitaannya membuatku semakin bersemangat untuk langsung
memainkan klitorisnya.
Tak lama setelah kumasukkan lidahku,
kutemukan klitorisnya lalu aku menghisap, menjilat dan kadang kumainkan
dengan lidahku, sementara tanganku bermain di dadanya. Tak lama
kemudian ia melepaskan emutannya. “Jangan hentikan Ben… Ach… percepat
Ben, aku mau keluar nich! ach… ach… aachh… Ben… aku ke.. luar,” katanya
berbarengan dengan menyemprotnya cairan kental dari vaginanya. Dan
kemudian dia lemas dan tiduran di sebelahku.
“Lus, sekali lagi
yah, aku belum keluar nich,” pintaku. “Bentar dulu yach, aku lagi capek
nich,” jelasnya. Aku tidak peduli kata-katanya, kemudian aku mulai
mendekati vaginanya. “Lus, aku masukkin sekarang yach,” kataku sambil
memasukkan penisku perlahan-lahan. Kelihatannya Lusi sedang tidak
sadarkan diri, dia hanya terpejam coba untuk beristirahat. Vagina Lusi
masih sempit sekali, penisku dibuat cuma diam mematung di pintunya.
Perlahan kubuka dengan tangan dan terus kucoba untuk memasukkannya, dan
akhirnya berhasil penisku masuk setengahnya, kira-kira 7 cm.
“Jangan
Ben… entar aku hamil!” katanya tanpa berontak. “Kamu udah mens belom?”
tanyaku. “Udah, baru kemaren, emang kenapa?” katanya. Sambil aku
masukkan penisku yang setengah, aku jawab pertanyaannya, “Kalau gitu
kamu kagak bakal hamil.” “Ach… ach… ahhh…! sakit Ben, a.. ach… ahhh,
pelan-pelan, aaa… aaach… aachhh…!” katanya berteriak nikmat. “Tenang
aja cuma sebentar kok, Lus mending doggy style dech!” kataku tanpa
melepaskan penis dan berusaha memutar tubuhnya. Ia menuruti kata-kataku,
lalu mulai kukeluar-masukkan penisku dalam vaginanya dan kurasa ia pun
mulai terangsang kembali, karena sekarang ia merespon gerakan
keluar-masukku dengan menaik-turunkan pinggulnya.
“Ach… a… aaa
ach…” teriaknya. “Sakit lagi Ben… a.. aa… ach…” “Tahan aja, cuma
sebentar kok,” kataku sambil terus bergoyang dan meremas-remas buah
dadanya. “Ben,. ach pengen… ach.. a… keluar lagi Ben…” katanya. “Tunggu
sebentar yach, aku juga pengen nich,” balasku. “Cepetan Ben, enggak
tahan nich,” katanya semakin menegang. “A… ach… aaachhh…! yach kan
keluar.” “Aku juga Say…” kataku semakin kencang menggenjot dan akhirnya
setidaknya enam tembakan spermaku di dalam vaginanya.
Kucabut
penisku dan aku melihat seprei, apakah ada darahnya atau tidak? tapi
tenyata tidak. “Lus kamu enggak perawan yach,” tanyaku. “Iya Ben, dulu
waktu lagi masturbasi nyodoknya kedaleman jadinya pecah dech,”
jelasnya. “Ben ingat loh, jangan bilang siapa-siapa, ini rahasia kita
aja.””Oh tenang aja aku bisa dipercaya kok, asal lain kali kamu mau
lagi.” “Siapa sih yang bisa nolak ‘Beni Junior’,” katanya mesra.
Setelah
saat itu setidaknya seminggu sekali aku selalu melakukan ML dengan
Lusi, terkadang aku yang memang sedang ingin atau terkadang juga Lusi
yang sering ketagihan, yang asyik sampai saat ini kami selalu bermain
di rumah tanpa ada seorang pun yang tahu, kadang tengah malam aku ke
kamar Lusi atau sebaliknya, kadang juga saat siang pulang sekolah kalau
tidak ada orang di rumah.
Kali ini kelihatannya Lusi lagi ingin,
sejak di sekolah ia terus menggodaku, bahkan ia sempat membisikkan
kemauannya untuk ML siang ini di rumah, tapi malangnya siang ini ayah
dan ibu sedang ada di rumah sehingga kami tak jadi melakukan ini. Aku
menjanjikan nanti malam akan main ke kamarnya, dan ia mengiyakan saja,
katanya asal bisa ML denganku hari ini ia menurut saja kemauanku.
Ternyata
sampai malan ayahku belum tidur juga, kelihatannya sedang asyik
menonton pertandingan bola di TV, dan aku pun tidur-tiduran sambil
menunggu ayahku tertidur, tapi malang malah aku yang tertidur duluan.
Dalam mimpiku, aku sedang dikelitiki sesuatu dan berusaha aku tahan,
tapi kemudian sesuatu menindihku hingga aku sesak napas dan kemudian
terbangun.
“Lusi! apa Ayah sudah tidur?” tanyaku melihat ternyata
Lusi yang menindihiku dengan keadaan telanjang. “kamu mulai nakal Ben,
dari tadi aku tunggu kamu, kamu tidak datang-datang juga. kamu tau,
sekarang sudah jam dua, dan ayah telah tidur sejak jam satu tadi,”
katanya mesra sambil memegang penisku karena ternyata celana pendekku
dan CD-ku telah dibukanya. “Yang nakal tuh kamu, Bukannya permisi atau
bangunin aku kek,” kataku. “kamu tidak sadar yach, kamu kan udah bangun,
tuh liat udah siap kok,” katanya sambil memperlihatkan penisku. “Aku
emut yach.” Emutanya kali ini terasa berbeda, terasa begitu menghisap
dan kelaparan. “Lus jangan cepet-cepet dong, kasian ‘Beni Junior’ dong!”
“Aku udah kepengen berat Ben!” katanya lagi. “Mending seperti biasa,
kita pake posisi ’69′ dan kita sama-sama enak,” kataku sembil berputar
tanpa melepaskan emutannya kemudian sambil terus diemut.
Aku
mulai menjilat-jilat vaginanya yang telah basah sambil tanganku
memencet-mencet payudaranya yang semakin keras, terus kuhisap vaginanya
dan mulai kumasukkan lidahku untuk mencari-cari klitorisnya.
“Aach…
achhh…” desahnya ketika kutemukan klitorisnya. “Ben! kamu pinter
banget nemuin itilku, a.. achhh.. ahh..” “kamu juga makin pinter ngulum
‘Beni’ kecil,” kataku lagi. “Ben, kali ini kita tidak usah banyak-banyak
yach, aa.. achh..” katanya sambil mendesah. “Cukup sekali aja
nembaknya, taaapi… sa.. ma.. ss.. sa… ma… maaa ac… ach…” katanya sambil
menikmati jilatanku. “Tapi Ben aku.. ma.. u.. keluar nich! Ach.. a…
aaahh…” katanya sambil menegang kemudian mengeluarkan cairan dari
vaginanya.
“Kayaknya kamu harus dua kali dech!” kataku sambil
merubah posisi. “Ya udah dech, tapi sekarang kamu masukin yach,” katanya
lagi. “Bersiaplah akan aku masukkan ini sekarang,” kataku sambil
mengarahkan penisku ke vaginanya. “Siap-siap yach!” “Ayo dech,”
katanya. “Ach… a… ahhh…” desahnya ketika kumasukkan penisku.
“Pelan-pelan dong!” “Inikan udah pelan Lus,” kataku sambil mulai
bergoyang. “Lus, kamu udah terangsang lagi belon?” tanyaku. “Bentar lagi
Ben,” katanya mulai menggoyangkan pantatnya untuk mengimbangiku, dan
kemudian dia menarik kepalaku dan memitaku untuk sambil menciumnya.
“Sambil
bercumbu dong Ben!” Tanpa disuruh dua kali aku langsung mncumbunya, dan
aku betul-betul menikmati permainan lidahnya yang semakin mahir. “Lus
kamu udah punya pacar belom?” tanyaku.”Aku udah tapi baru abis putus,”
katanya sambil mendesah. “Ben pacar aku itu enggak tau loh soal
benginian, cuma kamu loh yang beginian sama aku.” “Ach yang bener?”
tanyaku lagi sambil mempercepat goyangan. “Ach.. be.. ner.. kok Ben, a..
aaa… ach.. achhh,” katanya terputus-putus. “Tahan aja, atau kamu mau
udahan?” kataku menggoda. “Jangan udahan dong, aku baru kamu bikin
terangsang lagi, kan kagak enak kalau udahan, achh… aaa… ahhh… aku
percepat yach Ben,” katanya.
Kemudian mempercepat gerakan
pinggulnya. “Kamu udah ngerti gimana enaknya, bentar lagi kayaknya aku
bakal keluar dech,” kataku menyadari bahwa sepermaku sudah mengumpul di
ujung. “Achh… ach… bentar lagi nih.” “Tahan Ben!” katanya sambil
mengeluarkan penisku dari vaginanya dan kemudian menggulumnya sambil
tanganya mamainkan klitorisnya. “Aku juga Ben, bantu aku cari klitorisku
dong!” katanya menarik tanganku ke vaginanya. Sambil penisku terus
dihisapnya kumainkan klitorisnya dengan tanganku dan… “Achh… a… achh…
achhh… ahhh…” desahku sambil menembakkan spermaku dalam mulutnya. “Aku
juga Ben…” katanya sambil menjepit tanganku dalam vaginanya. “Ach… ah…
aaa.. ach…” desahnya.
“Aku tidur di sini yach, nanti bangunin aku
jam lima sebelum ayah bagun,” katanya sambil menutup mata dan kemudian
tertidur, di sampingku. Tepat jam lima pagi aku bangun dan
membangunkanya, kemudian ia bergegas ke kamar madi dan mempersiapkan
diri untuk sekolah, begitu juga dengan aku. Yang aneh siang ini tidak
seperti biasanya Lusi tidak pulang bersamaku karena ia ada les privat,
sedangkan di rumah cuma ada Mbak Riri, dan anehnya siang-siang begini
Mbak Riri di rumah memakai kaos ketat dan rok mini seperti sedang
menunggu sesuatu.
“Siang Ben! baru pulang? Lusi mana?” tanyanya.
“Lusi lagi les, katanya bakal pulang sore,” kataku, “Loh Mbak sendiri
kapan pulang? katanya dari Solo yach?” “Aku pulang tadi malem jam
tigaan,” katanya. “Ben, tadi malam kamu teriak sendirian di kamar ada
apa?” Wah gawat sepertinya Mbak Riri dengar desahannya Lusi tadi malam.
“Ach tidak kok, cuma ngigo,” kataku sambil berlalu ke kamar. “Ben!”
panggilnya, “Temenin Mbak nonton VCD dong, Mbak males nich nonton
sendirian,” katanya dari kamarnya. “Bentar!” kataku sambil berjalan
menuju kamarnya, “Ada film apa Mbak?” tanyaku sesampai di kamarnya.
“Liat aja, nanti juga tau,” katanya lagi. “Mbak lagi nungguin seseorang
yach?” tanyaku. “Mbak, lagi nungguin kamu kok,” katanya datar, “Tuh liat
filmnya udah mulai.”
“Loh inikan…?” kataku melihat film BF yang
diputarnya dan tanpa meneruskan kata-kataku karena melihat ia
mendekatiku. Kemudian ia mulai mencium bibirku. “Mbak tau kok yang
semalam,” katanya, “Kamu mau enggak ngelayanin aku, aku lebih
pengalaman dech dari Lusi.” Wah pucuk di cinta ulam tiba, yang satu
pergi datang yang lain. “Mbak, aku kan adik yang berbakti, masak nolak
sich,” godaku sambil tangan kananku mulai masuk ke dalam rok mininya
menggosok-gosok vaginanya, sedangkan tangan kiriku masuk ke kausnya dan
memencet-mencet payudaranya yang super besar. “Kamu pinter dech, tapi
sayang kamu nakal, pinter cari kesempatan,” katanya menghentikan
ciumannya dan melepaskan tanganku dari dada dan vaginanya. “Mbak mau
ngapain, kan lagi asyik?” tanyaku.”Kamu kagak sabaran yach, Mbak buka
baju dulu terus kau juga, biar asikkan?” katanya sambil membuka
bajunya.
Aku juga tak mau ketinggalan, aku mulai membuka bajuku
sampai pada akhirnya kami berdua telanjang bulat. “Tubuh Mbak bagus
banget,” kataku memperhatikan tubuhnya dari atas sampai ujung kaki,
benar-benar tidak ada cacat, putih mulus dan sekal. Ia langsung
mencumbuku dan tangan kanannya memegang penisku, dan mengarahkan ke
vaginanya sambil berdiri. “Aku udah enggak tahan Ben,” katanya.
Kuhalangi penisku dengan tangan kananku lalu kumainkan vaginanya dengan
tangan kiriku. “Nanti dulu ach, beginikan lebih asik.” “Ach… kamu nakal
Ben! pantes si Lusi mau,” katanya mesra.
“Ben…! Mbak…! lagi
dimana kalian?” terdengar suara Lusi memanggil dari luar. “Hari ini
guru lesnya tidak masuk jadi aku dipulangin, kalian lagi dimana sich?”
tanyanya sekali lagi. “Masuk aja Lus, kita lagi pesta nich,” kata Mbak
Riri. “Mbak! Entar kalau Lusi tau gimana?” tanyaku. “Ben jangan panggil
Mbak, panggil aja Riri,” katanya dan ketika itu aku melihat Lusi di
pintu kamar sedang membuka baju. “Rir, aku ikut yach!” pinta Lusi sambil
memainkan vaginanya. “Ben kamu kuat nggak?” tanya Riri. “Tenang aja aku
kuat kok, lagian kasian tuch Lusi udah terangsang,” kataku. “Lus cepet
sinih emut ‘Beni Junior’,” ajakku.
Tanpa menolak Lusi langsung
datang mengemut penisku. “Mending kita tiduran, biar aku dapet
vaginamu,” kataku pada Riri. “Ayo dech!” katanya kemudian mengambil
posisi. Riri meletakkan vaginanya di atas kepalaku, dan kepalanya
menghadap vagina Lusi yang sedang mengemut penisku. “Lus, aku maenin
vaginamu,” katanya. Tanpa menunggu jawaban dari Lusi ia langsung bermain
di vaginanya.Permainan ini berlangsung lama sampai akhirnya Riri
menegangkan pahanya, dan… “Ach… a… aaach… aku keluar…” katanya sambil
menyemprotkan cairan di vaginanya.
“Sekarang ganti Lusi yach,”
kataku. Kemudian aku bangun dan mengarahkan penisku ke vaginanya dan
masuk perlahan-lahan. “Ach… aach…” desah Lusi. “Kamu curang, Lusi kamu
masukin, kok aku tidak?” katanya. “Abis kamu keluar duluan, tapi tenang
aja, nanti abis Lusi keluar kamu aku masukin, yang penting kamu
merangsang dirimu sendiri,” kataku. “Yang cepet dong goyangnya!” keluh
Lusi. Kupercepat goyanganku, dan dia mengimbanginya juga. “Kak, ach…
entar lagi gant… a… ach.. gantian yach, aku.. mau keluar ach… aaa… a…
ach….!” desahnya, kemudian lemas dan tertidur tak berdaya.
“Ayo
Ben tunggu apa lagi!” kata Riri sambil mengangkang mampersilakan
penisku untuk mencoblosnya. “Aku udah terangsang lagi.” Tanpa menunggu
lama aku langsung mencoblosnya dan mencumbunya. “Gimana enak penisku
ini?” tanyaku. “Penis kamu kepanjangan,” katanya, “tapi enak!”.
“Kayaknya kau nggak lama lagi dech,” kataku. “Sama, aku juga enggak lama
lagi,” katanya, “Kita keluarin sama-sama yach!” terangnya. “Di luar
apa di dalem?” tanyaku lagi. “Ach… a… aach… di.. dalem… aja…” katanya
tidak jelas karena sambil mendesah. “Maksudku, ah.. ach.. di dalem aja…
aah… ach… bentar lagi…” “Aku… keluar… ach… achhh… ahhh…” desahku sambil
menembakkan spermaku. “Ach… aach… aku… ach.. juga…” katanya sambil
menegang dan aku merasakan cairan membasahi penisku dalam vaginanya.
Akhirnya
kami bertiga tertidur di lantai dan kami bangun pada saat bersamaan.
“Ben aku mandi dulu yach, udah sore nich.” “Aku juga ach,” kataku. “Ben,
Lus, lain kali lagi yach,” pinta Riri. “Itu bisa diatur, asal lagi
kosong kayak gini, ya nggak Ben!” kata Lusi. “Kapan aja kalian mau aku
siap,” kataku. “Kalau gitu kalian jangan mandi dulu, kita main lagi
yuk!” kata Riri mulai memegang penisku.
Akhirnya kami main lagi
sampai malam dan kebetulan ayah dan ibu telepon dan mengatakan bahwa
mereka pulangnya besok pagi, jadi kami lebih bebas bermain, lagi dan
lagi. Kemudian hari selanjutya kami sering bermain saat situasi seperti
ini, kadang tengah malam hanya dengan Riri atau hanya Lusi. Oh bapak
tiri, ternyata selain harta banyak, kamu juga punya dua anak yang siap
menemaniku kapan saja, ohh nikmatnya hidup ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar